NovelToon NovelToon
Bayangan Si Cupu Tampan

Bayangan Si Cupu Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Taufik

Di balik kacamata tebal, kemeja kusut, dan sepatu bolongnya, Raka Arya Pratama terlihat seperti mahasiswa paling cupu di kampus. Ia dijauhi, dibully, bahkan jadi bahan lelucon setiap hari di Universitas Nasional Jakarta. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Tidak ada yang peduli pada dirinya.

Tapi tak ada yang tahu, Raka bukanlah mahasiswa biasa.

Di balik penampilan lusuh itu tersembunyi wajah tampan, otak jenius, dan identitas rahasia: anggota Unit Operasi Khusus Cyber Nusantara,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cheviolla Afanata

Suara dentuman bass menghantam dinding bar dengan ritme monoton yang menggetarkan dada. Lampu-lampu strobo berpendar dalam kilatan merah-biru, memantul di lantai kayu gelap yang penuh jejak sepatu hak tinggi, sneakers mahal, dan tumpahan bir. Aroma alkohol, parfum mahal, dan asap rokok bercampur menjadi kabut tipis yang memeluk setiap sudut ruangan.

Di salah satu sudut sofa VIP, duduk seorang gadis dengan gaun satin gelap yang tidak mencolok, rambut panjangnya dibiarkan tergerai tanpa banyak hiasan. Wajahnya yang anggun dan ekspresi dingin menampik segala keramaian di sekitarnya. Dialah Cheviolla Afanata, mahasiswi Fakultas Bisnis Universitas Negeri Selatan. Di kampus, dia dikenal sebagai sosok sulit didekati—pendiam, tajam dalam berpikir, dan tak banyak bicara.

Malam ini, dia duduk diam seperti patung di tengah pesta ulang tahun sahabatnya, Anisya—sosok ceria yang selalu berhasil menyeret Viola keluar dari rutinitas kaku.

"Violaaa! Please, jangan jadi patung malam ini, ya! Ini malam aku! Malam kita semua!" teriak Anisya dari tengah kerumunan, gelas di tangan, tertawa lepas bersama beberapa teman pria.

Viola hanya tersenyum tipis. “Aku datang. Itu sudah cukup.”

Anisya mendekat, duduk di sebelahnya, masih dengan tawa. “Ya ampun, kamu tuh cantik banget malam ini, sumpah! Tapi kenapa auranya kayak mau sidang skripsi?”

Viola tidak menjawab. Tangannya bermain pelan dengan sedotan di gelas mojito yang bahkan belum ia sentuh. Pandangannya tak tertarik pada musik, tarian, atau percakapan yang terdengar seperti gumaman acak. Ini bukan dunianya. Tapi ia datang—hanya karena Anisya.

Di seberang meja, duduk Radit, salah satu teman dekat Anisya. Sejak masuk bar, pandangannya tak pernah lepas dari Viola. Ia mahasiswa Hukum, tampan, dari keluarga berada, dan biasa menjadi pusat perhatian. Tapi malam ini, sorot matanya menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar kekaguman. Ada hasrat.

Radit berdiri dan mendekat, membawa dua gelas minuman. Ia duduk di sebelah Viola, lebih dekat dari yang pantas.

“Viola, minum, dong. Masa mojito terus? Ini wine terbaik,” ujarnya, menyodorkan gelas.

“Aku tidak minum,” jawab Viola, pendek.

“Ayolah... cuma satu tegukan. For the night. Hari ini Anisya ulang tahun, kita semua harus lepas. Sekali ini aja.”

Viola melirik ke arah Anisya, yang kini tertawa dengan seseorang di dekat DJ booth. Ia kembali memandang Radit dan menggeleng pelan. “Aku bilang tidak.”

Suara musik memuncak, lampu-lampu berkedip lebih cepat. Tapi di antara riuh itu, suasana di meja Viola justru mengeras.

Radit tertawa kecil, getir. “Kamu selalu begitu, ya? Dingin. Sombong. Padahal kamu tuh bukan siapa-siapa, Viola. Cuma anak konglomerat yang main aman terus.”

Viola menoleh dengan tenang. Matanya yang dingin menatap lurus ke wajah Radit. “Dan kamu mabuk.”

Radit mencondongkan tubuhnya. Nafas alkoholnya menerpa wajah Viola. “Apa karena aku bukan tipe kamu, ya? Apa harus kayak cowok-cowok dramatis di drama Korea biar kamu tertarik?”

Tangannya bergerak, menyentuh lengan Viola. Refleks, Viola menepis dengan cepat.

“Jangan sentuh aku.”

“Tch... kamu pikir kamu siapa?” suara Radit mulai meninggi, matanya merah. “Kalau bukan karena Anisya, mana ada yang tahan sama kamu. Kamu tuh cuma... cewek es batu yang sok hebat karena punya uang!”

Beberapa orang mulai memperhatikan. Anisya yang melihat keributan dari kejauhan segera mendekat.

“Radit! Hey! Apa-apaan sih kamu?” Anisya menarik Radit menjauh, tapi lelaki itu tetap terpaku, menatap Viola dengan penuh dendam yang tak jelas asalnya.

Viola berdiri perlahan, wajahnya tetap tanpa emosi. Ia memandangi Radit sejenak—tenang, tajam.

“Saranku, tidur saja. Besok kamu akan malu sendiri.”

Dan tanpa menunggu reaksi, Viola berbalik, meninggalkan sofa. Anisya menatap Radit tajam, lalu bergegas menyusul temannya.

Viola berjalan melewati kerumunan, langkahnya mantap. Setiap pria yang menoleh hanya bisa memandangi sosok itu dengan kekaguman yang tak bisa dijelaskan. Ia tidak memakai makeup mencolok, tidak tersenyum, tidak bicara, tapi aura dan wibawanya membungkam suara musik sesaat di kepala mereka.

Sesampainya di balkon bar lantai dua, Viola bersandar pada pagar logam, membiarkan angin malam menghapus sisa napas mabuk dan kata-kata kosong dari ruangan tadi. Matanya memandangi jalanan Jakarta di bawah, lampu-lampu mobil yang bergerak seperti semut dalam labirin.

Anisya menyusul, menatapnya dengan cemas. “Vi... I’m so sorry. Radit tadi... dia emang lagi kacau. Bukan maksud—”

“Aku tahu,” potong Viola pelan. “Aku tidak marah padamu.”

“Tapi—”

“Kau temanku. Bukan tanggung jawabmu mengendalikan semua orang.”

Anisya terdiam.

Viola mengalihkan pandangan, menatap ke langit malam yang kosong. “Aku hanya ingin diam malam ini. Tapi sepertinya, bahkan diam pun mengundang masalah.”

Anisya tertawa kecil, lega. “Vi, kamu tahu nggak? Kamu itu... kayak tokoh utama film detektif. Gak bisa didekati, tapi semua orang mau deketin.”

Viola hanya tersenyum samar, lalu menghela napas. “Aku pulang.”

“Aku anterin?”

“Tak perlu. Nikmati pestamu.”

1
Suyono Suratman
mantap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!