NovelToon NovelToon
Kodasih, Nyi Ratu Kelam

Kodasih, Nyi Ratu Kelam

Status: tamat
Genre:Misteri / Horor / Hantu / Iblis / Era Kolonial / Tamat
Popularitas:44.5k
Nilai: 5
Nama Author: Arias Binerkah

Kodasih perempuan pribumi menjadi gundik Tuan Hendrik Van Der Vliet. Dia hidup bahagia karena dengan menjadi gundik status ekonomi dan sosialnya meningkat. Apalagi dia menjadi gundik kesayangan.

Akan tetapi keadaan berubah setelah Tuan Hendrik Van Der Vliet, ditangkap dan dihukum mati.. Jiwa Tuan Hendrik tidak bisa lepas dari Kodasih yang menjeratnya.

Kodasih ketakutan masih ditambah munculnya Nyonya Wilhelmina isteri sah Tuan Hendrik yang ingin menjual seluruh harta kekayaan Tuan Hendrik


Tak ingin lagi hidup sengsara Kodasih pergi ke dukun yang menawarkan cinta, kekayaan dan hidup abadi namun dengan syarat yang berat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 35.

"Anak kalian kelak adalah pilihan yang sempurna. Lahir dari darah wanita yang diberi kendi pemanggil, dibesarkan di tanah loji. Dia akan dijadikan tumbal oleh Nyi Kodasih atau bisa juga sebagai wadah jika Tuan Menir ingin hidup kembali..”

Semua terdiam. Bahkan jam dinding tua berhenti berdetak.

Sanah reflek memegangi perutnya yang rata, seolah ingin melindungi tempat calon anak dari ancaman yang belum sepenuhnya ia pahami.

"A-apa maksudmu... tumbal? Wadah?" suaranya gemetar. "Itu... itu artinya anakku kelak akan..."

"... bukan anakmu lagi," potong Arjo datar, suaranya seperti batu nisan yang sudah lama tertancap. "Bukan manusia biasa. Ia akan menjadi penghubung antara dunia ini dan yang tak kasatmata. Karena kendi dan air yang ada di dalamnya itu bukan sembarang kendi dan air, Yu... Itu adalah milik Nyi Kodasih. Siapa pun yang menerimanya... sudah disegel takdirnya. Meskipun kendi itu baru kalian pegang.. "

Pardi memeluk erat tubuh istrinya, matanya liar mencari jalan keluar dari ruang tengah yang seolah semakin menyempit. Dinding dinding nya berderak pelan, seperti ikut menahan napas.

"Tidak... tidak mungkin," katanya pelan. "Kami cuma orang biasa.. Kami tak pernah ganggu siapa-siapa..."

“Anak mu bisa dijadikan tumbal untuk niat Nyi Kodasih tapi juga bisa raganya dipakai oleh roh dan jiwa Tuan Menir.” Ucap Arjo lagi.

Sanah menatap suaminya, matanya mulai berkaca-kaca. "Kenapa mereka pilih kita, Kang ? Kenapa anak kita?"

Arjo menatap mereka berdua, wajahnya seperti hanya menyisakan sedikit harapan. “Karena kalian pasangan kekasih yang sudah lama tinggal di loji ini. Rencana pernikahan kalian merupakan kesempatan Nyi Kodasih untuk menggunakan kalian berdua agar niat utamanya tercapai...”

Tiba tiba ruang tengah itu menjadi gelap gulita, padahal di luar matahari mulai meninggi.

Dari luar, angin mendesir keras, membawa serta suara-suara asing yang tak bisa dijelaskan. Seperti bisikan, tapi juga seperti ratapan.

Sanah memekik pelan. Perutnya terasa sakit melilit. Pardi refleks semakin erat memeluk tubuh istrinya, melindunginya.

Mbok Piyah semakin kencang menggumamkan doa doa. Pak Karto kaget dan terhuyung akan jatuh ke anglo kecil yang masih menyala.

Arjo mengambil lagi kemenyan dari dalam tas kulit tuanya. “Ritual harus dimulai... Kita tak bisa mundur lagi." ucap Arjo sambil menyalakan lagi kemenyan di anglo kecil.

---

Ruang tengah loji diubah menjadi lingkaran ritual. Garam ditabur di sekeliling tubuh Nyi Kodasih. Di tengah lingkaran, kendi pemanggil diletakkan , kini tampak lebih tua, lebih gelap... dan berdenyut seperti jantung.

Arjo memejamkan mata. Tangannya bergerak cepat membentuk mudra. Suara gumaman mantra mengalun seperti nyanyian dari masa silam.

Sanah, diminta duduk di sebelah kendi. Tangannya diletakkan di atas perutnya yang datar, dan masih terasa sakit melilit.

"Apa pun yang terjadi... jangan lepaskan tanganmu dari perutmu. Lindungi rahimmu. Dengan jiwamu kalau perlu," bisik Arjo.

Angin dingin menyelinap masuk meski semua jendela tertutup.

Dan dari kendi... asap kelabu hitam mulai keluar perlahan. Membentuk sosok yang tidak jelas.

"Kalian berani melawanku?"

Arjo membuka matanya, kini tampak lebih tua, seperti dibebani energi ratusan tahun.

"Kau tak bisa lahir kembali, Tuan. Karena tubuhmu bukan lagi bagian dari dunia ini. Dan darah Sanah... bukan darah pengkhianat."

"Aku... punya hak! Kodasih milikku!"

Arjo melempar cairan dari botol kecil ke kendi. Asap menjerit , bukan suara manusia, bukan pula binatang. Telinga Sanah berdenging, mulut meringis kedua tangan memegangi perut nya. Pardi menjerit memegangi kepalanya.

Mbok Piyah dan Pak Karto terus menggumamkan doa doa ..

Kendi retak!

Dan tubuh Nyi Kodasih terangkat sedikit ke udara, matanya terbuka, matanya putih semua.

"Kembalikan aku! Kembalikan aku!!!"

Arjo mengangkat tangan terakhirnya, membaca mantra pamungkas.

"Aku panggil tanah. Aku panggil air. Aku panggil jiwa-jiwa penjaga loji ini. Tarik kembali yang tak seharusnya tinggal."

Tiba-tiba, suara gong terdengar dari luar loji. Hening seketika.

Dan kendi... pecah.

Asap kelabu hitam itu menguik sekali terakhir, sebelum menghilang ke lantai ubin kelabu , menyusup entah ke mana.

Tubuh Nyi Kodasih jatuh kembali ke lantai. Nafasnya berat, tapi wajahnya... kembali manusia. Pucat, tapi damai.

Arjo menunduk, keringat membasahi wajahnya.

Sanah menangis sambil memeluk Pardi. Perutnya kembali normal tidak sakit melilit. Tenang. Seperti terselamatkan dari sesuatu yang tak terlihat.

Suasana loji meskipun sudah kembali terang namun seperti kehilangan suara. Bahkan jangkrik pun seolah ikut menahan napas.

Hanya suara angin lembut dari sela-sela jendela kayu yang terdengar, menyapu debu ritual yang masih mengepul di udara.

Pardi duduk terkulai di samping Sanah, masih menahan napas seperti habis lari marathon melintasi sawah. Ia memandang Arjo yang kini duduk menyender di dinding, napasnya ngos-ngosan, rambutnya acak-acakan.

Mbok Piyah terlihat lega, “Alhamdulillah...” kedua telapak tangan Mbok Piyah membasuh mukanya.. dan dia segara bangkit berdiri.. dan melangkah cepat menuju ke dapur.

Beberapa menit kemudian..

Mbok Piyah mendekat sambil membawa kendi kecil berisi air kelapa dan jahe. “Ini dulu, Jo. Mukamu kok kayak habis dikejar buto ijo.”

Semua menoleh menatap kendi yang dibawa oleh Mbok Piyah..

“Ini kendi biasa, aku beli di pasar untuk temlat air minum.” Ucap Mbok Piyah sambil mengulurkan kendi pada Arjo.

Arjo menerima kendi itu, meneguk cepat, lalu tersedak.

“Huh—! Wah, Mbok... ini air kelapa campur minyak gosok ya?”

Mbok Piyah hanya mesem, “Campur sedikit. Biar hangat. Biar tidak kesambet lagi.”

Semua yang mendengarnya, bahkan Pak Karto yang tadi sempat panik sampai hampir jatuh ke anglo, tertawa pelan. Tawa kecil yang melegakan setelah ketegangan panjang.

Sanah menyandarkan kepalanya di bahu Pardi. “Untung ya Kang kita selamat.. rahimku juga selamat anak kita kelak selamat..”

Pardi menoleh cepat. “Kita belum buat saja sudah serem begini ya Nah.. tadi malam kan kita terus tidur karena capek dan takut mantera mantera.”

Sanah menepuk lengan suaminya. “Pokoknya mulai besok kamu yang bangun duluan dan temani aku keluar kamar. Aku sudah cukup kapok.. ”

Arjo, yang sudah mulai pulih, memandang mereka. Senyumnya tipis, lelah, tapi hangat.

“Syukurlah kalian belum sempat minum air kendi itu. Kalau tidak... mungkin anak kalian kelak kalau lahir langsung bisa Bahasa Belanda dan minta dibelikan perkebunan kopi.”

Pardi mengangkat alis. “Kalau bisa bahasa Belanda sih bagus, Jo. Tapi kalau minta dibangunkan loji baru... itu baru masalah.”

Mereka tertawa lagi, dan kali ini tawa itu benar-benar lepas. Walau rasa dingin dari dunia gaib belum benar-benar hilang, tapi ikatan telah terputus. Untuk sementara... mereka aman.

Sementara itu di atas tikar pandan..

Nyi Kodasih mulai membuka mata. Tatapannya bingung, seperti baru terbangun dari tidur panjang. Ia menatap sekeliling, lalu bergumam lirih:

"Sudah... selesai?"

Arjo mengangguk. “Sudah, Nyi. Tapi jangan pernah lagi mengusik dan membuat dia marah. Dunia dia bukan tempat untuk cinta yang memaksa.”

Nyi Kodasih hanya menetes air mata nya..

Mbok Piyah menghela napas sambil meletakkan sapu lidi. “ Iya Nyi.. jangan lagi berpikir atau berniat untuk kawin lagi.”

“Ngeri Nyi, untung masih ada Arjo di dusun ini. Kalau Arjo juga sudah pergi dari dusun ini, repot.. ” ucap Mbok Piyah lagi.. Air mata Nyi Kodasih menetes semakin deras..

.... bersambung

Catatan ..

Mudra: gerakan tangan atau posisi jari yang bersifat simbolis, spiritual, dan ritualistik, yang berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti "segel" atau "lambang

1
Nur Bahagia
dan inilah awal mula Kodasih nantinya menjadi jahad.. sayang sekali 😔
Nur Bahagia
nah kannn bener aku 🤭
Nur Bahagia
kang Pono nih kayaknya yg bakal di jadiin tumbal
Nur Bahagia
sebenarnya sedih dan kasian kalo liat kehidupan Kodasih sekarang dan pas udah tua nya saat dipenjara.. tp kehidupan nya diantara dua waktu itu sayangnya penuh dgn perbuatan jahatnya 🤨
Nur Bahagia
Arjo muda udah keliatan kalo dia punya kelebihan
Nur Bahagia
keren ih aku suka cerita dgn latar tempoe doeloe begini.. penggambaran suasana rumah, orang2 nya detail banget.. jadi bisa ngebayangin suasana masa lampau 🥰
Nur Bahagia
ada cerutu nya tuan menir 🤭
Nur Bahagia
tuan menir mu udah jadi hantu itu kayaknya Sih
Nur Bahagia
tumben nggak pake Clapp 😅
Arias Binerkah: biar ga bosen Kak 🙈🙈🙈
total 1 replies
YuniSetyowati 1999
Pertondo opo maneh to ki?
YuniSetyowati 1999
Dalem banget ini Mak othor maknanya.
‎"Dalam setiap kendi air yg dibawa nyi Kodasih, selalu ada daun Bidara dan bunga kantil"
‎Dimulai dari kendi yg berisi air yg menyimbolkan kesederhanaan, kerendahan hati dan tidak sombong.Air didalam kendi ~ tetap tenang jaga keseimbangan.Air menyimbolkan kejernihan.Pembersihan diri dari aura negatif.Daun bidara sendiri sebagai simbol kesabaran, kemurnian, perlindungan dan kesederhanaan.Sering digunakan untuk acara keagamaan dan spiritual untuk memohon perlindungan, keselamatan dan keberkahan kepada sang pencipta.Bunga kantil sendiri menyimbolkan kesetiaan, kemesraan, kedekatan hati (kantilaning ati), hubungan erat walau berbeda alam, serta usaha dan ketundukan pada Tuhan (kanti laku).
YuniSetyowati 1999
"Nyi Pangruwating" bagus juga lho julukan ini.
Pangruwat - Pemelihara
Pangruwating - Seorang pemelihara/perawat/bisa juga diartikan penjaga kebaikan.
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
aseekkkk ada cerita wind wind sendiri.. yeaaaayyy 🥳🥳🥳😚😚
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ: ookeeeh Ceu /Ok/😍
total 5 replies
≛⃝⃕|ℙ$°Siti Hindun§𝆺𝅥⃝©☆⃝𝗧ꋬꋊ
Ceritanya seru, juga menegangkan. Yg kepo yuk buruan dibaca, dijamin gak akan kecewa🥰
Arias Binerkah: 🤗🤗🤗🤗🤗🥰🥰🥰🥰🥰
total 3 replies
≛⃝⃕|ℙ$°Siti Hindun§𝆺𝅥⃝©☆⃝𝗧ꋬꋊ
Eh, tamat ini mbak?
Arias Binerkah: ♥️♥️♥️♥️♥️
total 3 replies
Its just a lunch
tamat ini thor?? ceyius??
Arias Binerkah: tamat sesi 1 Kak, karena era berubah di era kemerdekaan saran editor dipisah
total 1 replies
💜⃞⃟𝓛 ☘𝓡𝓳❤️⃟Wᵃf•§͜¢•🍒⃞⃟🦅
hore ada windy lagi
Ai Emy Ningrum: haok iki opo 🤔 aku tau'e yaa hoak gess
total 7 replies
💜⃞⃟𝓛 ☘𝓡𝓳❤️⃟Wᵃf•§͜¢•🍒⃞⃟🦅
lhaa gono yoo yyoo wis lah sih saiki arep kpiye maneh jal
Its just a lunch
kak othor bonusin visual nyi kodasih yg sekarang donk,atau before-after nya😄,bagus kak karyamu...aku berasa di ajak kembali ke masa lalu negri ini...💪
Ai Emy Ningrum: iya jg 🤔🤔🤔 nti ga sesuai ekspektasi 😌 kuciwa jd nya
total 2 replies
💜⃞⃟𝓛 ☘𝓡𝓳❤️⃟Wᵃf•§͜¢•🍒⃞⃟🦅
hayooo iye rasne jall
💜⃞⃟𝓛 ☘𝓡𝓳❤️⃟Wᵃf•§͜¢•🍒⃞⃟🦅: yaa kena dd pula 🤭🤭🤣🤣
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!