Menjadi seorang Guru adalah panggilan hati. Dengan gaji yang tak banyak, tetapi banyak amanah. Itulah pilihan seorang gadis bernama Diajeng Rahayu. Putri dari seorang pedagang batik di pasar Klewer, dan lahir dari rahim seorang ibu yang kala itu berprofesi sebagai sinden, di sebuah komunitas karawitan.
Dari perjalanannya menjadi seorang guru bahasa Jawa, Diajeng dipertemukan dengan seorang murid yang cukup berkesan baginya. Hingga di suatu ketika, Diajeng dipertemukan kembali dengan muridnya, dengan penampilan yang berbeda, dengan suasana hati yang berbeda pula, di acara pernikahan mantan kekasih Diajeng.
Bagaimana perjalanan cinta Diajeng? Mari kita ikuti cerita karya Dede Dewi kali ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dede Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bu Guruku Baik 2
Setelah menjadi pembina upacara, Diajeng menuruti kemauan anak-anak didiknya yang masuk kategori gen Z untuk foto bersama. Mereka bilang, bu Ajeng adalah guru terbaik yang pernah mereka kenal.
"Bu Ajeng, minta foto dulu dong." kata Nagita, muridnya kelas Duabelas. Beserta teman-temannya dengan gaya manyun, cemberut, dan lainnya hingga mengajak Diajeng buat konten segala.
Setelah menuruti beberapa muridnya, Diajeng melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan, tandanya mereka harus masuk kelas untuk memulai mata pelajaran.
"Selamat pagi anak-anak." sapa Diajeng setelah sampai di kelas sebelas IPS 3, tahun ini anak-anak kelas Sebelas IPS 3 tergolong anak-anak yang jinak.
'Jinak'...seketika ingatan Diajeng kembali ke masa sepuluh tahun silam, saat dia masih mengenakan jas Almamater, dan Adnan sebagai guru pamongnya.
"Selamat pagi bu..."
"Hari ini, kita akan mulai untuk mempelajari aksara jawa murdha. Bisa dibuka KBJ nya ya, yang tidak punya, bisa gabung temannya dulu." kata Diajeng memulai pelajaran.
Di waktu jam istirahat, tepatnya sebelum menunaikan sholat dzuhur, ada seorang siswi mendekati meja kerjanya.
"Assalamu'alaikum bu Ajeng." sapanya lembut.
"Wa'alaikumussalam. Eh, Nala. Ada apa La?" tanya Diajeng ramah.
"Ayo duduk dulu." ajak Diajeng sambil menarik kursinya untuk dia duduki.
"Ehm, mbak ini, saya sepertinya tidak asing ya?" lanjut Diajeng saat sudah mendaratkan bokongnya di kursi kebesarannya, dan menoleh kepada gadis berhijab lebar di sebelah Nala.
"Iya bu, saya Nisa. Adiknya mas Raka. Kemarin kita abis ketemu di acara pernikahannya mas Adnan." jawab gadis manis itu.
"Oh iya, pantesan... saya kaya ga asing. Silakan duduk mbak." kata Diajeng ramah.
"Ada apa nih, La? Ada yang bisa ibu bantu?" tanya Diajeng.
"Ehm, begini bu..." Nala memulai berbicara, tetapi dia menoleh ke arah Nisa lagi, dan dianggukan Nisa.
"Jadi begini bu, kami anak-anak Rohis 'kan banyak yang ikut aktif di sebuah komunitas di luar sekolah, salah satunya Komunitas Peduli Remaja, dan bagian keputriannya di pimpin oleh mbah Nisa ini. Nah, kebetulan komunitas kami ingin mengadakan kajian khusus wanita yang membahas tentang reproduksi wanita bu. Karena meteri ini cukup sensitif, rasanya kurang enak jika mengadakan disembarang tempat. Jadi, kami rasa, masjid di sekolahan kita ini menjadi target kami untik menjadi lokasi kajiannya bu. Karena pak Adnan masih cuti, makannya kami ijin kepada bu Ajeng." jeals Nala.
"Ehm...begitu? Ya...boleh aja. Selama untuk hal kebaikan tidak masalah Nala." jawab Diajeng tenang.
"Target jumlah pesertanya berapa La?"
"Sekitar 250 orang bu. Berasal dari perwakilan beberapa SMA, dan SMP sederajat di kota ini." jawab Nala.
"Lalu, untuk pembicaranya bagaimana?" tanya Diajeng lagi.
"Alhamdulillah bisa bu, namanya Ustadzah Nur Hamidah, beliau dokter Obygyn perempuan."
"Oh, ya boleh banget tuh, saya juga jadi tertarik untuk ikutan." jawab Diajeng antusias.
"Bu Ajeng juga kalau bisa, kami minta untuk sambutan bu. Bisa tidak bu?" tanya Nala ragu.
"InshaaAllah, nanti saya usahakan ya." jawab Diajeng.
"Oya, untuk rencana pembiayaannya bagaimana?" tanya Diajeng.
"InshaaAllah nanti kami akan mencari donatur dan sponsor bu." jawab Nisa.
"Oh, ya bagus itu. Nanti kalau proposalnya judah jadi, kamu bisa ajukan ke bagian keuangan ya La, minta suntikan biaya untik kesuksesan acara tersebut." kata Diajeng mengarahkan.
"Baik bu."
"Ehm, ya sudah bu, kalau begitu kami permisi dulu." kata Nala.
"Sudah?"
"Sudah bu, sudah cukup."
"Baiklah... Eh, Nala, coba sini bentar." kata Diajeng sambil membuka dompetnya di laci mejanya.
"Ini buat bikin proposal, sama buat beli konsumsi panitia pas persiapan nanti ya." kata Diajeng sambil menyerahkan tiga lembar uang berwarna merah kepada Nala.
"Ga usah bu." tolak Nisa.
"Gapapa. Cuma dikit kok." kata Diajeng setengah memaksa.
"Sssttt, daripada ribut, udah ini dibawa ya."kata Diajeng menyodorkan uangnya.
Akhirnya Nala terima juga dengan dorongan dari Nisa.
"Oya mbak Nisa."
"Ya bu?"
"Saya nitip salam buat ibu ya." kata Diajeng.
"Baik bu, InshaaAllah nanti saya sampakan."
"Terimakasih ya La, sudah mau menemani saya."
"Iya mbak, sama sama."
"Be te we, bu Guru Ajeng, Baik ya La." kata Nisa.
"Memang mbak, bu Ajeng adalah guru terbaik kami." jawab Nala bangga.