seorang kakek yang awalnya di hina, namun mendapat kesaktian
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
Hera mengintip dari balik pintu belakang rumahnya, dia terus mengamati setiap gerak Kakek Surya yang baru saja beranjak ke dalam kos, setelah Ratna balik ke kamar kosnya sendiri. Rasa penasaran dan kesal berbaur menjadi satu.
Tiba-tiba, suasana hening terpecah oleh teriakan seorang lelaki yang memanggil dari arah teras rumah,
"Sayang, buka pintunya dong, Sayang! Sayang!" seru lelaki tersebut tanpa henti, membuyarkan pikiran Hera.
Dengan langkah yang berat dan raut wajah yang tampak kesal, karena Hera tahu pasti suara itu milik Pak Bambang, suami yang tak diakui statusnya itu.
Pak Bambang, seorang pebisnis kaya raya yang telah memanjakan Hera dengan hadiah kos-kosan ini, tempat dimana Hera mencoba menata kehidupannya sebagai istri kedua, lebih tepatnya sih cuma pasangan selingkuh. Semua itu cuma tentang kebaikan Pak Bambang. Hera melangkah pergi dari tempat persembunyiannya, menyibak kekesalan di wajahnya, dan akhirnya membuka pintu untuk lelaki yang mengklaim sebagai suaminya itu.
Begitu pintu terbuka, sosok lelaki bertubuh tambun yang usianya jauh melampaui Hera namun belum menyentuh usia kakek Surya muncul di depan mata Hera, ada senyum terukir di bibir lelaki berperut buncit itu.
"Apa mas tidak sibuk? Kok bisa sempat-sempatnya datang ke sini?" tanya Hera sedikit tersenyum, namun seperti dipaksakan.
"Aku merindukanmu sayang, apa sayang tak kangen?." ucap Pak Bambang seraya langkahnya terus melaju, lalu menutup pintu dengan gerakan tegas.
Begitu memasuki ruangan, tanpa aba-aba, Pak Bambang langsung mau memeluk Hera. Namun, Hera menolak dengan lembut.
"Sayang, hari ini jangan dulu, ya. Aku sedikit lelah dan tidak bersemangat," sambil mendorong tubuh Pak Bambang dengan lembut, saat hendak memeluknya.
"Kamu kenapa sayang, bagaimana kamu akan hamil, kalau kamu menolak terus begini? Bahkan sudah beberapa hari kamu tak mau melayaniku. Bahkan terakhir kali kita bersama itu mungkin sebulan yang lalu," ucap Pak Bambang, suaranya bergetar, lalu melangkah menjauh dan duduk di sofa.
Hera menarik napas dalam, mengikuti langkahnya dan duduk di sisi sofa yang berbeda,
"Mengertilah sayang, aku hanya lelah hari ini. Apa aku harus melayani kamu dengan setengah hati, mau?" Jawab Hera.
Lalu Pak Bambang menatap Hera dengan tatapan yang menusuk,
"Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi?" ucap Pak Bambang datar.
Hera hanya bisa menundukkan kepala, merasa dilema antara kelelahan dan kekhawatiran akan perasaan Pak Bambang. Di dalam ruang tengah yang kian terasa pengap, masing-masing tenggelam dalam keheningan yang menyesakkan.
“Bukan hanya lelah, Mas, tapi hari ini rasanya segalanya melelahkan, mas minta dulu Mbak Yuli untuk melayani, aku rela kok Mas.” jawab Hera, saat berbicara dengan sedikit napas yang tersengal-sengal, wajahnya letih memaparkan semua kelelahan dari beres-beres dan menyapu halaman yang belum selesai.
"Ah Yuli, aku malas sama dia, dia tak bisa memuaskan aku, apa kamu cemburu?." ucap Pak Bambang, sambil mengelus tangan mulus Hera.
“Bukan begitu Mas, aku hanya capek, juga sedikit malas, apa Mas tahu, bahkan untuk masak pun aku tak punya tenaga. Tadi hanya membeli dari warung seberang saja. Mengertilah sayang…” ucap Hera dengan mendesah manja.
Mendapat rayuan Hera begitu, langsung emosi Pak Bambang runtuh.
“Sayang, apa tidak sebaiknya, kalau aku cari orang pembantu, untuk membersihkan dan menyapu halaman belakang?, juga bantu-bantu sayang.” ucap Pak Bambang memelas.
Hera memandang suaminya dengan tatapan yang mendalam, lalu mendekapnya erat.
“Mas memang selalu tahu cara membahagiakan hatiku. Tapi hari ini, biarlah aku beristirahat dulu, ya Mas?”
Sambil membalas pelukan, Pak Bambang berkata,
“Tolong Mah, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Ketika aku kembali, aku ingin kamu melayaniku dengan sepenuh hati.” pinta Pak Bambang.
"Iya sayang… nanti Mas datang, aku pasti melayani Mas." jawab Hera mendesah.
“Kamu selalu berkata begitu setiap kali datang Mas ke sini. Namun, nyatanya, setiap kali aku selalu mendapati kamu dalam keadaan lelah.” ucap Pak Bambang.
“Maafkan aku Mas, aku tahu Mas orang yang paling pengertian, paling baik deh” jawab Hera, suaranya lembut namun ada rasa kesal tersembunyi di dalamnya.
“Kita sudah bersama begitu lama, bahkan aku rela meninggalkan suamiku demi kamu. Apa lagi yang perlu aku buktikan?” lanjut Hera.
“Ya sudah sayang, jangan bicara tentang itu lagi,” ucap Pak Bambang menghela napas, menyembunyikan kekecewaannya di balik raut wajah yang berusaha tetap tenang.
"Mas, ngomong-ngomong. Kemarin aku lihat mesin cuci murah di TV, apa Mas tak mau membelikan aku? Aku juga butuh uang Mas…!!!" ucap Hera dengan nada menggoda sambil melingkarkan tangan di leher suaminya, mendesah manja memohon dengan mata berbinar penuh harap.
Pak Bambang mengernyit, tak bisa menyembunyikan kebingungannya.
"Sayang… baru empat hari lalu kan aku berikan kamu lima juta. Sudah habiskah itu semua?" ucap Pak Bambang, sambil mengelus kepala Hera.
Hera mengerucutkan bibirnya,
"Oh uang itu ya Mas, uang lima juta itu, apa sih zaman sekarang? Hanya cukup untuk beli lipstik dan bedak. Aku juga ingin beli pakaian, namun uangnya keburu sudah habis, ludes begitu cepat Mas. Lagian sekarang, mama di kampung minta aku untuk mengirim uang, katanya adikku, adik ipar Mas akan lamaran." ucap Hera.
Kerutan di dahi Pak Bambang semakin dalam, seraya berkata,
"Lantas, berapa lagi uang yang kamu inginkan kali ini?" ucap Pak Bambang.
Dengan manja, Hera menyandarkan kepala di bahu Pak Bambang.
"Seikhlasnya saja, Mas, untuk menambah sedikit dari hasil kos-kosan. Sungguh malu rasanya jika aku mengirim uang sedikit ke kampung." jawab Hera lanjut.
"Sayang, kalau sepuluh juta cukup untuk itu semua, ditambah lagi dari hasil kos-kosan, aku rasa itu lumayan." tanya Pak Bambang.
Hera langsung tersenyum lebar,
"Terima kasih, Mas. Tapi untuk belanja... jelas aku tak punya apa-apa, kalau aku kirim semua." ucapnya.
Pak Bambang menghela napas dalam, dengan keinginan istri sirinya ini. Namun, karena cintanya, membuatnya untuk memenuhi permintaan Hera, yang selalu meminta uang saat Pak Bambang berkunjung ke sini.
"Ya, nanti uang belanja aku akan kasi, tapi kamu harus melayaniku sekarang, sekali saja sayang," pinta Pak Bambang.
"Oh, itu maksud Mas. Jadi tak usah lah Mas. Aku tidak bohong, aku memang sangat lelah, aku mohon pengertian suami gantengku ini," sahut Hera sangat manja.
"Baiklah, tapi kamu harus berjanji, saat aku datang lagi, kamu harus siap melayaniku," jawab Pak Bambang.
"Tentu saja sayang. Mas adalah orang yang paling aku cintai di dunia ini," jawab Hera, raut wajah memelas dan senyum manja tak pernah hilang.
"Mas, saat belanja nanti, aku akan mengajak penghuni kos yang di gudang itu ya," ucap Hera setelah mereka terdiam beberapa saat.
"Mengapa harus mengajak orang lain?" tanya Pak Bambang heran.
"Agar ada yang membantu membawakan belanjaan," jelas Hera.
"Seingatku, kan dia sudah tua, apa mungkin dia bisa membantu?" tanya Pak Bambang.
"Justru karena dia sudah tua, maka aku mengajaknya. Ntar kalau masih muda, apa Mas rela istri cantikmu ini ditemani oleh seorang lelaki muda? Aku takut Mas akan cemburu. Lagipula, sesuai ucapan Mas tadi, untuk mencari orang bersih-bersih di halaman belakang, aku berencana mempekerjakan orang tua itu juga, untuk menyapu di halaman belakang. Orang tua itu kelihatannya cukup telaten, Mas?" ucap Hera, mencari persetujuan dari suaminya.
"Kalau kamu rasa itu bagus, lakukanlah!" jawab Pak Bambang.
"Makasih, Mas," balas Hera, lalu kembali memeluk suaminya.
"Tapi, apa kamu tak risih mengajaknya belanja?" tanya Pak Bambang.
"Ya, terpaksa lah, Mas. Daripada nanti Mas cemburu," jawab Hera.
Pak Bambang hanya mengangguk sambil tersenyum bangga.
Sore ini, Kakek Surya baru saja kembali dari makan di warung Bu Eti, sambil tangannya memegang gelas plastik berisi kopi.
Kakek-kakek pencari rumput ini kemudian duduk di teras kos-kosannya, menikmati suasana sore ditemani segelas kopi, sambil sesekali melihat ke arah kos Ratna yang tampak sepi.
Sedangkan, di kos-kosan Aulia, terlihat Aulia sedang sibuk mengajak Dion bermain. Kakek Surya merasa kangen pada sosok Dion, namun sekarang dirinya sudah pindah kos dan cukup jauh, pastinya Dion tak bisa melihatnya.
Saat Kakek Surya terus melihat ke arah Dion dan Aulia, tiba-tiba dia dikagetkan dengan suara pintu kos-kosan yang terbuka di sampingnya.
" kretz,,, "
Bersambung.....