Widowati perempuan cantik yang baru saja melahirkan bayinya yang mati. Langsung dicerai oleh Aditya suaminya, karena dianggap tidak bisa menjaga bayi yang sudah dinanti nantinya.
Widowati akhirnya memilih hidup mandiri dengan mengontrak rumah kecil di pinggir sungai, yang konon kabar beritanya banyak makluk makluk gaib di sepanjang sungai itu.
Di suatu hari, di rumah kontrakannya didapati dua bayi merah. Bayi Bayi itu ukuran nya lebih besar dari bayi bayi normal. Bulu bulu di tubuh bayi bayi itu pun lebih lebat dari bayi bayi pada umumnya.
Dan yang lebih mengherankan bayi bayi itu kadang kadang menghilang tidak kasat mata.
Bayi bayi siapa itu? Apakah bayi bayi itu akan membantu Widowati atau menambah masalah Widowati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35.
Setelah Bu Edi kembali ke rumahnya. Wido wati menutup pintu rapat rapat. Tidak lupa pula mengunci pintu tersebut.
“Aku harus lebih menjaga Langit dan Lintang. Apalagi mereka sudah mau sekolah. Meskipun mereka anak anak pintar. Namun namanya anak anak kadang tergoda kalau mendapat iming iming mau diberi sesuatu kesukaannya..” gumam Widowati di dalam hati sambil terus melangkah untuk kembali ke dapur.
“Ma cudah celece, telul na cudah putih putih muyus muyus..” suara imut Lintang saat Widowati masuk ke dapur.
“Tulit na cudah aku buang di tempat campah di lual Ma, tempat campah olganik, buat tompos..” suara imut Langit yang berdiri di depan pintu belakang.
“Wah anak Mama pintar pintar, sekarang cuci tangan ya dulu ya..” ucap Widowati sambil menaruh kelapa parut di waskom.
Dua bocil itu pun mencuci tangan mungil mereka di kran tempat cuci alat dapur yang letaknya rendah.
“Sayang kalian jangan main di luar rumah dulu ya. Kalau kalian melihat orang yang belum dikenal, cepat cepat panggil Mama.” Ucap Widowati yang kedua tangannya masih bekerja sambil menatap kedua bocil yang sedang mencuci tangan tangan mungil mereka.
“Ciap Ma...” suara imut mereka berdua.
“Dan kalau ada orang yang mau memberi apa pun pada kalian jangan mau. Jangan mendekat. Meskipun itu memberi es krim coklat dan strowberi dua kotak.” Ucap Widowati lagi.
“Tenapa Ma, tan enyak Ma es klim na..” saut Langit yang sudah selesai mencuci tangan.
“Orang yang belum kita kenal mungkin orang jahat, dia akan menculik anak anak.. anak anak yang diculik akan dibawa pergi jauh.. Bahkan ada anak anak yang dibunuh, diambil jantung nya, diambil hati nya. Untuk dijual..” ucap Widowati dengan nada serius sambil menatap kedua bocil itu.
“Ih celem Ma...” ucap kedua bocil itu dengan ekspresi wajah imut nya yang begidik. Ujung bibir terangkat ke atas dan kedua mata nya menyipit
“Cadis ya Ma.” Ucap Langit selanjutnya.
“Iya, maka kalian hanya boleh menerima pemberian dari Mama, Bu De Retno dan Pak De Sigit.”
“Besok kalau sudah sekolah tunggu jemputan Mama di dalam kelas. Jangan mau dijemput oleh orang lain.” Pesan Widowati lagi.
Widowati benar benar khawatir jika ada orang yang berniat mengambil Langit dan Lintang. Meskipun itu ibu kandung kedua bocil itu.
🌸🌸🌸
Sementara itu, di lain tempat. Namun masih di dusun Argo Pura. Di rumah mantan Kadus Warman . Lebih tepatnya di kamar Bu Kadus Warman.
Bu Kadus yang sudah dijemput oleh anak anaknya tadi malam. Kini terbaring lemah di atas tempat tidur.
Tubuh Bu Kadus Warman memang lebih kurus. Kulit hitam dan keriput. Karena di tempat Nyi Ratu, dia harus bekerja keras. Bahkan harus bekerja di ladang, juga memasak di dapur dengan kayu bakar.
“Ini Bu, sudah saya buatkan bubur ayam yang lezat.. “ ucap Mbah Surti yang melangkah masuk sambil membawa satu mangkok bubur ayam.
“Terima kasih Mbah. Kamu kerja full di sini ya..” ucap Bu Kadus sambil mengangkat punggung nya.
“Iya Bu, saya kerja full di sini lagi. Kata Mas Rian, suami saya juga biar kerja dan tidur di sini Bu..” ucap Mbah Surti sambil mendekat dan menyerahkan satu mangkok bubur ayam.
“Iya Mbah, kalau tidak kamu temani. Sepi Mbah di sini. Anak anak kerja di luar kota semua. Rian sudah lulus kuliah juga mendapat pekerjaan di luar kota.” Ucap Bu Kadus sambil menerima mangkok bubur ayam.
“Cucu cucu tidak ada yang mau tinggal di sini.” Ucap Bu Kadus lagi. Karena anak pertama dan keduanya sudah berkeluarga dan memiliki anak.
“Coba Bu Kadus dulu tidak membuang si ragil pasti Bu Kadus senang punya teman, punya hiburan.”
“Walah Bu, bocahe ganteng tenan. Lebih ganteng dan gagah dari pada Mas Rian.. dan pinter e pol pol an Bu.. nurut dan rajin membantu Mbak Wiwid Ibu Susunya itu.”
“Yang perempuan juga cantik luar biasa.. Wis yo bejo ne Mbak Wiwid Bu...” ucap Mbah Surti selanjutnya sambil tersenyum lebar.
Bu Kadus yang sedang menyendok bubur ayam, langsung menoleh ke arah Mbah Surti yang masih berdiri sambil tersenyum lebar. Ekspresi wajah Mbah Surti tampak sangat senang karena membayangkan dua bocil yang lucu dan menggemaskan.
“Mereka ada di sini Mbah? masih hidup Mbah? Wajah dan sosok mereka tidak menyeramkan?” tanya Bu Kadus bertubi tubi.
Bu Kadus belum pernah mendengar kabar tentang anak bungsunya yang akan dibunuhnya dulu.
“Iya Bu mereka di sini, hidup sehat dan apik apik bocah e Bu. Dirawat Mbak Wiwid orang komplek di pinggir sungai.” Jawab Mbah Surti sambil menatap Bu Kadus yang kedua mata cekung nya agak melebar.
“Orang yang merawat itu tidak takut?” tanya Bu Kadus lagi.
“Om Wowo malah membantu Mbak Wiwid Bu. Om Wowo sekarang sudah kalem tidak menakut nakut i warga lagi. Mungkin karena sudah punya dua anak Bu, wis ora neko neko, sibuk bekerja untuk menghidupi anak dan Mbak Wiwid.” Ucap Mbah Surti.
“Waktu belum ada Mbak Wiwid di dusun ini, kasihan dua anak itu Bu.. Banyak warga yang mendengar suara tangisan bayi bayi..” Ucap Mbah Surti lagi.
“Di mana Mbah?”
“Dulu berpindah pindah Bu. Di proyek Puri Argo Nirmala juga pernah. Kata almarhum Tugiyo, katanya di kamar Bu Kadus ini juga ada suara tangisan bayi bayi. Tapi Tugiyo lihat tidak ada bayi bayi. Di sungai Bu, kata orang orang yang sering terdengar suara tangisan bayi bayi..”
“Mungkin saat itu Om Wowo bingung untuk menaruh anak anak nya.. Tapi setelah ada Mbak Wiwid bayi bayi itu ayem, anteng. Om Wowo juga kalem.” ucap Mbah Surti lagi.
Sesaat Bu Kadus menatap wajah Mbah Surti dengan tajam dan ekspresi wajah yang sangat serius.
“Mbah Aku ingin melihat mereka. Tolong antar aku ya.” Ucap Bu Kadus dengan nada yang sangat serius.
“Iya Bu, nanti saya antar. Dulu saya juga menengok saat mereka masih bayi. Mbak Wiwid sangat baik dan sangat ramah kok Bu..” ucap Mbah Surti penuh semangat.
“Kalau begitu sekarang kita ke sana Mbah.” Ucap Bu Kadus lebih semangat, karena dia begitu penasaran untuk melihat wujud anak dan keponakan nya.
“Nanti agak siangan saja Bu. Kalau pagi Mbak Wiwid masih repot, dia kan buka usaha catering Bu, banyak yang pesan masakannya karena enak dan murah.” Ucap Mbah Surti.
...
Apa Wiwid mau menerima kedatangan mereka ya?
Cihuuyy
jgn lagi nacal ya pegen di usir lagi sama bu mandor yaaa
jdgm ya om kasiham dehg apa jngan2 si om mau merasuki tubuh denis secara kan persis lho
om mahh ngalah napa
hadeh secara oplek ketiolek deh sm om wowo mukan ya hahaaaaa