Setelah hubungannya tidak mendapat kejelasan dari sang kekasih. Kapten Prayoda, memutuskan untuk menyerah. Ia berlalu dengan kecewa. Empat tahun menunggu, hanyalah kekosongan yang ia dapatkan.
Lantas, ke dermaga mana akan ia labuhkan cinta yang selama ini sudah berusaha ia simpan dengan setia untuk sang kekasih yang lebih memilih karir.
Dalam pikiran yang kalut, Kapten Yoda tidak sengaja menciprat genangan air di bahu jalan pada seorang gadis yang sedang memarkirkan motornya di sana.
"Sialan," umpatnya. Ketika menoleh, gadis itu mendapati seorang pria dewasa tampan dan gagah bertubuh atletis memakai baret hijau, berdiri resah dan bersalah. Gadis itu melotot tidak senang.
Pertemuan tidak sengaja itu membuat hari-hari Kapten Prayoda tidak biasa, sebab bayang-bayang gadis itu selalu muncul di kepalanya.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Ikuti juga ya FB Lina Zascia Amandia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Antara Kecewa, Penyesalan, dan Bayangan Ancaman
Sejak pagi Amira sudah menunggu hari ini dengan penuh semangat. Setelah obrolannya bersama Iqbal kemarin sore, hatinya semakin mantap untuk mengajak Yoda datang ke rumah. Ia ingin hubungan mereka semakin jelas di hadapan keluarga. Tidak ada lagi rahasia, tidak ada lagi rasa canggung.
Di meja belajarnya, Amira tidak sadar mencoret-coret buku catatannya, sambil sesekali tersenyum sendiri. "Nanti sore, sepulang kuliah, aku ajak Kak Yoda datang ke rumah. Biar Ayah dan Bunda bisa nanya tentang keseriusannya."
Bayangan itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Membayangkan tatapan hangat Yoda di ruang tamu rumahnya, memperkenalkan diri dengan sopan, lalu berbicara penuh wibawa kepada orang tuanya.
Namun siang itu, saat baru selesai kelas terakhir, ponselnya bergetar. Ada pesan WhatsApp masuk, dari Yoda.
"Amira Sayang, maaf banget. Aku nggak bisa jemput kamu sore ini. Mendadak ada perintah tugas keluar kota sama Komandan. Aku baru dikasih tahu sekarang. Nanti malam aku kabari lagi, ya."
Amira membaca pesan itu berulang kali. Senyumnya hilang seketika, dia sedih.
"Ya Allah, padahal aku sudah berharap banget hari ini bisa mengajak Kak Yoda bertemu Ayah dan Bunda," gumamnya lirih penuh kekecewaan.
Dan parahnya lagi, pagi tadi Amira memang sengaja tidak membawa motor. Karena sudah yakin Yoda akan menjemput. Akibatnya, ia harus pulang naik angkot.
Dengan langkah gontai, Amira berjalan menuju gerbang kampus. Terik matahari menusuk, debu jalanan membuatnya terbatuk kecil. Ia menghela napas berat, mencoba menerima keadaan.
Amira tiba di halte untuk mencegat angkot. Namun, belum sempat ia melambaikan tangan ke arah angkot yang lewat, sebuah mobil melaju pelan lalu berhenti tepat di sampingnya. Kaca mobil diturunkan.
"Amira, kamu nunggu angkot mau pulang, ya? Ayo, masuk. Kebetulan aku lewat sini." Suara itu sudah akrab terdengar di telinga Amira.
Amira terperanjat. "Kak Iqbal?"
Iqbal tersenyum kecil meski matanya terlihat lelah, seragam dinasnya masih rapi. "Iya. Aku baru pulang pengamanan demonstrasi. Kebetulan lewat sini. Kamu mau pulang kan? Naiklah, biar aku antar." Iqbal mengulang ajakannya dengan tatap mata yang berharap.
Amira sempat ragu. "Eh, nggak usah deh, Kak. Amira bisa naik angkot."
Iqbal menggeleng, lalu berkata lagi dengan nada tegas. "Nggak, biar aku yang antar. Bahaya kalau kamu sendirian di jalan panas begini."
Amira berpikir sejenak, lalu akhirnya mengangguk juga. Ia tidak mau memperpanjang perdebatan.
Mobil melaju pelan meninggalkan area kampus. Keheningan terjadi diantara mereka, hanya suara pendingin udara yang terdengar. Iqbal sesekali melirik Amira, sementara gadis itu sibuk memainkan ponselnya.
"Amira, sebenarnya aku, masih ingin bicara," ucap Iqbal mengawali percakapan.
Amira menoleh. "Bicara apa, Kak?"
Iqbal menarik napas dalam. "Aku tahu kamu sudah memilih om tentara itu. Tapi, bolehkah aku sekadar menebus kesalahanku? Satu kali saja, biar aku merasa lega."
Amira terdiam. Ada nada tulus di balik suara itu. "Maksud Kak Iqbal?"
"Aku ingin traktir kamu makan. Di kafe Stroberi. Hanya sebentar. Setelah itu aku langsung antar kamu pulang," pinta Iqbal dengan wajah memohon.
Amira sebenarnya ingin menolak. Tapi melihat sorot mata Iqbal yang sungguh-sungguh, ia akhirnya mengangguk pelan. "Baik, tapi sebentar, ya?"
Iqbal mengangguk, di bibirnya terselip senyuman yang menandakan betapa ia gembira.
Mobil Iqbal sudah tiba di kafe Stroberi, yang ternyata ramai sore itu. Dekorasinya didominasi warna merah stroberi, penuh ornamen manis, dan di pintu masuk terdapat patung buah stroberi kiri dan kanan. Untungnya mereka masih kebagian meja kosong. Mereka mendapat meja di sudut yang cukup tenang.
Pelayan datang membawa daftar menu. Amira menatap daftar itu sebentar, lalu menutupnya cepat.
"Aku pesan chicken steak sama jus jeruk aja," katanya singkat.
Iqbal melongo sejenak. "Cuma itu?" tanyanya sedikit heran.
"Iya. Kenapa?" Amira balik bertanya polos.
Iqbal tercekat. Ingatannya langsung kembali ke masa lalu, ketika Amira bisa memesan tiga sampai empat menu sekaligus, bahkan makan dengan lahap dan cepat. Dulu, ia sempat menganggap itu memalukan. Tapi kini, ia justru merindukan sisi Amira yang apa adanya itu.
"Oh, nggak apa-apa. Beneran kamu hanya pesan itu saja?" ucap Iqbal belum yakin.
"Beneran. Aku hanya pesan ini saja."
"Kenapa? Tumben? Padahal kalau mau pesan lagi, itu tidak apa-apa," balas Iqbal, kali ini terdengar tulus.
Amira hanya tersenyum simpul. "Nggak. Aku nggak mau bikin Kak Iqbal risih lagi. Lagipula, ini sudah cukup kok."
Perkataan itu menusuk hati Iqbal. Ia merasa seperti ditampar.
Makanan datang, Amira makan dengan perlahan, tenang, tidak terburu-buru seperti biasanya. Gerakannya anggun, nyaris berbeda seratus delapan puluh derajat dari kebiasaannya dulu.
Iqbal menatap lama, hatinya makin perih. "Ternyata Amira bisa juga makan dengan anggun dan tidak buru-buru seperti ini. Kenapa aku kemarin justru memperlihatkan sikap yang risih sehingga membuat Amira tersinggung?" batin Iqbal penuh sesal.
Amira menoleh heran. "Kak Iqbal, kenapa? Kok natap aku begitu? Heran ya, melihat aku makannya seperti ini? Aku memang terbiasa makan cepat Kak. Tapi, kali ini berhubung sedang jalan sama Kak Iqbal, aku berusaha makan dengan sedikit pelan. Itu semua karena tidak ingin membuat Kak Iqbal risih," terang Amira.
Iqbal terdiam. Kata-kata itu seperti belati yang menusuk dada. Ia sadar betapa sempit hatinya dulu, sampai tidak bisa menerima gadis yang sebenarnya hanya butuh diterima apa adanya.
"Amira, aku… aku benar-benar menyesal," Suara Iqbal serak. "Kalau saja aku bisa mengulang, aku nggak akan pernah mempermasalahkan kebiasaanmu. Kamu jauh lebih berharga dari sekadar cara makan."
Amira tersenyum tipis. "Sudah, Kak. Jangan disesali lagi. Amira bahagia sekarang. Semoga Kak Iqbal juga bisa bahagia."
Tanpa mereka sadari, di meja pojok kafe, seorang wanita berambut panjang rapi duduk sendiri sambil memainkan sendok kecil di cangkir kopinya. Matanya tajam, penuh sinis, mengamati kedua sosok itu. Dia dokter Serelia.
Senyum miring muncul di bibirnya. Ia sudah lama menunggu kesempatan seperti ini.
"Beruntung sekali aku menemukan moment indah ini yang nanti bakal berubah menjadi moment haru," gumamnya bahagia.
Kemudian, ia meraih ponselnya, membuka aplikasi kamera, lalu diam-diam mengabadikan momen Amira dan Iqbal yang sedang duduk berhadapan. Senyum puas mengembang. "Bukti ini cukup. Nanti aku laporkan pada Yoda. Biar dia tahu kalau gadis yang dia banggakan ternyata juga masih bersama pria lain."
Serelia mengaduk kopinya pelan, tapi matanya tetap mengawasi. Ada kepuasan tersendiri melihat kemungkinan retaknya hubungan orang lain, terlebih orang yang pernah menjadi bagian dari masa lalunya.
"Permainan baru saja dimulai," gumamnya dingin.
Sementara itu, Amira dan Iqbal sama sekali tidak menyadari ada sepasang mata yang sedang mengawasi mereka. Bagi Amira, pertemuan ini hanyalah bentuk penghormatan terakhir pada seseorang yang pernah hadir di hidupnya. Bagi Iqbal, ini kesempatan untuk menebus penyesalan meski terlambat.
Yang masih punya vote, jangan lupa kasih votenya di sini ya. Terimakasih. 🥰🥰🥰
semoga amira yoda lolos babak 40🤲🤲🤲🤲🤲
Semoga dokter Serelia gak buat ulah ya 😡🙏🏻
bisa bahaya