Mei Lan, seorang gadis cantik dan berbakat, telah hidup dalam bayang-bayang saudari kembarnya yang selalu menjadi favorit orang tua mereka. Perlakuan pilih kasih ini membuat Mei Lan merasa tidak berharga dan putus asa. Namun, hidupnya berubah drastis ketika dia mengorbankan dirinya dalam sebuah kecelakaan bus untuk menyelamatkan penumpang lain. Bukannya menuju alam baka, Mei Lan malah terlempar ke zaman kuno dan menjadi putri kesayangan di keluarga tersebut.
Di zaman kuno, Mei Lan menemukan kehidupan baru sebagai putri yang disayang. Namun, yang membuatnya terkejut adalah gelang peninggalan kakeknya yang memiliki ruang ajaib. Apa yang akan dilakukan Mei Lan? Yuk kita ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian Masa Depan
Suasana di Paviliun milik Mei perlahan mencair. Setelah tangis rindu reda, kini tawa kecil dan obrolan hangat menggantikan kesunyian sebelumnya.
Di tengah tawa itu, Ying Yue menatap Mei dengan mata berbinar.
“Lanlan, kau tahu, kenapa kami berdua selalu mengikutimu saat kau tiba di kekaisaran inj?”
Mei yang tengah menuangkan teh mengangkat alis. “Kenapa memangnya?”
Putri Zhu Shu langsung mencondongkan tubuh, wajahnya penuh semangat seperti anak kecil yang baru menemukan rahasia besar. “Tentu saja karena wajahmu! Kau ini masih mirip sekali dengan wajahmu di zaman modern. Cuma sekarang versi bangsawan elegan.”
Ying Yue mengangguk sambil tertawa kecil.
“Benar. Kami awalnya tidak yakin, tapi setelah dengar kabar tentang ‘Nona ajaib dari Desa Pao’ yang menyelamatkan wilayah dari musim kemarau, kami langsung yakin kau dari zaman modern dan melihat wajahmu, kami semakin gencar mencari tahu, meski ya kami tidak ingin diberi harapan palsu.”
Zhu Shu menambahkan dengan nada sebal, “Kami sempat mau pergi ke Desa Pao, tahu? Tapi ya, jadi putri kaisar itu ternyata bukan cuma soal kemewahan. Harus selalu duduk tegak, bicara halus, tertawa pun harus ‘anggun’.”
Ia menirukan gaya bicara seorang guru etika, membuat Ying Yue langsung tertawa terbahak.
“Kau pikir aku lebih baik? Aku juga tidak bisa ikut ayahku ke luar kekaisaran waktu itu. Ibuku sedang sakit dan aku harus menjaganya dari selir ular itu.”
Mei menatap keduanya, wajahnya lembut tapi matanya berkaca-kaca. “Kalian masih sama seperti dulu suka mengeluh tapi tetap peduli.”
Zhu Shu tersenyum lembut. “Tentu saja. Dan aku bersyukur sekali akhirnya kita bisa bertemu lagi di dunia ini.”
“Aku juga,” jawab Mei pelan. “Kalian tidak tahu betapa rindunya aku.”
Ketiganya terdiam beberapa detik, menikmati kehangatan kebersamaan itu. Tapi ketenangan itu tak bertahan lama.
Zhu Shu tiba-tiba menegakkan tubuhnya dan menatap Mei dengan ekspresi penuh rahasia.
“Eh, Lanlan kau mau tahu, bagaimana keadaan keluargamu setelah kau kecelakaan?”
Senyum Mei langsung memudar. Matanya menunduk, jemarinya menggenggam erat cangkir teh.
“Keluargaku?” bisiknya.
Raut wajahnya muram, bayangan masa lalu melintas di benaknya, ayah yang dingin terus menghukumnya, ibunya yang pilih kasih, dan adik kembarnya yang selalu mencari perhatian, sang kakak yang membencinya dan sang kekasih yang memilih adik kembarnya.
Melihat ekspresi itu, Ying Yue buru-buru mencubit pinggang Zhu Shu keras-keras.
“Aduh!” Zhu Shu meringis sambil menggosok pinggangnya. “Sakit tahu! Baru kali ini seorang putri kaisar dicubit.”
“Memang harus! Siapa suruh kau bahas hal itu sekarang?” bisik Ying Yue kesal. “Lihat, Lanlan jadi sedih gara-gara keluarga laknat itu!”
Mei hanya diam, bibirnya bergetar tapi ia berusaha tersenyum. “Tidak apa-apa aku ingin tahu.”
Zhu Shu masih menggosok pinggangnya sambil mengerucutkan bibirnya. “Aku cuma bersemangat, bukan membuat Lan-lan sedih.”
Lalu matanya menyipit licik. “Tapi ngomong-ngomong, mereka akhirnya dapat karmanya. Aku sangat puas.”
Mei langsung menatapnya. “Karma? Apa maksudmu?”
Nada suaranya bergetar. Ada api kecil di matanya antara ingin tahu dan takut mendengar jawabannya.
Zhu Shu hendak membuka mulut, tapi Ying Yue buru-buru menutupinya dengan tangan.
“Tidak! Jangan sekarang. Nanti saja bahas mereka.”
“Yue.” suara Mei terdengar tenang tapi tajam, “katakan saja. Aku siap mendengarnya.”
Zhu Shu menyingkirkan tangan Ying Yue dan mendengus kesal. “Lihat? Lan-lan sendiri yang memintanya.”
“Shu!” protes Ying Yue, tapi sudah terlambat.
Zhu Shu menatap Mei lurus, ekspresinya serius kali ini. “Baiklah. Kalau kau ingin tahu, keluarga laknat itu hancur, Lanlan. Hancur total.”
Jantung Mei berdebar kencang, Putri Zhu Shu mengambil napas dalam-dalam untuk menceritakan hal itu. Lalu matanya kini menerawang jauh.
“Saat hari di mana kau mengalami kecelakaan bus ....”
Hujan deras mengguyur malam itu. Kilat menyambar langit, menerangi puing-puing bus yang terguling di tepi jurang. Asap tebal mengepul dari bodi kendaraan yang hangus terbakar.
Di antara sirene ambulans dan teriakan panik, tubuh Mei Lan akhirnya berhasil dievakuasi. Baju yang dikenakannya sudah hangus sebagian, kulitnya melepuh parah.
Namun saat tim medis memeriksa pergelangan tangannya, suara parau terdengar di antara bising hujan. “Nadinya masih ada! Cepat, siapkan tandu!”
Orang-orang yang selamat para penumpang yang sebelumnya diselamatkan Mei Lan menangis tersedu-sedu.
“Tolong selamatkan dia, dia yang menolong kami keluar!”
“Benar. Dia meyelamatkan nyawa kami, cepat tolong dia!”
Paramedis segera membawa tubuh Mei Lan ke dalam ambulans. Lampu merah berputar di tengah malam yang kelam, melesat menuju Rumah Sakit Global Prima Medical Center.
Di waktu yang sama di sebuah mansion mewah keluarga Mei, suasana tampak kontras, hangat, penuh kasih sayang.
Mei Lin, kembaran Mei Lan, baru saja pulang dari rumah sakit setelah sakit lambungnya, akibat telat makan. Wajahnya masih pucat, namun lembut dan polos saat bertanya, “Ibu, Kak Mei Lan ke mana? Lin-Lin tidak pernah melihatnya di rumah sejak kemarin.”
Suasana ruang tamu sempat hening. Lalu Mei Rang, kakak tertua mereka, mendengus pelan.
“Tidak usah mencarinya. Dia itu cuma pembawa sial.”
Mei Lin menatap kakaknya tak percaya. Wajahnya terlihat sedih. “Kak, bagaimana bisa kau bilang begitu? Dia kan juga adikmu.”
Dylan, tunangan Mei Lan yang memapah tubuh Mei Lin ikut berkata, “Mei Rang benar. Tak lama lagi dia akan muncul sendiri dengan drama barunya. Seperti biasa.”
Lily, sang ibu tiri, hanya menghela napas dan mengelus bahu Mei Lin. “Sudahlah, Lin. Kakakmu itu memang keras kepala. Ayo kita ke kamar sayang untuk istirahat.”
“Bibi Lily benar, Lin. Kau terlalu baik hati masih memikirkan Mei Lan yang sudah mencelakai kamu. Kamu benar-benar sangat berbeda,” sahut Dylan lembut.
“Sekaramg kamu beristirahat saja. Bukannya beberapa hari lagi proyek penelitianmu akan segera diluncurkan,” imbuh Dylan lagi sambil mengelus rambut Mei Lin.
Wajah Mei Lin memerah karena merasa malu dan salah tingkah. Kedua orang tua Mei Lan hanya menatap keduanya tanpa menegur karena menurut mereka Mei Lin cocok dengan Dylan.
Baru saja Lily dan Dylan ingin mengantar Mei Lin ke kamar, ponsel Mei Rang berbunyi. Layar menunjukkan nomor tak dikenal. Ia menjawab malas,
“Halo?”
Suara pria di seberang terdengar sopan namun tergesa.
“Apa ini keluarga dari Nona Mei Lan?”
“Benar. Ada apa?” tanya Mei Rang datar.
“Kami dari pihak Rumah Sakit Global Prima Medical Center. Kami ingin mengabarkan bahwa salah satu anggota keluarga Anda, bernama Mei Lan, mengalami kecelakaan bus. Saat ini—”
Suara dari seberang belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika Mei Rang langsung kaget.
“Apa?! Kecelakaan?”
Dari luar, kebetulan Meli dan Simin baru saja akan mengetuk pintu tapi tangan Meli terhenti di udara saat mendengar ucapan itu.
ksiham ya knp si mei lan sllu di bully apa slah mei lan.coba