Sebuah novel tentang kebucinan suami bernama Ren pada istrinya Ayana, Ini kisah tentang cinta suami berbeda usia. Ini tentang suami yang jauh lebih muda.
Ayana : Tokoh aku, istri yang bekerja sebagai guru SMU. Dia dipanggil kakak oleh suaminya karena perbedaan usia mereka.
Yang gak suka dan ngerasa aneh dengan panggilan Ren pada istrinya, sepertinya ini novel bukan selera kamu kayaknya ya. Karena keuwunan, keimutan dan kegemasan Ren saat memanggil istrinya kakak menjadi titik poinku dalam menceritakan kebucinan Ren. Kalau kalian gak ngerasa fell imut dan mengemaskannya maka fix kita tidak satu aliran. Aku suka cerita ala noona korea soalnya. Hehe.
Renan : Dia biasa di panggil Ren( cuma aya yang panggil begitu) kenapa? suka-suka kak Aya ya. Biar lebih keliatan imutnya. hehe.
Hanya cerita kebucinan suami dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada konflik menegangkan atau apalah. Apalagi pelakor agresif, jauh-jauh dari mereka. Silahkan di baca dan nikmati alurnya ya ^_^
Terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerita 2 tahun lalu (Part 4 end)
Pagi hari dihari minggu, aku belum mandi, baru saja membereskan kamar dan keluar kamar setelahnya. saat mendengar ketukan pintu aku berjalan membukakan pintu.
“ Kenapa kamu disini?” aku
mematung setelah membukakan pintu. Ren berdiri di luar pintu dengan senyum
ceriah dan wajah tampannya. Sementara aku, aku ingin menutup pintu lagi tapi
dia sudah menahan dengan kakinya.
“ Hehe, kakak belum mandi ya.”
Boleh aku tenggelam ke dasar bumi sekarang.
“ Kenapa kamu disini, kitakan gak janjian.”
“ Memang, hari ini memang gak mau
ketemu kakak kok. Aku mengantar mama mau bertamu ke rumah teman lamanya.” Dari
halaman muncul seorang wanita yang luar biasa cantiknya. Begitu aku
menyebutnya. Mamanya Ren cantik banget. Aku langsung mengusap bibirku. Jadi ini
kenapa kamu bisa punya wajah begitu, garis keturunan kalian bibit unggung ya.
“ Ayana ya.” Mama Ren menghambur
langsung memelukku. Hei, hei, ada apa ini. Aku bertanya dengan sorot mataku
bingung. Ren hanya mengangkat bahu. “ Senangnya bisa ketemu menantu mama.”
Hei tunggu, sejak kapan aku sudah
jadi menantu, akukan masih jadi calon menantu. Kenapa ibu dan anak bisa punya
kebiasaan bicara dan memutuskan sesuatu seenaknya.
“ Ayo masuk, mana ibumu.” Setelah memelukku
erat, mama Ren menarikku masuk seperti ini rumahnya. “ Renan turunkan
barang-barang di mobil ya.”
Sebentar, sebentar, apa-apaan si ini.
***
Aku keluar dari kamar setelah mandi
dan merias wajah. Aku tidak mau berdandan terlalu mencolok atau apa, jadi aku
hanya mengusapkan bedak tipis di wajahku.
“ Ya Tuhan menantu mama memang cantik sekali ya.”
Mama Ren kembali memeluku. Aku sebenarnya
bingung harus bersikap bagaimana jadi aku hanya tertawa saja. Ibu juga cuma nyengir
saja melihat kelakuan teman lamanya. Sepertinya dia sudah terbiasa, ungkapan
soulmate forever sepertinya benar-benar nyata. Aku mengedarkan pandangan
mencari Ren.
“ Cari Renan ya, dia sedang di luar,
susul sana. Mama sama ibu kamu mau siapkan makanan.”
“ Eh ia tante.”
“ Kok panggil tante, panggil aja mama. “
Kepalaku berdenyut, sepertinya
selain kesempurnaan fisik dalam darah mereka mengalir gen seenaknya ya. Aku angkat
tangan menghadapi mama Ren, jadi aku memilih ke luar rumah. Di teras Ayah, Haikal
dan Ren sedang duduk berbincang. Apa ya yang diobrolin para lelaki ini.
“ Kakak sudah selesai mandi?” Haikal tahu kemunculanku.
“ Hemm.”
“ Duduklah sini.” Ren menepuk kursi
di sebelahnya yang kosong. Aku menurut dan duduk di sampingnya.
Ayah bangun dari duduk tanpa
aba-aba, Haikal menyusul meliriku seperti dia melakukan hal terpuji. “ Dek mau
kemana kamu? Ayah juga mau kemana.”
“ Mau maen game.” Jawab Haikal tidak perduli.
“ Mau nonton tv.” Jawab Ayah sama tidak masuk akalnya.
Akhirnya tertinggalah kami berdua. Aku
ataupun Ren masih terdiam, aku memilih menatap bunga dan pohon di halaman
rumah. Menyisir daun-daun hijau yang memberi nuansa kesejukan dan kesegaran di
rumah ini.
“ Kenapa gak ngasih tau kalau mau datang.”
“ Sengaja.” Tertawa Ren menjawab. “Mau lihat wajah kaget kakak.” Anak ini ya. “ Bagaimana?” dia melanjutkan pertannyaanya.
“ Apa?”
“ Kakak sudah memantapkan hati.”
“ Jangan bertanya ya, akukan sudah janji akan memberi jawaban lusa.” kataku masih menatap rerumputan dan tidak memandangnya.
“ Tapi aku sudah setengah mati
penasaran lho. Apalagi mama, lihat hari ini saja dia memaksaku mengantarnya
kesini. Sebenarnya gak dipaksa aku juga ingin kesini, bertemu kakak. Kangen.”
“ Hei!”
“ Ayana apa boleh aku melihat kamarmu?” sudah memanggilku dengan nama, nada suaranya serius sekali lagi.
“ Tidak!” aku setengah berteriak,
bicara tegas sekaligus kaget. Mau apalagi dia, melihat kamarku.
“ Pelit!”
Apa, dia bilang apa. Pelit, bodo
amat, aku tidak akan menunjukan kamarku. Lagian kamarku sedang dalam kondisi
tidak sempurna. Alias berantakan, bagaimana aku menujukannya padanya. Kalau dia
melihat kamarku yang kacau balau dia jadi berfikir aneh tentangku bagaimana. Lebih
lagi kalau dia jadi mengurungkan niatnya menikahiku bagaimana. Eh, barusan apa
yang aku pikirkan. Sudah seyakin itu ternyata hatiku ya.
“ Ren kedepannya apa yang ingin kamu lakukan setelah menikah?”
“ Mencintai kakak.”
“ Hei, aku serius.” bisa ya dia menjawab begitu, tapi ntah kenapa jawabannya itu mengemaskan dan menyentuh hatiku. Bahkan sampai bagian yang paling dalam. Tempatku yang mulai sedikit demi sedikit mengukir namanya disana.
“ Memang bagian mana dari kata-kataku yang kakak anggap bercanda.”
Aku menatapnya, kenapa sorot mata
itu menunjukan kejujuran. Hei, memang sesederhana itu ya jalan pikiranmu. Ya memang
si, kita menikah untuk saling mencintai dan meraih kebahagiaan.
“ Kita akan menjalani kehidupan
kita seperti biasa, aku bekerja, kakak juga begitu. Yang berbeda adalah kita
melakukannya dengan saling menguatkan dan mencintai. Benarkan?”
Wahh, bisa serius juga kamu.
“ Aku kerenkan, hehe.”
Aku tergelak saat lagi-lagi dia
mengatakan itu. Ya kamu keren dan mengemaskan sekaligus, membuatku tidak bisa
menolak pesonamu.
***
Seperti itulah kami bertemu, saling
meyakinkan diri bahwa ini adalah ikatan yang dibuat Tuhan untuk mempertemukan
kami. Aku lupa, bahkan nyaris tidak pernah memikirkan jarak usia kami. Keluarga
tidak mengungkitnya. Mas Gilang yang pulang dari luar kota membantuku
meyakinkan sekerat hati ini.
"Inilah jodohmu Aya. Berterimakasihlah pada Allah
karena mempertemukanmu dengan jalan seperti ini, jagalah prosesnya sampai kau
hahal untuknya." Begitu mas Gilang mengatakannya.
Laki-laki yang menyanyangiku dengan
tulus itu memelukku. Tidak tahu apa yang sudah membuatnya seyakin itu dengan
kata-katanya. Karena hari sebelumnya sebelum kedatangannya dia masih bicara
agar aku jangan mentautkan hati terlebih dahulu. Tunggu mas pulang, walaupun
ibu dan ayah mendukung pernikahan kalian, tapi kalau mas merasa dia tidak
pantas untukmu mas akan mencegahnya. Aku sudah seperti mendengar ancaman. Tapi tidak
tahu apa yang membuatnya mengenggam tanganku dan mengatakan. “ Menikahlah
dengannya, mas percaya dia bisa menjaga dan mencintaimu dengan cara yang
istimewa.”
BERSAMBUNG.............
membaggongkan