Menjadi seorang dokter bedah ilegal di dalam sebuah organisasi penjualan organ milik mafia berbahaya, membuat AVALONA CARRIE menjadi incaran perburuan polisi. Dan polisi yang ditugaskan untuk menangani kasus itu adalah DEVON REVELTON. Pertemuan mereka dalam sebuah insiden penangkapan membuat hubungan mereka menjadi di luar perkiraan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tersungkur, Terjatuh, Terpelanting
Devon berhasil keluar dari markas bawah tanah itu, namun dia baru menyadari bahwa kini lengkahnya mengarah ke hutan gelap.
Devon masih berlari, napasnya berat, darah dari luka di pinggangnya menetes perlahan, membasahi baju yang sudah basah.
Di depannya, sosok berseragam hijau itu melesat lincah, seperti hantu yang menyelinap di antara bayang-bayang hutan.
‘Aku tak akan biarkan kau lolos!’ Pikirannya berteriak.
Dokter itu yang ternyata seorang wanita adalah kunci terakhir untuk mengungkap jaringan perdagangan organ Don Vittorio.
Tapi bukan itu yang membuat Devon nekat mengejarnya hingga ke hutan terpencil ini. Ada sesuatu di matanya.
Mata hijau kebiruan yang tajam, seperti pisau yang menusuk ingatannya.
‘Di mana aku pernah melihatnya? Mata itu tak asing, dan aku yakin pernah melihatnya.’
Dengan gerakan yang semakin cepat, Devon menerjang rimbunnya hutan, hingga akhirnya berhasil menangkap ujung pakaian wanita itu.
Tubuh mereka terjatuh ke tanah basah, tapi sebelum Devon bisa memborgolnya, sebuah tendangan keras mendarat di lukanya.
"Arrrggh!! Shitt!"
Devon mengerang, tapi tangannya tetap mencengkeram erat pinggang wanita itu.
Wanita itu berguling, mencoba melepaskan diri. Mereka bergulat di dedauna basah, tarik-menarik seperti dua binatang yang saling memburu.
Bau darah bercampur dengan keringat dan kelembaban hutan. Hutan dalam keadaan gelap, karena tak ada penerangan sama sekali, hanya terlihat bayangan-bayangan yang terpancar dari cahaya bulan.
Wanita itu sama sekali tak bersuara, hingga tiba-tiba sebatang kayu menghantam pelipis Devon.
Pandangannya berkunang-kunang. Wanita itu melepaskan diri dan kembali menghilang ke dalam kegelapan hutan.
Devon kembali berdiri, dan kembali mengejar.
‘Tidak. Tidak lagi. Aku benar-benar akan melumpuhkanmu! Kali ini, kau tidak akan kabur.’
Hutan semakin dalam. Pepohonan yang begitu rapat menghalangi cahaya bulan. Hanya suara hewan malam dan desiran dedaunan yang menemani langkah Devon.
Darah terus mengalir dari lukanya, tapi dia mengabaikannya. Fokusnya hanya pada satu hal:
Menangkap wanita itu.
Tiba-tiba, jejak kaki muncul di tanah berlumpur. Devon mengikutinya dengan hati-hati, tangan kanannya memegang pistol, siap menembak jika diperlukan.
Lalu, dia melihatnya. Sosok wanita itu berlari dan bersembunyi dari satu pohon ke pohon lainnya, hampir tersamar oleh semak belukar.
Dia menoleh sebentar, melihat mata hijau kebiruan milik wanita itu bersinar dalam kegelapan, sebelum akhirnya Devon mengejarnya lagi.
Hingga akhirnya tanah longsor di bawah kaki mereka terjadi begitu cepat. Devon baru sempat meraih akar pohon yang menjuntai ketika wanita itu tergelincir di tepi jurang.
Tanpa pikir panjang, Devon melompat, tangannya mencengkeram lengan wanita itu tepat sebelum mereka berdua terjatuh bebas.
"Bodoh!" ucap wanita itu, suaranya tertelan angin.
Mereka terhempas ke dinding jurang yang basah, memantul dari bebatuan sebelum akhirnya jatuh ke dalam kegelapan.
BRUK!!
*
*
Air dingin membasahi tubuh mereka saat mendarat di sungai bawah tanah. Devon terbatuk-batuk, berusaha berdiri di arus yang deras.
Di depannya, wanita itu sudah bangkit dan mencoba merangkak ke tepi.
"Tidak!" Devon menggeram, melompat ke arahnya.
Dia menangkap pergelangan kaki wanita itu, menariknya kembali. Wanita itu melawab, membalikkan badan dan menyikut wajah Devon dengan keras.
Tapi Devon tidak melepaskan cengkeramannya. Dengan tenaganya yang masih cukup kuat, dia mendekatkan tubuhnya, menindih wanita itu di antara bebatuan licin.
"Sudah cukup," desisnya, napasnya berat.
Wanita itu menggeliat, tapi kali ini, tubuhnya sudah terlalu lemah. Devon kemudian membuka masker yang menutupi sebagian wajah wanita itu.
Meskipun gua cukup gelap, namun, masih ada cahaya bulan yang masuk melalui pintu masuk gua tadi. Dan Devon mengenali wajah cantik itu.
“Ava?” gumamnya sambil mengernyit.