NovelToon NovelToon
Jangan Salahkan Aku Mencintainya

Jangan Salahkan Aku Mencintainya

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Pelakor / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Penyesalan Suami
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: ANGGUR

Hans dan Lily telah menikah selama 2 tahun. Mereka tinggal bersama ibu Meti dan Mawar. Ibu Meti adalah ibu dari Hans, dan Mawar adalah adik perempuan Hans yang cantik dan pintar. Mawar dan ibunya menumpang di rumah Lily yang besar, Lily adalah wanita mandiri, kaya, cerdas, pebisnis yang handal. Sedangkan Mawar mendapat beasiswa, dan kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung, jurusan kedokteran. Mawar mempunyai sahabat sejak SMP yang bernama Dewi, mereka sama-sama kuliah di bagian kedokteran. Dewi anak orang terpandang dan kaya. Namun Dewi tidak sepandai Mawar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANGGUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

32

Dewi telah berada di ruang IGD, dan di tangani oleh beberapa dokter dan perawat. Kondisi Dewi cukup parah, sedangkan Hans duduk termenung di depan ruang IGD dan selalu merasa bersalah pada kondisi Dewi.

Hans: "Semoga kamu dan bayi kita tidak apa-apa, Wi." gumannya lirih dengan wajah yang sedih. Saat itu, Rosa baru keluar dari dalam ruangannya dan hendak pulang ke rumahnya karena jam prakteknya telah selesai, Rosa berjalan melewati setiap lorong rumah sakit sampai akhirnya langkahnya terhenti, Rosa melihat Hans duduk sambil menundukkan kepalanya dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Rosa: "Kamu kenapa, Hans?" tanyanya dengan rasa penasaran. Hans mengangkat kepalanya, dan menatap Rosa dengan wajah yang sedih.

Hans: " Dewi kecelakaan, Sa." sahutnya dengan suara serak. Rosa tersentak kaget, dia menatap tajam pada Hans.

Rosa: "Apa? Kecelakaan?" tanyanya dengan terkejut. Hans menganggukkan kepalanya.

Hans: "Aku takut, Sa. Aku merasa bersalah padanya. Dewi telah mendengar percakapan kita tadi." sahutnya dengan suara yang gemetar. Dengan suara yang terbata-bata, Hans mulai mengatakan kejadian yang menimpa Dewi saat perjalanan pulang ke rumah mereka. Rosa terkejut, dia tidak menyangka dengan emosi Dewi yang tidak stabil. Hans juga mengatakan tentang ketergantungan Dewi pada alkohol, Dewi selalu melakukannya saat Dewi merasa kesepian atau jika suasana hatinya sedang tidak nyaman.

Rosa: "Sejak kapan Dewi ketergantungan?" tanyanya dengan rasa penasaran.

Hans: "Sejak duduk di bangku kuliah, Sa. Kedua orang tuanya sibuk bekerja di luar kota." ucapnya lagi dengan suara yang pelan. "Aku cukup tertekan dengannya, Sa. Aku tidak punya waktu untuk diriku sendiri." ucapnya lagi.

Rosa: "Apa maksud kamu, Hans? Kamu tidak punya waktu untuk dirimu sendiri?" tanyanya dengan rasa penasaran.

Hans: "Iya, Sa. Aku harus selalu berada di sampingnya. Dewi pernah menyuruhku berhenti bekerja. Dia yang akan menanggung biaya hidup kami." ucapnya. Rosa sangat terkejut dengan pernyataan Hans, dia tidak menyangka jika ternyata Hans sangat tertekan dengan Dewi.

Rosa: "Apakah kamu tahu sejak awal Dewi seperti itu?" tanyanya dengan rasa ingin tahu. Hans menggelengkan kepalanya.

Hans: "Dewi seorang wanita yang kesepian. Aku tidak sanggup hidup bersamanya lagi, Sa. Dia sangat agresif di atas ranjang dan tidak pernah puas." ucapnya. "Keinginannya harus selalu aku ikuti. Bahkan, Dewi selalu mengajakku untuk minum bersamanya." ucapnya dengan perasaan tertekan. Rosa tidak menyangka jika Hans mau mengatakan semua rahasia rumah tangganya bersama Dewi. Selama ini, Rosa menduga jika Hans telah hidup bahagia bersama Dewi, namun ternyata dugaan Rosa salah. Hans sangat tertekan hidup bersama Dewi.

Rosa: "Aku ikut sedih dengan keadaan Dewi." sahutnya dengan suara yang lembut. "Dewi harus berobat, Hans. Kamu harus membawanya berobat." sarannya dengan penuh keyakinan.

Hans: "Berobat? Ke mana, Sa?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.

Rosa: "Ke rehabilitasi." sahutnya dengan singkat. Hans tertegun, sesaat dia menatap dalam pada Rosa. "Apakah kecanduannya parah?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.

Hans: "Hampir tiap hari dia minum, Sa. Setelah minum, Dewi selalu mengajakku berhubungan intim sampai beberapa kali. Terkadang aku sangat jijik pada diriku sendiri, Sa." ucapnya sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Rosa menghela nafas pendek, lalu memegang pundak Hans dengan penuh rasa iba.

Rosa: "Kamu harus menanggung perbuatanmu sendiri, Hans. Kamu yang telah bermain api. Kamu juga yang telah menyakiti Lily." ucapnya dengan suara pelan.

Hans: "Aku ingin memadamkan api yang aku nyalakan sendiri, Wi. Aku tidak tahu cara mengakhirinya." sahutnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Tolong aku, Wi. Persatukan aku dengan Lily kembali." pintanya dengan suara bergetar.

Rosa: "Dewi sekarang telah menjadi istrimu. Kamu harus bertanggung jawab padanya. Bawa dia berobat dulu, Hans." sarannya.

Hans: "Iya, Sa. Aku sudah memikirkannya." sahutnya dengan suara yang pelan.

Rosa: "Telpon Mawar dan ibumu, agar mereka menemanimu di sini." ucapnya sambil menatap wajah Hans dengan rasa iba. "Aku pulang dulu, ya. Aku ada janji dengan Lily malam ini." ucapnya sambil beranjak dari duduknya, dan melangkah dengan pelan meninggalkan Hans yang masih duduk dengan wajah sedih dan mata yang sembab. Setelah Rosa pergi, Hans mengambil ponselnya lalu menelpon Mawar. Dokter yang menangani Dewi keluar dari ruangan IGD, lalu melangkah pelan menghampiri Hans.

Dokter: "Dewi sudah sadar, pak." ucapnya dengan suara pelan.

Hans: "Bagaimana keadaan istri saya, dokter?" tanyanya dengan rasa penasaran.

Dokter: "Dewi banyak kehilangan darah." sahutnya dengan wajah sedih. "Maaf, dia kehilangan bayinya. Kami tidak bisa menyelamatkan bayinya." ucapnya lagi dengan suara pelan. Hans menatap dokter dengan tatapan tajam dan rasa tak percaya. Hans tak sanggup untuk berkata-kata, dokter itu melanjutkan perkataannya: "Dewi tidak akan bisa punya anak lagi." ucapnya dengan wajah yang sedih.

Hans: "Apa?" tanyanya dengan kaget. "Jangan bercanda, dokter." ucapnya lagi.

Dokter: "Rahim Dewi telah rusak. Kami terpaksa mengangkatnya." ucapnya dengan suara pelan. "Kalau kami tidak mengoperasinya, akan membahayakan nyawa Dewi." ucapnya lagi. Hans terdiam, nafasnya sesak, air mata jatuh di kedua pipinya. "Saya permisi, pak." ucapnya. Dokter itu membalikkan badannya, lalu berjalan dengan pelan menyusuri lorong rumah sakit. Hans kembali duduk, dia tak sanggup untuk bertemu dengan Dewi. Rasa bersalah menyelimuti hati dan pikirannya, air matanya semakin deras membasahi kedua pipinya. Hans mencoba menenangkan hati dan pikirannya sebelum masuk ke dalam ruangan untuk menemui Dewi.

Hans: "Apa yang harus aku katakan pada Dewi?" tanyanya. "Dewi pasti menyalahkan aku. Ya Allah, aku sangat menyesal." gumannya. Hans beranjak dari duduknya, dia mulai melangkah dengan pelan, sebelum Hans sempat membuka pintu kaca ruangan IGD, Mawar memanggil Hans.

Mawar: "Maas." teriaknya. Hans menoleh, dan melihat Mawar dan ibunya berjalan dengan cepat ke arahnya.

Hans: "Mawar, ibu." ucapnya. Mawar dan ibunya menatap wajah Hans yang kelihatan sedih dan kedua mata Hans yang sembab.

Tante Meti: "Bagaimana kondisi Dewi?" tanyanya dengan cemas. Hans menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan seakan mencoba melepaskan segala beban dan kesedihannya.

Hans: "Dewi keguguran, bu. Dokter harus mengangkat rahimnya. Dewi tidak akan bisa mempunyai anak lagi." ucapnya dengan sedih. Air mata kembali membasahi kedua pipinya. Mawar dan ibunya terkejut mendengar pernyataan Hans.

Tante Meti: "Kok, bisa, sih? Bagaimana kejadiannya, Hans?" tanyanya dengan suara yang keras dan rasa penasaran.

Hans: "Kecilkan suara ibu, dong." sahutnya dengan suara kecil. Hans mulai mengatakan pada ibunya dan Mawar awal pertengkarannya dengan Dewi saat di dalam mobil. Hans juga mengatakan pada ibunya dan Mawar tentang dirinya yang ingin menceraikan Dewi saat Dewi telah melahirkan.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!