 
                            Namanya adalah Ye Lin. Selain Ketua Pembunuh Bayaran dia juga dikenal sebagai Kaisar Pedang Tak Terkalahkan. Dalam ratusan pertarungan yang telah dilalui dia lebih banyak menang dan tak pernah sekalipun menderita kekalahan. 
Namanya begitu disegani, pedangnya sangat dihormati. Namun pria yang terkenal kejam dan tak berperasaan itu pada akhirnya tewas saat berusaha menolong seorang anak muda. 
Dia merasa hidup sangat tidak adil sampai jiwanya malah terjebak ditubuh anak muda yang diselamatkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sayap perak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch - 01 : Bangkit Dari Kematian, Tubuh Baru
Pertarungan tidak terelakkan. Ye Lin seorang diri melawan lima puluh orang.
Meski terkesan tidak adil, tetapi dengan teknik pedangnya yang terkenal, Ye Lin mampu merepotkan musuh bahkan membunuh lebih dari separuh jumlah mereka.
Dia berhasil melarikan diri setelah membunuh dua dari empat pemimpin kelompok itu. Bersembunyi di kedalaman hutan, sembari memulihkan kondisi tubuhnya yang terluka dan kehabisan banyak tenaga.
"Waktu yang kuberikan seharusnya cukup untuk Liu Cheng dan yang lain pergi. Di sini juga seharusnya tempat yang aman untuk bersembunyi." Ye Lin mengedarkan pandangan sembari mulai duduk bersila di atas sebuah batu besar yang ada di salah satu sisi air terjun.
Bertahap mengatur Qi dalam tubuhnya, bersiap memejamkan mata sampai suara-suara yang datang dari kejauhan mengganggu konsentrasinya.
Suara duan yang terhempas, suara burung yang terbang tak beraturan karena panik.
Ye Lin langsung menyatukan alisnya, sementara kedua tangan terkepal sempurna.
"Mungkinkah mereka berhasil mengejar?"
Ye Lin bangkit lalu melompat ke salah satu pohon yang cukup lebat. Sambil menyembunyikan aura, mengintai dengan waspada menunggu kelompok yang mengejarnya.
Namun, bukan kelompok pembunuh seperti yang ia bayangkan, melainkan seorang pemuda yang terlihat berlari dengan cemas sambil memegangi bahunya yang sedang terluka.
Tidak lama setelah pemuda itu melintas, ada kelompok berjumlah lima belas orang yang mengikutinya sambil membawa belati dan pedang.
Meski tidak saling mengenal, situasi yang mereka hadapi kurang lebih sama.
Masing-masing terluka, masing-masing diburu seperti mangsa.
"Apa aku perlu membantunya?" gumam Ye Lin sembari menatap ke arah perginya pemuda itu dan kelompok yang mengejarnya.
Ye Lin benar-benar mempertimbangkan untuk turun tangan langsung, tetapi saat ingat kondisi tubuhnya yang terluka, dia menggelengkan kepala sebelum turun dan kembali ke tempatnya.
"Lagipula kami tidak saling mengenal. Tidak ada kewajiban untuk menolongnya."
___
Sementara itu, pemuda dua puluh tahun yang terus berlari menghindari kejaran kelompok pembunuh pada akhirnya tidak bisa melanjutkan langkah ketika di hadapannya adalah ngarai yang sangat dalam.
Dia hendak kembali, tetapi belasan orang yang mengejarnya telah sampai di tempat itu dan langsung memblokir jalurnya.
"Sudah cukup bermain kejar-kejarannya. Waktunya mengucapkan selamat tinggal."
Mendengar ucapan ini membuat tubuh pemuda itu bergetar. Rasa takut membuat kakinya tanpa sadar terus melangkah mundur, tangannya terkepal, nafasnya semakin tidak beraturan.
"A-apa sebenarnya yang kalian inginkan? Siapa yang mengutus kalian untuk membunuhku?"
Dengan putus asa dia mencoba cari tahu siapa yang telah mengirim pembunuh kepadanya. Dia berpikir, sekalipun tidak selamat dirinya tidak akan mati dengan penasaran. Namun belasan orang berpakaian hitam itu hanya saling memandang sebelum tertawa cukup lantang.
Tiga dari mereka melangkah maju dua sampai tiga langkah, mengayun-ayunkan pedang sambil menjulurkan lidahnya.
"Cepat! Selesaikan sekarang."
Tiga pembunuh itu tersenyum. Mengikuti arahan pemimpin, kemudian berlari menyerang sambil menodongkan pedang.
Terlihat pedang itu sangat tajam. Dengan aura biru yang menyelimuti permukaannya, benda sekeras batu sekalipun akan terbelah menjadi dua.
"Apa aku akan mati di sini?"
Itu adalah kalimat yang terbesit di kepala pekuda itu. Dia tidak bisa melakukan apapun, hanya bisa pasrah dan memejamkan mata sambil menunggu ajalnya.
Dia sudah siap jika harus mati. Tapi cukup lama menunggu, anehnya masih tidak ada pedang yang mendarat ke tubuhnya.
"..."
Keningnya mengerut, perlahan membuka mata dan menemukan bayangan punggung seorang pria paruh baya yang tampaknya telah mengalahkan tiga pembunuh itu.
"Nak, kau bisa berenang?"
Pemuda itu bingung dengan maksud pertanyaan Ye Lin. Dia masih tidak menjawab atau mencoba mengatakan sesuatu.
"Tepat di bawah kita ada sungai yang cukup dalam. Itu satu-satunya jalan jika kau ingin tetap hidup."
Ye Lin melirik pemuda di belakangnya. Entah kenapa dia harus bersusah payah ikut campur urusan orang lain. Dia sudah terluka parah akibat pertarungan, bisa saja pura-pura tidak tahu dan tetap diam di air terjun, tetapi dia tetap datang.
"Orang tua, sebaiknya kau tidak ikut campur! Cepat pergi dari sini!"
Suara makian dilontarkan tiga pembunuh yang sebelumnya dihempaskan oleh Ye Lin. Pemimpin kelompok itu yang ada di belakang juga ikut memberi peringatan kepada Ye Lin, tetapi Ye Lin seolah menutup telinganya rapat-rapat dan hanya menunggu jawaban pemuda di balik punggungnya.
"Berenang? Mungkin bisa," ucap pemuda itu, agak ragu.
Ye Lin segera memberi isyarat dengan tatapan singkat, lalu keduanya bertahap mengambil langkah mendekati bibir jurang yang ada di belakang.
Semakin dekat, semakin dekat.
"Apa yang ingin kalian lakukan?!"
Ketua kelompok pembunuh berseru ketika melihat gerak-gerik mencurigakan dua orang di depannya.
Namun, sebelum sempat bereaksi Ye Lin segera mendorong dada pemuda itu dan menjatuhkannya dari bibir jurang.
Byur!
Diikuti dengan suara teriakan pemuda itu jatuh ke sungai. Di momen yang sama, membutuhkan beberapa detik sebelum belasan pembunuh mendapatkan kembali kesadaran mereka.
"Sial! Cepat kejar! Jangan biarkan dia lolos!"
Sayangnya, Ye Lin tidak akan memberikan kesempatan itu. Setiap ada yang ingin melompat ke sungai pedangnya akan terangkat lalu menebas orang itu.
Seperti penjaga pintu, dia berdiri dengan galak.
Ketua kelompok pembunuh membuang tusuk gigi di tangannya, berkata, "Orang tua, kenapa kau terus ikut campur? Ini bukan urusanmu."
"..."
"Bos, tak perlu bicara dengannya. Kita bunuh saja, setelah itu kita cari anak Keluarga Ye itu."
Sejenak saling memandang, sekitar empat sampai lima orang kemudian maju untuk menghadapi Ye Lin.
Mereka pikir itu sudah cukup, tapi siapa yang mengira jumlah tersebut dapat dikalahkan dengan cukup mudah oleh pria tua yang terlihat lemah.
"Sial! Semua, serang dia!!"
Setelah mengetahui Ye Lin bukan lawan yang mudah dihadapi mereka maju bersama untuk mengalahkannya.
Kebanyakan adalah pembudidaya tingkat jiwa, hanya ketua kelompok itu yang berada di tingkat bumi.
Mereka seharusnya tidak akan memiliki kesempatan jika kondisi tubuh Ye Lin baik-baik saja. Namun, dalam kondisi tubuh Ye Lin yang terluka, pertarungan ini bahkan mungkin akan merenggut nyawanya.
Trang!
Trang!
Dentingan pedang terus bergema di atas tebing. Meski tak menggunakan kekuatan spiritual, teknik pedang Ye Lin jelas berada di tingkat yang berbeda. Bahkan ketika luka di tangan kanannya semakin parah dan mulai mati rasa, dia hanya menggunakan tangan kiri untuk mengayunkan pedangnya dan membunuh delapan orang dalam waktu berdekatan.
Tujuh orang tersisa termasuk ketua kelompok itu. Namun dalam segi kekuatan jelas ketujuh dari mereka memiliki tingkat yang lebih tinggi.
"Orang tua! Kau akan membayarnya!!"
Ketua kelompok itu berseru lalu mengeluarkan seluruh kekuatan yang tersembunyi di dalam tubuhnya.
Auranya yang semula berwarna biru berubah menjadi ungu. Dia menerjang seperti serigala dan menyerang semakin brutal.
"..."
Rintik hujan turun di wilayah itu. Setelah pertarungan yang lumayan lama, di atas tebing, pada akhirnya hanya ada satu orang yang berdiri sampai akhir.
Sambil bertumpu pada pedangnya, tatapan matanya mulai terlihat sayu.
Ye Lin tersenyum.
"Aku sangat lelah. Apa aku akan mati?"
Sebagai seorang pembunuh bayaran, Ye Lin tidak pernah menyangka di akhir hidupnya masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan nyawa seseorang.
Seperti sebuah takdir, langit telah memberinya kesempatan untuk melakukan penebusan.
"Sekarang, di kepalaku mulai berputar kenangan-kenangan masa lalu. Sepertinya ajalku sudah dekat."
Ye Lin menarik nafas panjang dan mulai memejamkan mata. Koneksi terhadap dunia luar seolah terputus saat itu juga. Tidak bisa melihat apapun bahkan ketika ia mencoba membuka mata. Ye Lin berputar, lalu menemukan satu titik cahaya yang terasa sangat jauh.
Secara naluri, Ye Lin segera berjalan ke titik cahaya tersebut.
Satu hari, satu minggu, bahkan satu tahun. Tidak ada yang tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik cahaya. Ye Lin hampir menyerah, tetapi pada detik itu telinganya seolah kembali mendengar suara-suara yang lama tidak didengarnya.
Pada waktu yang sama titik cahaya tiba-tiba melebar dan menyorot mata Ye Lin. Spontan Ye Lin memejamkan mata, dan ketika membuka matanya kembali penampakan ruangan di sekitar membuat Ye Lin membeku.
Padahal jelas-jelas Ye Lin ada di atas tebing, jatuh setelah kehabisan tenaga, tapi dirinya sekarang malah terbaring di atas tempat tidur. Selain itu, Ye Lin melihat dirinya bukan lagi dirinya yang dulu.
Tangan putih halus, agak kecil. Badan kurus tak berotot. Daripada penampilan pria setengah baya lima puluh tahun lebih terlihat seperti pria muda dua puluh tahun.
"Apa yang terjadi? Mungkinkah, aku berpindah tubuh?"
menantu dewa roh gmn ga berlanjut ksh