Menantu Pewaris Kaya 2

Ruang tamu tetap sunyi selama beberapa menit. Lalu Duke menatap David dan berkata, “Ikuti aku.”

“Kenapa? Apapun yang ingin kau katakan padaku, kau bisa mengatakannya di depan seluruh keluarga,” kata David dengan tegas.

Dengan dahi berkerut, Duke menyipitkan matanya dan dengan santai berkata, “Apakah kau akan bertindak seolah buta dan hanya melihat apa yang ingin kau lihat? Jika begitu, kau tidak berguna bagiku karena pikiranmu sempit.”

Wajah David menunjukkan keterkejutan saat dia menatap Duke, menyadari makna dari kata-kata itu.

‘Dia memiliki posisi sebagai salah satu pria paling berpengaruh di negara ini, dan setelah aku menuduhnya, dia masih ingin membantuku. Mungkin sudah waktunya aku berdiri di sisinya, karena bersamanya, aku memiliki banyak potensi yang bisa berkembang,’ pikir David sambil menarik napas pelan.

Kemudian dia bangkit dari sofa dan berjalan menuju Duke, dan ketika David sampai di hadapannya, ia menatap Duke dan berkata, “Baiklah, mari kita bicara.”

Setelah itu, ia berjalan melewati Duke, dan saat Duke hendak mengikuti David, dia melihat Caroline sedang menatapnya. Namun dia tidak berkata apa-apa dan langsung berjalan keluar dari ruang tamu.

Ketika Duke bertemu dengan David di luar, dia menatap mata David dalam-dalam selama beberapa detik, menghela napas berat, lalu berkata, “Bagaimana kalau kau mengambil alih Cyper Co. dariku dan menjalankan perusahaan itu? Kau bisa mulai sebagai wakil presiden sampai kau membuktikan dirimu layak untuk posisi yang lebih tinggi.”

“Apa!?” gumam David dengan ekspresi kosong. “Kenapa kau membantuku?”

“Aku sama sekali tidak tertarik untuk mengambilmu di bawah sayapku. Ini semua demi Caroline,” kata Duke dengan dingin, terdengar jengkel.

Kemudian dia menarik napas dalam dan berkata santai, “Meskipun kau buruk sebagai ayah yang baik baginya, kau tetap ayahnya. Jadi aku ingin membawamu keluar dari toksisitas di kediaman ini dan melihat apakah kau bisa berubah.”

Keheningan melingkupi keduanya ketika Duke memperhatikan wajah David, lalu ia berkata, “Bekerja di Cyper Co. akan menempatkanmu pada posisi yang membuat orang lain tidak lagi memandang rendah padamu. Tapi kalau setelah itu kau masih terbukti menjadi ayah yang tidak berguna, aku akan memecatmu dan mengirimmu jauh dari istriku!”

“Kau serius?!” seru David dengan mata terbelalak, matanya bersinar karena semangat. “Tapi Cyper Co. adalah perusahaan yang berkembang pesat, bahkan Visionary Teamworks berada di bawahnya. Apakah aku benar-benar bisa menangani posisi wakil presiden?”

Berbalik dari David, Duke berjalan ke depan sambil berkata keras, “Itu terserah kau untuk mengetahuinya. Aku sudah meninggalkan istriku bersama para serigala itu terlalu lama. Aku kembali ke dalam.”

‘Sepertinya kali ini aku benar-benar salah paham dengannya. Dia benar-benar peduli pada putriku,’ pikir David dengan perasaan menyesal atas tindakannya sebelumnya.

Ketika Duke masuk kembali ke ruang tamu, wajahnya mengeras dan ekspresinya menjadi dingin saat dia menatap semua orang di ruangan itu.

“Beberapa bulan ini, aku sudah cukup lunak pada kalian semua, dan itu hanya karena istriku. Tapi sekarang waktunya kalian tahu posisi kalian dan di mana kalian berdiri!” kata Duke dengan dingin, nada suaranya penuh wibawa.

Tidak ada yang berbicara setelah dia berhenti sejenak sambil menatap tajam mereka, lalu ia melanjutkan, “Kalau bukan karena istriku yang masih memiliki hati untuk keluarga ini, aku tidak akan bisa setenang dan sepenurut ini terhadap semua omong kosong kalian! Jujur saja, ini adalah hal tersulit yang pernah kulakukan.”

Dengan dahi berkerut, Mario menatap Duke dan berpikir, ‘Aku benci bajingan ini sampai ke tulang-tulangnya.’

“Mulai hari ini, akan ada beberapa aturan dan batasan yang ditetapkan! Aturan pertama, aku ingin kalian semua menjaga diri masing-masing dan tidak ikut campur dalam urusan antara aku dan Caroline!” kata Duke dengan tegas, mengarahkan tatapan dinginnya pada Tuan Moreno.

Meskipun dia tetap diam, Tuan Moreno menundukkan pandangan ke lantai dan berpikir, ‘Aku bertahun-tahun lebih tua darinya, tapi kenapa aku merasa begitu kecil di hadapannya.’

“Aturan kedua, istriku tidak akan dihakimi, diremehkan, atau dihina oleh siapa pun di antara kalian! Dan dia juga tidak menjawab pada siapa pun di rumah ini!” kata Duke, mengarahkan tatapan dinginnya pada Nyonya Victoria.

Dengan rasa gugup di matanya, dia mengalihkan pandangan dari Duke sambil berpikir, ‘Kalau kau bukan seorang William, kau pikir aku akan bicara membelamu?’

Berhenti sejenak, Duke memfokuskan tatapannya pada mata Caroline, bertanya-tanya apa yang akan dia pikirkan tentang kata-kata yang hendak ia ucapkan.

Lalu ia kembali menatap Tuan Moreno dan dengan tegas berkata, “Jika salah satu dari aturan ini dilanggar, Caroline dan aku akan memutuskan hubungan dengan keluarga ini. Dan aku akan memastikan bahwa keluarga Moreno tidak akan menjadi apa-apa selain nama yang hilang ditelan angin!”

Wajah Tuan Moreno dipenuhi ketakutan murni bercampur keterkejutan saat dia melihat keseriusan di mata Duke, tahu bahwa dia harus segera bertindak.

Meskipun Caroline sama terkejutnya dengan kakeknya, dia tetap diam.

Setelah akhirnya bisa menguasai emosinya, Tuan Moreno tertawa gugup dan berkata, “Tidak perlu bersikap terlalu serius hanya karena sesuatu yang kami katakan tanpa berpikir.”

Mengabaikan kata-kata Tuan Moreno, Duke menatap Caroline dan berkata, “Sayang, ayo pergi. Aku sudah mengatakan apa yang perlu dikatakan.”

Dalam keputusasaan, Tuan Moreno menatap Nyonya Victoria. Ketika dia menyadari tatapan suaminya dan mengerti maksudnya, dia berkata lirih sambil menangis, “Caroline, kami tahu kami telah mengecewakanmu dalam banyak hal. Tapi kami adalah satu-satunya keluarga yang kau kenal sejak kau bayi. Tolong bujuk suamimu demi kami.”

“Ya, Caroline. Kau bagian dari keluarga ini, dan meskipun kami tidak sempurna, kami tetap darah yang sama,” ujar Ramon dengan cepat, sadar bahwa rencana mereka akan gagal.

Albert dan Anthony menatap mata Caroline dan keduanya mengangguk pelan. Anthony berkata lembut, “Pamanmu benar. Kau harus mendengarkannya.”

Namun Caroline mengabaikan perkataan mereka dan menatap sedih pada air mata di mata neneknya, merasa terjebak dalam dilema. Lalu dia tersenyum tipis sebelum menggenggam tangan Duke dan berkata, “Ayo pergi.”

Dengan tatapan iri di wajahnya, Agnes memandangi sepupunya dengan hasrat membara saat Caroline berjalan tenang menggandeng tangan Duke.

Setelah Caroline dan Duke meninggalkan ruang tamu, Tuan Moreno menatap istrinya dan bertanya, “Kau pikir dia akan membujuk pemuda itu?”

“Aku harap begitu,” gumam Nyonya Moreno dengan wajah penuh kekhawatiran.

Tanpa sepatah kata pun, Roger tiba-tiba berdiri, memasukkan tangannya ke saku celana, lalu berjalan keluar dari ruang tamu dengan kebencian menyala di matanya.

Dikuasai rasa iri, Agnes dengan cepat mengeluarkan ponselnya dari tas dan mengirim pesan, “Kenapa kau mengabaikan pesanku sejak malam pesta? Apakah kau sudah lihat berita tentang Duke yang berada di klub?”

Beberapa detik kemudian, sebuah pesan muncul di layar ponselnya, “Karena aku sudah menyiapkan panggung untukmu, tapi kau gagal menarik perhatian Duke. Aku tidak suka membuang waktu dan uang untuk orang-orang yang tidak berguna.”

Meskipun Agnes kesal karena disebut “tidak berguna,” dia menahan amarahnya dan membalas, “Maaf sudah menyia-nyiakan kesempatan bagus. Tapi aku mohon satu kesempatan lagi. Jika Duke bisa tertarik pada penari itu, maka aku juga bisa membuatnya jatuh cinta padaku.”

Beberapa detik berlalu, lalu sebuah pesan muncul di layar, “Duke tidak tertarik pada penari itu. Dia ada di sana karena alasan lain. Tapi itu bukan urusanmu.”

Dengan dahi berkerut, Agnes membaca pesan itu sekali lagi dan berpikir kesal, ‘Jadi Caroline benar, dan Duke tidak berselingkuh darinya?’

Saat itu, layar ponselnya kembali menyala, menampilkan pesan baru, “Kau akan mendapatkan kesempatan kedua, dan ketika waktunya tiba, jangan sampai kau mengacaukannya!”

“Aku tidak akan mengacaukannya. Saat ini aku bersedia melakukan apa pun untuk mendapatkan gelar Nyonya William,” balas Agnes.

Tiga detik kemudian, pesan lain muncul, “Bagus. Kuharap kau bisa mempertahankan semangat itu saat waktunya tiba. Aku punya rencana lain, jadi untuk sekarang, tunggu perintahku.”

“Rencana lain,” gumam Agnes pelan. “Rencana apa?”

Merasa frustasi, Mario berkerut wajahnya saat bangkit dari sofa dan berjalan keluar dari ruang tamu dengan diam.

Saat dia tiba di lorong, getaran dari ponselnya membuatnya berhenti dan mengeluarkannya dari saku.

Wajahnya menegang saat membaca pesan di layar, “Mario Moreno, bagaimana kalau kau menjadi bagian dari Visionary Teamworks sekali lagi?”

Dia ragu sejenak sebelum membalas pesan itu, “Siapa kau, dan lelucon apa ini?”