Ketua OSIS yang baik hati, lemah lembut, anggun, dan selalu patuh dengan peraturan (X)
Ketua OSIS yang cantik, seksi, liar, gemar dugem, suka mabuk, hingga main cowok (✓)
Itulah Naresha Ardhani Renaya. Di balik reputasi baiknya sebagai seorang ketua OSIS, dirinya memiliki kehidupan yang sangat tidak biasa. Dunia malam, aroma alkohol, hingga genggaman serta pelukan para cowok menjadi kesenangan tersendiri bagi dirinya.
Akan tetapi, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat saat dirinya harus dipaksa menikah dengan Kaizen Wiratma Atmaja—ketua geng motor dan juga musuh terbesarnya saat sedang berada di lingkungan sekolah.
Akankah pernikahan itu menjadi jalan kehancuran untuk keduanya ... Atau justru penyelamat bagi hidup Naresha yang sudah terlalu liar dan sangat sulit untuk dikendalikan? Dan juga, apakah keduanya akan bisa saling mencintai ke depannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sedikit Perbedaan
Happy reading guys :)
•••
“Huh … sumpah, hari ini lebih cape daripada hari-hari sebelumnya … kayaknya ini efek minum kopi sama kebanyakan sarapan tadi pagi. Kaizen! Ini semua gara-gara lu!”
Naresha mengembuskan napas panjang beberapa kali, meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa begitu sangat sakit sambil terus-menerus menyumpah-serapahi Kaizen di dalam hati. Ia merintih pelan ketika mendapatkan rasa nyaman waktu beberapa tulangnya berbunyi—membawa pergi rasa sakit di beberapa bagian tubuh.
Beberapa menit berlalu, Naresha menghentikan langkah kaki tepat di depan gerbang sekolah, menunggu taksi yang beberapa menit lalu telah dirinya pesan untuk mengantarkannya pulang ke rumah.
Naresha melipat kedua tangan di depan dada, menyandarkan punggung di dinding gerbang—mengabaikan kebisingan dari para siswa-siswi yang sedang mengobrol di sekitarnya—seraya melihat keindahan langit pada sore hari ini.
“Aku pengin minum nanti malam …,” batin Naresha, menelan air liur dengan cukup susah payah ketika membayangkan nikmatnya wine merah masuk ke dalam tenggorokannya.
Akan tetapi, itu tidak berlangsung lama, lantaran Naresha membulatkan mata sempurna dengan tubuh mematung sejenak saat tiba-tiba saja merasakan sesuatu yang sangat dingin tengah menempel pada pipi kanannya. Ia refleks menoleh ke arah kanan, kemudian mengerutkan kening penuh rasa penasaran kala melihat sosok Shinta sedang berdiri di sampingnya.
“Shinta … ada apa?” tanya Naresha, menatap wajah Shinta dengan penuh rasa penasaran sangat tinggi.
Shinta diam sejenak, lantas menyerahkan kunci mobil yang sedang dirinya pegang kepada Naresha. “Dari Kai … katanya lu disuruh dia buat pakai mobilnya ….”
“Hah?” Naresha menatap kunci mobil yang sangat dirinya kenali dan Shinta secara bergantian. Ia menggigit bibir bawah pelan, sedikit merasa emosi karena dirinya berpikir Kaizen telah membocorkan pernikahan mereka berdua kepada para sahabatnya. “Ke-kenapa dikasih ke gue? Gue udah pesen taksi.”
Shinta mengangkat kedua bahunya, sebelum menaruh kunci mobil milik Kaizen di tangan kanan Naresha. “Gue nggak tahu … Kai cuma pesen itu doang sama gue … Jadi, gue nggak tahu alasan dia.”
Naresha ingin kembali membuka suara, tetapi sesegera mungkin mengurungkan niat ketika tiba-tiba saja mendengar suara klakson dari sebuah taksi yang telah dirinya pesan tadi. Ia menggenggam erat kunci mobil memberikan Shinta dan ingin memberitahukan kepada sang sopir bahwa tidak jadi naik, tetapi kembali mengurungkan niat ketika tiba-tiba saja sahabat baik Kaizen itu menepuk pelan pundak kanannya dan bergegas masuk ke dalam kursi penumpang belakang kendaraan roda empat itu.
Beberapa detik berlalu, Naresha mengedipkan mata saat melihat mobil taksi pesanannya mulai pergi menjauhi tempat dirinya berada sekarang dengan membawa serta Shinta.
“Aku jadi bingung … sebenarnya apa yang udah terjadi?” gumam Naresha, secara perlahan-lahan mulai menundukkan kepala untuk menatap kunci mobil yang sedang dirinya genggam sekarang.
Detik demi detik berlalu, Naresha masih terus melihat kunci mobil sambil memikirkan apa yang sedang terjadi kepada dirinya sekarang ini. Namun, itu tidak berlangsung lama, lantaran dirinya sesegera mungkin mengembuskan napas panjang sambil mengangkat kedua bahu pelan, sebelum pada akhirnya mulai melangkahkan kaki menuju parkiran depan sekolah—tempat mobil milik Kaizen berada sekarang.
Sepanjang perjalanan menuju parkiran, Naresha membuka handphone dan mengetikkan sesuatu pada keypad sebelum mengirimkannya di dalam group bersama kedua sahabatnya—mengajak Nayla dan Thalita untuk pergi keluar pada malam hari ini.
“Nanti malam aku mau minum sepuasnya … persetan bakal mabuk atau nggak … yang penting wine harus terus masuk ke mulutku.”
•••
Langit malam kota Jakarta membentang luas bak kanvas megah yang sengaja dilukis dengan warna-warna indah serta sangat misterius. Bintang-bintang bertaburan di atas angkasa, berkilauan layaknya seperti serpihan kristal yang ditebarkan oleh tangan tenang tak kasat mata.
Bulan menggantung dengan sangat anggun di cakrawala, cahayanya menyelimuti seluruh dunia menggunakan kelembutan perak yang sangat menenangkan, seolah menjadi lampu pijar alami yang menuntun langkah-langkah para warga.
Awan tipis berarak pelan, sesekali menyelimuti sinar bulan menggunakan balutan bayang-bayang kelam—menciptakan permainan cahaya yang menari di antara para gemintang.
Sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam terlihat sedang melaju sangat pelan di dalam sebuah parkiran basement sebuah gedung pencakar langit, mencari sebuah space untuk parkir pada malam hari ini.
Naresha—sang pengendara mobil sedan itu—mengukir senyuman tipis penuh kebahagiaan saat melihat dua orang sahabatnya sedang menunggunya di salah satu sudut basement, lantas sesegera mungkin memberhentikan mobilnya di samping kendaraan roda empat milik Nayla.
Setelah memarkirkan mobil, Naresha mengambil sling bag branded berwarna putih miliknya dari kursi penumpang depan, sebelum pada akhirnya keluar dari dalam kendaraan roda empat miliknya itu dan melangkahkan kaki mendekati tempat kedua sahabatnya berada—sambil sedikit merapikan crop top berwarna merah serta rok mini berwarna putih yang sedang dirinya kenakan.
“Udah lama lu pada datangnya?” tanya Naresha, menghentikan langkah kaki tepat di hadapan Nayla dan Thalita.
Thalita menggelengkan kepala pelan sambil menatap penampilan Naresha dari atas sampai bawah. “Belum … by the way, tumben lu pakai crop top sama rok mini? Biasanya juga pakai dress bodycon.”
Nayla refleks terkekeh pelan sambil melipat kedua tangan di depan dada, ikut mengamati penampilan sang sahabat yang sangat berbeda pada malam hari ini. “Iya, gue juga agak kaget, Sa … lu kelihatan lebih hot kalau pakai kayak gini. Kayak … pertama kali waktu kita bertiga masuk club malam.”
Naresha mengangkat alis kanannya, mengukir senyuman miring penuh akan percaya diri. Ia memainkan sling bag branded berwarna putihnya sejenak sebelum memberikan jawaban dengan sangat santai.
“Bosen aja kalau pakai dress terus … sekali-kali gue pengin tampil beda … dan juga sebenarnya agak kangen sama vibe dulu … makanya pakai outfit ini sekarang,” jawab Naresha, sembari menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi indera penglihatannya.
Nayla dan Thalita saling pandang beberapa saat ketika mendengar jawaban dari Naresha, lalu secara bersama-sama mulai mengukir senyuman nakal penuh akan arti.
“Wah, siap-siap aja, malam ini pasti makin banyak mata yang sudah berpaling dari lu, Sa,” ujar Thalita, setengah menggoda.
Naresha terkekeh pelan, sebelum sedikit mengeluarkan gaya centilnya. “Baguslah kalau gitu … siapa tahu gue dapat mainan baru yang bisa dimanfaatin ke depannya, kan?”
Nayla spontan menepuk lengan Naresha dengan ekspresi setengah kaget, dan juga setengah ngakak. “Gila lu, Sa! Baru juga nyampe udah ngomongnya kayak gitu.”
Thalita ikut terkekeh pelan, matanya berkilat nakal saat mendengar ucapan sang sahabat. “Tapi, gue suka mindset lu … savage abis. Jangan-jangan nanti yang ada bukan lu yang cari mainan, tapi malah cowok-cowok itu yang berebut pengen jadi mainan lu.”
Naresha merapikan rambut panjangnya yang jatuh di bahu, lalu menyunggingkan senyum tipis penuh percaya diri. “Ya udah biarin aja … semakin banyak yang datang, semakin gampang gue milih. Yang penting … malam ini harus seru, nggak boleh ada drama basi.”
Ketiganya saling pandang sejenak, kemudian kompak tertawa kecil secara bersama-sama. Setelah itu, mereka pun mulai melangkah masuk ke dalam club—melewati pintu dengan lampu neon yang berkelap-kelip dan dentuman bass musik EDM yang langsung menghantam telinga.
To be continued :)