Bagaimana jika di hari pernikahan setelah sah menjadi suami istri, kamu ditinggal oleh suamimu ke luar negeri. Dan suamimu berjanji akan kembali hanya untukmu. Tapi ternyata, setelah pulang dari luar negeri, suamimu malah pulang membawa wanita lain.
Hancur sudah pasti, itulah yang dirasakan oleh Luna saat mendapati ternyata suaminya menikah lagi dengan wanita lain di luar negeri.
Apakah Luna akan bertahan dengan pernikahannya? Atau dia akan melepaskan pernikahan yang tidak sehat ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ulang Tahun Luna
Senja perlahan turun, mewarnai langit dengan gradasi jingga dan ungu. Namun, warna-warna indah itu tidak mampu mengusir mendung dari wajah Rafi yang melangkah lesu memasuki pekarangan rumahnya. Di tangannya, selembar undangan mewah bergambar kue ulang tahun dengan tulisan “Happy Birthday, Luna!” terasa begitu berat. Luna, mantan istrinya, akan merayakan ulang tahun ke-27 besok. Bukan di sebuah kafe sederhana seperti saat mereka masih pacaran dulu, melainkan di sebuah hotel bintang lima.
Bu Endah, ibunya, sudah menunggunya di ruang keluarga dengan teh hangat dan beberapa potong kue. Raut wajahnya berubah cemas saat melihat anaknya yang biasanya lesu kini tampak begitu murung.
“Ada apa, Raf?" tanya Bu Endah lembut. "Tumben sudah pulang. Kenapa wajahmu begitu?"
Rafi hanya menggeleng, lalu duduk di sofa yang ads di ruang keluarga. Dan meletakkan undangan yang dia bawa di atas meja. Bu Endah yang penasaran lalu mengambilnya dan membaca isinya, matanya membelalak tak percaya.
"Hotel bintang lima? Astaga, Luna... bagaimana dia bisa?" gumam Bu Endah. "Bukankah dia cuma asisten CEO. Kenapa bisa merayakan ulang tahun di tempat seperti ini."
"Aku juga tidak tahu, Bu," jawab Rafi getir. "Memangnya siapa sebenarnya Luna. Aku selama ini tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Banyak kejutan tentang wanita itu. "
Mereka terdiam. Suasana hening sejenak, hanya terdengar suara denting suara jam yang berdetak. Obrolan mereka berlanjut ke topik yang lebih serius, penyebab dari kemurungan Rafi.
"Tentang yang tadi pagi, Bu," kata Rafi, suaranya parau. "Aku harus membayar kompensasi seratus lima puluh juta itu. Bagaiamana?"
"Ibu juga bingung, Nak. Apa yang harus kita lakukan."
Rafi menunduk, matanya berkaca-kaca. "Saras, juga dia tidak bisa diandalkan sama sekali. Semalam dia malah tidak pulang. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan di luar sana."
"Saras? wanita itu, tidak bisakah dia berguna sedikit saja?" Bu Endah terlihat sangat tidak suka saat Rafi membahas tentang menantunya itu.
"Aku sudah bilang, Bu, dia tidak bisa diharapkan. Aku curiga dia sudah punya laki-laki lain. Dia tidak pulang semalam dan baru pulang pagi tadi. Saat kutanya, dia hanya bilang urusan pekerjaan. Padahal, dia tidak bekerja, pekerjaan apa yang dia urus. Aku benar-benar marah sekali padanya."
Rafi mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Satu-satunya cara, adalah... kita harus menggadaikan rumah ini. Untuk sementara saja, nanti aku yang akan melunasi cicilannya ke bank. Kalau aku tidak bayar, aku yang akan masuk penjara, Bu."
Bu Endah menatap rumah peninggalan orang tuanya itu dengan tatapan pilu. Rumah yang sudah berdiri kokoh selama puluhan tahun, tempat dia dibesarkan dan membesarkan Rafi. Dia lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Jangan, Nak. Rumah ini satu-satunya harta kita, bagaimana tanggung jawabku kepada orang tuaku nanti nanti?
"Lalu aku harus bagaimana, Bu?Ibu mau Biarkan aku masuk penjara?"Rafi bangkit berdiri. "Tolong, Bu, hanya ini satu-satunya jalan. Lagi pula uang yang di minta Luna adalah uang untuk berobat ibu, operasi ibu, hingga ibu sehat sampai detik ini. Aku janji, aku akan mencicilnya tiap bulan."
Bu Endah terdiam, tak mampu berucap. Dia tahu, uang yang diminta Luna adalah uang yang dipakai untuknya berobat. Dan sudah selayaknya dia membantu anaknya itu. Rafi tidak salah, dia tidak akan tega membiarkan Rafi masuk ke dalam penjara begitu saja. Karena selama ini Rafi lah tulang punggung keluarga nya. Sedangkan suaminya sudah tidak bisa di andalkan lagi, karena sudah sakit-sakitan.
"Baiklah, Nak," ucap Bu Endah akhirnya, air mata menetes di pipinya. "Tapi kamu janji, secepatnya kamu bayar banknya. Ibu tidak mau kehilangan rumah ini."
Rafi memeluk ibunya erat. "Terima kasih, bu. Terima kasih. aku janji akan membayar cicilan rumah ini nanti tiap bulan."
Rafi masuk kedalam kamar nya dan melihat Saras sedang duduk diatas tempat tidurnya sambil memainkan ponselnya. Tidak ada sedikitpun beban yang dia miliki. Dia mendekatinya dan menghempaskan kaki Saras dengan kasar. Dan membuat Saras terkejut.
"Kamu apa-apaan sih, mas. "
"Kamu yang apa-apaan, kerjaanmu hanya makan tidur main ponsel, seperti benalu yang tumbuh subur di rumah ini. " ejeknya kepada Saras.
"Memangnya aku harus apa? " tanya Saras kesal setelah di sebut benalu.
"Kerja sana, cari uang. Jadi pembantu juga boleh, jangan cuma ongkang-ongkang kaki di rumah ini. "
"Jadi pembantu? kamu pikir aku siapa? "
"Dimataku kamu adalah wanita korup yang dipecat dari perusahaan karena ketahuan. Mau melamar di perusahaan manapun, tidak akan di terima. Jadi apa salahnya, jadi pembantu. Yang penting kamu bisa menghasilkan uang dan bergina untuk keluarga ini.
"Kamu... "
Hinaan dan cacian Rafi berikan kepada Saras, agar wanita itu sadar. Kalau dia hanya hidup menumpang disana. Tidak ada kontribusi apapun di rumah itu. Bahkan membersihkan rumah saja dia tidak bisa. Benar-benar tidak berguna.
Tapi Saras sepertinya sudah tidak peduli lagi, telinganya terlalu tebal dan tidak tau malu untuk mendengarkan ocehan dan hinaan dari Rafi.
********
Hari ulang tahun Luna akhirnya datang juga. Wanita yang genap berusia dua puluh tujuh tahun itu terlihat sangat cantik malam ini. Dengan gaun malan berwarna putih yang menempel pas di tubuhnya. Bahkan kakek Darma pria yang sudah tua itu terlihat antusias melihat kecantikan cucunya.
"Para tamu undangan sudah datang, kebanyakan dari mereka membawa anak laki-laki nya. Semoga salah satu diantara mereka ada yang nyantol di hati kamu. Biar kamu bisa melahirkan anak untuk penerus keluarga kita." kata kakek Darma.
"Kakek apaan sih," Luna terlihat tidak suka dengan ucapan kakeknya.
"Kenapa? Apa karena kamu sudah memiliki pria idaman? " tanya kakek Darma penuh tanya.
"Enggak, kek. Sudah, ayo kita temui para tamu yang sudah menunggu dari tadi."
Luna menggandeng lengan kakeknya dan membawanya keluar. Karena dia tidak mau kakeknya membahas tentang hal itu lagi.
Semua orang terpukau melihat kedatangan Luna, Dia menjadi bintang di acaranya malam ini. Luna mencari-cari seseorang, yang dia harapkan. Tapi, orang itu belum datang juga. Dan yang tidak dia harapkan adalah Rafi yang sudah datang dan menatap nya dengan intens.
Kakek Darma mengenalkan Luna kepada rekan kerjanya, yang berasal dari kalangan atas. Bukan dari kalangan rakyat biasa atau pegawai biasa. Walaupun di antara tamu yang datang ada teman-teman yang bekerja satu kantor dengan Luna.
"Ayo kita mulai acaranya. "
Kakek Darma mengajak Luna untuk memulai acara malam ini. Tapi Luna menolak, dia meminta waktu sedikit lagi.
"Tunggu sepuluh menit lagi ya, kek."
"Memangnya siapa yang kamu tunggu? "
"Seseorang."