Di kenal seorang pendiam dan tidak banyak bergaul membuatnya minder , sejak di usia belia seorang gadis desa sangat aktif dan sudah mengenal yang namanya jatuh cinta , apakah sekedar jatuh cinta saja atau sudah mengenal lebih dari sekedar cinta monyet ?
Dibalik kisah asmara ada sekelumit masalah pada sikap saudaranya yang membuatnya risih dan menjadi tertutup . lambat laun ia tahu siapa dirinya yang sebenarnya .
Mampukah ia menjalani kehidupan di luar sana tanpa ia sadari sudah terjebak dalam arus kehidupan dunia luar yang penuh dengan drama dan masalah ?
Apakah gadis yang dulu pendiam akan menjadi pendiam atau akan menjadi sosok yang lain ?
Yuk baca pelan-pelan dan berurutan agar tidak salah paham .jangan lupa dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anyue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter Belajar Kelompok
Saat belajar kelompok berlangsung Fika memberi minuman dan cemilan kepada teman-temannya. "Wah seger sekali ," kata Wiryo melihat minuman dingin tenggorokannya terasa kering .
“Minum saja tidak usah sungkan ," kata Fika . Lalu melanjutkan membuat tugas .
Semua bekerja sama dalam menyelesaikan soal yang di buat . Zaen diam saja tanpa melakukan apapun , ia justru menggambar sesuatu yang membuatnya tertarik .
Ira memperhatikan gerak gerik Zaen yang menurutnya mencurigakan , perlahan ia menengok pada buku di depan Zaen . Alangkah terkejut saat melihat gambar Zaen ternyata dirinya .
Ira merasa tidak enak hati sama teman yang lain , ia takut jika Zaen akan menyebarkan gambar yang di buat kepada teman lainnya ia menggeser sedikit lebih dekat dengan Zaen .
"Gambar apa sih serius sekali ?" tanya Ira membuat Zaen terkejut lalu menutup bukunya dan memasukkan ke dalam tas . Ira menatap Zaen yang aneh dan terlihat salah tingkah sudah tahu wajah siapa yang ia gambar .
"Bukan apa-apa, sana jauh sana itu kerjain soalnya , jawabannya nanti aku cari sendiri ," kata Zaen menggeser tubuh Ira dengan kasar .
“Jangan kasar sama perempuan , nanti dapat pacar kasar baru tahu rasa ," celetuk Ira kesal dengan sikap Zaen , sambil menggeser tubuhnya agak jauh dari Zaen .
"Kalian berdua kenapa sih ribut terus anggak di sekolah enggak di rumah sama saja ," kata Heni sambil makan kue .
"Apa kalian pacaran ?' tanya Wiryo asal . " Tidak ," jawab keduanya bersamaan .
"Tuh kan kompak sekali , cocok ini benar-benar cocok ," sahut Doni tertawa melihat kekompakan Ira dan Zaen . Keduanya menghembuskan napas bersamaan .
Ira mengambil minuman dan meneguk sampai setengah gelas . Zaen tidak minum ia hanya makan cemilan saja .
"Masih kecil jangan pacaran , nanti pacaran kalau sudah lulus sekolah ," kata Fika .
Belajar kelompok selesai mereka beristirahat sambil bercanda tawa . Ada saja tingkah Wiryo yang membuat teman-temannya tertawa karena ia termasuk anak yang humoris .
Mereka menghabiskan waktu belajar menjelang sore . Mereka berpamitan pada Ira karena hari sudah menunjukkan pukul empat .
Ira berjalan kaki sendirian karena rumah mereka beda arah . Waktu akan menuju rumah ia melihat kakaknya berjalan bersama seorang perempuan mengendarai motor pergi berdua .
Ira berjalan masuk rumah di dalam ada ibunya sedang menjahit pakaian yang sobek menoleh ke arah pintu masuk . "Assalamualaikum," Ira memberi salam kepada ibunya .
"Wa'alaykum Salam, dari belajar kelompok ya ?" tanya ibunya kemudian kembali fokus dengan pekerjaannya menjahit baju dengan tangannya tanpa mesin .
"Iya Bu ," jawab Ira berjalan masuk ke dalam kamar dan menata buku sekalian jadwal pelajaran besok . Lalu mandi sore dan setelah itu ia keluar dari kamar menemani ibunya .
"Ibu , aku minta uang buat jajan ," kata Ira duduk disamping ibunya . Haryati mengambil uang di saku pakaiannya dan memberikan kepada Ira .
Ira sangat senang menerima uang dari ibunya langsung pergi ke warung membeli jajan . Haryati tersenyum melihat tingkah Ira sambil menjahit sampai selesai .
Haryati berjalan masuk ke dalam kamar merapikan pakaiannya dan memasukkan ke dalam lemari .
Anak perempuan datang seorang diri saat menjelang petang , ia membawakan hasil ia memasak kepada ibunya .
"Ibu , ini ada lauk dan sayur buat ibu dan yang lainnya , tadi aku dengar dari tetangga kalau ibu tidak masak hari ini ,“ kata Yuli meletakkan tempat makanan di meja makan .
"Kenapa kamu repot-repot buat makanan banyak , ibu baru saja selesai masak ," Haryati membuka penutup saji . Yuli melihat masakan ibunya merasa kasihan .
Di meja makan itu hanya ada nasi dan lauk ikan asin dan rebusan daun ketela juga sambal . Sedang ia membawa ayam kecap dan sayur lodeh ada tahu tempe .
"Kamu memangnya masak banyak semua ini banyak sekali ,“ kata Haryati merasa tidak enak pada anak sulungnya .
"Tidak apa-apa , Bu ... Aku sudah simpan buat kami sekeluarga kok ," kata Yuli .
"Ya sudah kalau begitu ayo kita makan bersama , Ira panggil kakakmu Yaman sama Mulyadi kita makan bersama," ajak Haryati kepada anak-anaknya .
"Iya ,Bu .... Kak Aman , kak Mumu di suruh ibu makan bareng , itu ada kak Ulil juga ," teriak Ira yang sedang duduk di kursi makan sambil mengambil nasi ,
"Ira yang sopan kalau memanggil kakakmu , samperin lalu bicara yang bagus , bukan berteriak seperti di hutan ," Haryati memberi nasehat kepada Ira .
" Maaf ," kata Ira . Kedua kakaknya datang bersamaan ke ruang makan lalu duduk dan mengambil nasi dan lauk juga sayur .
Dalam hati Haryati ini adalah momen jarang mereka lakukan selama beberapa tahun karena kedua anaknya sudah menikah dan tidak berkumpul jadi satu bersamanya .
Setelah selesai Yuli pamit pulang takut kemalaman karena suami dan ke dua anaknya menunggunya pulang .
Haryati tidak pernah mengekang anaknya untuk memilih tinggal bersamanya atau ikut bersama keluarga suaminya atau istrinya . Karena setiap orang yang sudah berkeluarga tidak selamanya akan ikut dengan orang tuanya dan ingin mandiri bersama keluarga kecil mereka .
Menjelang malam Ira tidak bisa tidur karena sore hingga malam tidak melihat Ruli yang biasa nonton televisi di rumahnya . Hatinya sedih di landa rindu ingin duduk di teras rumah siapa tahu Ruli lewat depan rumahnya tapi sudah terlalu malam .
Akhirnya ia memutuskan merebahkan tubuhnya dan memaksa memejamkan matanya . Tidak terasa ia sudah berada di alam mimpi . Haryati melihat Ira sudah tidur duduk di samping Ira terbaring dengan nyenyak .
“Kamu sudah tumbuh besar dan akan segera lulus , semoga kamu lulus dan mempunyai nilai bagus agar bisa di terima di sekolah negeri ," gumam Haryati membelai rambut panjang Ira yang tergerai di sampingnya .
Haryati keluar dari kamar Ira sambil menutup pintu kamar dan berjalan menuju kamarnya . Ketika melihat kepada dua anak lelakinya menghentikan langkahnya .
"Kalian kalau menonton televisi jangan di tinggal tidur nanti setrumnya habis televisinya rusak , ujung-ujungnya ibu juga yang benerin ," Haryati mengingatkan .
"Biarin saja mati sendiri ," sahut Yaman dengan santai . "Kamu ini selalu bercanda , ibu serius bicaranya , ingat dimatikan televisinya sebelum tidur , jadi kebiasaan ," kata Haryati dengan penuh keyakinan .
"Iya ibu sayang ," kata Yaman sambil mencium ibunya lalu beranjak dari tempat duduk dan masuk ke dalam kamar . sedangkan Mulyadi masih duduk santai sambil merokok .
Haryati merapikan isi di dalam kulkas karena sangat berantakan lalu setelah selesai ia masuk ke dalam kamar .
Mulyadi masih nonton televisi , sambil tiduran . Ia nonton sendirian . Sambil berteriak heboh membuat orang di rumah merasa terkejut , tapi mereka tidak keluar akhirnya sebuah ketukan di pintu menyadarkannya .
Seseorang datang untuk sekedar menonton televisi duduk di samping Mulyadi tanpa bersuara , Mulyadi terkejut seseorang duduk disebelahnya .