NovelToon NovelToon
Terlahir Kembali Memilih Menikahi Pria Koma

Terlahir Kembali Memilih Menikahi Pria Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Mengubah Takdir / Dark Romance
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Novia na1806

Aruna pernah memiliki segalanya — cinta, sahabat, dan kehidupan yang ia kira sempurna.
Namun segalanya hancur pada malam ketika Andrian, pria yang ia cintai sepenuh hati, menusukkan pisau ke dadanya… sementara Naya, sahabat yang ia percaya, hanya tersenyum puas di balik pengkhianatan itu.

Kematian seharusnya menjadi akhir. Tapi ketika Aruna membuka mata, ia justru terbangun tiga tahun sebelum kematiannya — di saat semuanya belum terjadi. Dunia yang sama, orang-orang yang sama, tapi kali ini hatinya berbeda.

Ia bersumpah: tidak akan jatuh cinta lagi. Tidak akan mempercayai siapa pun lagi.
Namun takdir mempermainkannya ketika ia diminta menjadi istri seorang pria yang sedang koma — Leo Adikara, pewaris keluarga ternama yang hidupnya menggantung di antara hidup dan mati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novia na1806, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 2 -- kembali bernafas

Udara pagi terasa asing di paru-paru Aruna.

Ia membuka matanya perlahan, menatap langit-langit putih dengan pandangan kabur. Untuk sesaat, pikirannya kosong. Tidak ada rasa sakit, tidak ada darah, tidak ada teriakan seperti yang terakhir ia ingat. Hanya keheningan dan aroma bunga melati yang samar.

Beberapa detik kemudian, napasnya tercekat. Ia bangkit duduk, keringat dingin membasahi pelipis. Pandangannya liar menelusuri ruangan yang tidak ia kenali—kamar luas dengan dinding krem, jendela besar tertutup tirai lembut, cahaya matahari menembus masuk dengan tenang.

“Apa ini…?” suaranya serak, nyaris tak keluar.

Ia menatap sekeliling. Tidak ada dinding lembab, tidak ada tikar usang tempatnya mati perlahan karena demam dan kelaparan. Tidak ada luka di tubuhnya. Ia bahkan tidak merasa lemah seperti sebelumnya.

Dengan tangan gemetar, ia menyentuh wajahnya. Kulitnya halus. Tidak ada bekas luka yang dulu ditinggalkan tamparan Andrian malam itu. Tidak ada lebam. Tidak ada darah.

Aruna menatap cermin di seberang tempat tidur, dan tubuhnya membeku. Bayangan di sana… bukan dirinya yang terakhir ia lihat di dunia. Rambutnya hitam terurai, matanya hidup, pipinya penuh warna. Wajah yang belum hancur oleh sakit, pengkhianatan, dan kematian.

Ia bangkit perlahan, berjalan ke arah cermin dengan langkah goyah. Tangannya menyentuh permukaan kaca, mata membulat tak percaya. “Tidak… ini tidak mungkin…” bisiknya, suaranya bergetar hebat.

Matanya menangkap kalender kecil di atas meja rias. Saat ia membaca angka di sana, lututnya langsung lemas.

Tiga tahun sebelum kematiannya.

“Tidak…” bisiknya pelan, napasnya memburu. “Tiga tahun sebelumnya… berarti…”

Tangannya menutup mulutnya. Air mata mengalir tanpa ia sadari. Saat itu berarti… Ayah dan Ibunya masih hidup. Rumah mereka belum hancur. Andrian dan Naya belum menunjukkan wajah asli mereka.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan cepat. Seorang wanita paruh baya masuk, wajahnya tampak lega sekaligus khawatir. “Nona Aruna! Syukurlah Anda sudah sadar. Kami semua panik, Anda jatuh di tangga tadi malam setelah acara gala. Dokter bilang Anda hanya pingsan karena kelelahan.”

“Pingsan?” Aruna menatapnya linglung. “Jatuh di tangga?”

“Ya, Nona. Anda sempat tidak sadarkan diri semalaman,” jelas pelayan itu sambil membantu menata bantal. “Oh iya, Nyonya meminta saya memanggil dokter kalau Anda sudah bangun. Dan…” wanita itu ragu sejenak sebelum melanjutkan, “besok keluarga Adikara akan datang ke rumah untuk membicarakan lamaran.”

Semua warna seolah menghilang dari wajah Aruna.

Keluarga Adikara. Lamaran.

Ingatan itu menyeruak begitu kuat, menusuk ke dalam pikirannya. Ia ingat dengan jelas—di kehidupan sebelumnya, ia juga dijodohkan dengan keluarga Adikara. Namun saat itu ia menolak mentah-mentah. Baginya, pernikahan dengan pria yang terbaring koma adalah sebuah lelucon kejam. Ia tidak ingin menghabiskan hidupnya merawat seseorang yang bahkan tidak bisa memanggil namanya.

Andrian-lah yang menasihatinya waktu itu, membisikkan bahwa hidup bersama pria koma sama saja mengubur masa depan. Ia mempercayainya, seperti gadis bodoh yang mempercayai semua kata manis dari pengkhianat.

“Tidak perlu panggil siapa pun,” ujar Aruna pelan, menatap kosong. “Aku… ingin sendiri.”

Pelayan itu tampak bingung, tapi mengangguk sopan sebelum meninggalkan ruangan. Begitu pintu tertutup, Aruna langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tangisnya pecah.

Ia ingat semuanya. Malam itu. Saat Andrian menamparnya berkali-kali karena ia menolak menyerahkan dokumen perusahaan. Saat Naya menatapnya dingin dari balik pintu sambil tersenyum puas. Saat tubuhnya jatuh ke lantai dan kepalanya membentur meja. Saat darah mengalir di ujung bibirnya dan ia memohon pertolongan.

“Andrian… Naya…” suaranya bergetar penuh amarah. “Aku mempercayai kalian. Aku mencintai kalian… tapi kalian menghancurkan segalanya.”

Air matanya menetes, jatuh di atas selimut putih.

Namun kali ini, tidak ada rasa putus asa. Yang tersisa hanyalah kebencian.

Aruna menarik napas panjang, menatap keluar jendela di mana cahaya pagi mulai menembus kabut. “Kalau ini kesempatan kedua…” katanya pelan. “Aku akan mengubah segalanya.”

Kali ini ia tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh keluarganya. Tidak akan ada yang membuat Ayah dan Ibunya mati sia-sia. Dan satu hal yang ia tahu pasti — ia tidak akan jatuh cinta pada Andrian lagi.

Ia menatap cermin dan melihat pantulan matanya sendiri. Dulu mata itu penuh kepercayaan. Kini, hanya ada dingin dan tekad.

“Baiklah…” katanya, suaranya pelan tapi pasti. “Aku akan menikahi pria koma itu.”

Ucapan itu keluar seperti janji.

Bukan karena cinta, tapi karena alasan yang lebih dalam. Ia tahu keluarga Adikara memiliki kekuatan besar. Di kehidupan lalu, Andrian berhasil menjatuhkan keluarganya karena mereka kehilangan dukungan dari keluarga itu setelah ia menolak perjodohan. Dan dari sanalah segalanya mulai hancur.

Namun kali ini… ia tidak akan membuat kesalahan yang sama.

Ia akan menjadi istri dari Leo Adikara — pria yang bahkan belum pernah ia temui, pria yang kini terbaring koma entah di mana. Tapi justru dari sana, kekuatannya akan dimulai.

 ----

Sore harinya, rumah besar keluarga Aruna dipenuhi cahaya hangat. Aruna berdiri di balkon, menatap halaman di mana Ayah dan Ibunya berbicara dengan para tamu yang baru datang. Senyum keduanya begitu tulus. Hatinya sesak.

Tiga tahun lalu, wajah itu adalah kenangan terakhir yang ia tangisi.

Dan kini, mereka benar-benar ada di hadapannya. Masih hidup. Masih bisa tersenyum.

“Aruna,” suara lembut Ibunya memanggil dari bawah. “Ayo turun, Sayang. Tamu dari keluarga Adikara sudah datang.”

Aruna menahan air mata yang hampir jatuh lagi. Ia tersenyum samar, lalu turun perlahan. Langkahnya ringan tapi jantungnya berdebar keras.

Di ruang tamu, seorang pria tua berwajah berwibawa duduk dengan tenang, didampingi seorang wanita paruh baya yang tampak anggun. Di samping mereka duduk seorang pria muda — mungkin saudara atau pengurus keluarga Adikara.

Tuan Adikara menatapnya dengan lembut. “Jadi ini Aruna? Putri yang sering diceritakan ayahmu. Cantik dan anggun, seperti yang kami dengar.”

Aruna menunduk sopan. “Terima kasih, Tuan.”

Ibu Aruna tersenyum gugup. “Kami tahu situasinya tidak mudah… tapi keluarga kami percaya pada keajaiban. Kami hanya ingin putri kami bisa bahagia.”

Tuan Adikara mengangguk. “Putra kami, Leo, memang masih belum sadar. Tapi kami percaya, di dunia ini tidak ada yang mustahil. Kami tidak memaksa. Kami hanya ingin tahu… apakah Nona Aruna masih ingin mempertimbangkan lamaran ini?”

Pertanyaan itu membuat seluruh ruangan hening. Semua mata menatapnya. Di kehidupan sebelumnya, ia menolak tanpa pikir panjang. Ia bahkan tertawa sinis dan berkata bahwa hidup bersama orang koma hanyalah penderitaan.

Namun kali ini, Aruna menatap langsung ke arah Tuan Adikara dengan pandangan teguh. “Aku… bersedia.”

Semua orang tampak terkejut. Ibunya menatapnya dengan mata membulat, sementara Tuan Adikara menatapnya lekat-lekat, seolah memastikan ia tidak salah dengar.

Aruna menegakkan punggungnya. “Aku akan menikahi Tuan Leo Adikara,” ucapnya tegas. “Jika aku diberi kesempatan untuk menemaninya, maka biarlah itu menjadi pilihan hidupku.”

Senyum lembut perlahan muncul di wajah Tuan Adikara. “Putraku adalah orang yang beruntung.”

Dan di saat semua orang mulai berbicara bahagia, Aruna hanya memejamkan mata.

Ia tidak tahu apakah pria itu akan sadar suatu hari nanti. Ia bahkan belum pernah melihat wajahnya secara langsung. Tapi entah mengapa, di dalam hatinya yang terluka, ada rasa tenang aneh yang muncul.

Mungkin karena kali ini ia tidak menyerahkan nasibnya pada cinta, melainkan pada tekadnya sendiri.

 

Malam itu, saat semua orang telah tidur, Aruna berdiri di depan cermin dengan rambut terurai. Di sana, ia menatap pantulan dirinya yang berbeda — bukan lagi gadis lemah yang menangis meminta belas kasihan, tapi wanita yang siap menulis ulang takdirnya.

“Andrian,” suaranya pelan, namun penuh amarah yang dalam. “Kau mungkin mengira aku sudah mati. Tapi kali ini, akulah yang akan menulis akhir cerita.”

Ia menatap keluar jendela, melihat bulan yang menggantung tinggi di langit. “Dan Leo Adikara…” bibirnya bergerak, nada suaranya melunak. “Entah siapa kau sebenarnya, tapi mulai hari ini… aku adalah istrimu.”

 

1
ZodiacKiller
Wow! 😲
Dr DarkShimo
Jalan cerita hebat.
Novia Na1806: wah terima kasih sudah membaca,jadi senang banget nih ada yang suka karya ku🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!