NovelToon NovelToon
Bukan Karena Tak Cinta

Bukan Karena Tak Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pilihan Membuat Hati Hancur

Malam itu, dinginnya udara tak sebanding dengan dinginnya hati Novia. Ia bangkit dari lantai, menatap Januar dan Diana secara bergantian. Kekecewaan melingkupi dirinya saat melihat raut wajah Diana yang begitu berseri-seri, seolah pengkhianatan Januar adalah sebuah anugerah.

"Jadi... Ibu setuju, dengan pernikahan ini?" tanya Novia pada Januar, namun matanya tertuju pada Diana, mencari secercah empati yang tak kunjung ia temukan. "Ibu tidak peduli dengan perasaan Novia? Dengan kehancuran rumah tangga kita?"

Diana mendengus. "Peduli apa? Buat apa juga peduli sama kamu? Januar sudah dapat yang lebih baik! Anak pemilik perusahaan! Kamu itu cuma beban saja di rumah ini!"

Novia mengabaikan Diana, pandangannya terkunci pada Januar. "Mas, aku tidak bisa menerima ini. Aku tidak bisa hidup seperti ini," ucapnya, suaranya bergetar menahan amarah dan sakit hati. "Kamu harus memilih, Mas. Aku atau wanita itu? Aku atau Karina?"

Januar terlihat panik. Ia menatap Novia, lalu melirik Diana yang kini semakin bersemangat menjadi 'kompor'.

"Pilih saja Karina, Jan!" seru Diana, tak tanggung-tanggung. "Buat apa juga mempertahankan perempuan mandul seperti Novia ini? Dia tidak bisa memberimu anak, tidak bisa membuatmu kaya. Lihat Karina! Dia anak pemilik perusahaan! Hidupmu pasti akan kaya raya bersamanya! Ceraikan saja Novia sekarang juga!"

Kata-kata Diana menusuk Novia lebih dalam dari pisau manapun. Hatinya mencelos mendengar mertuanya sendiri dengan begitu tega mendesaknya untuk diceraikan, hanya demi harta. Ia merasa sangat terhina.

"Mas, dengar aku baik-baik," kata Novia, mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya. "Aku tidak pernah meminta lebih dari kesetiaanmu. Kita sudah berjuang bersama dari nol. Apa ini balasanmu, Mas? Apa ini balasan dari semua pengorbananku?"

Januar menunduk, tak mampu menatap mata Novia. Rasa bersalah tergambar jelas di wajahnya. "Novia, aku... aku minta maaf. Aku tidak tahu harus bagaimana."

"Tidak tahu harus bagaimana?!" Suara Novia meninggi, air mata kembali membanjiri pipinya. "Pilih, Mas! Sekarang juga! Aku tidak bisa hidup dalam bayang-bayang poligami seperti ini! Pilih aku, istrimu yang sah secara negara, atau istri sirimu yang baru kau kenal itu!"

Diana tak henti-hentinya menekan Januar. "Pilih yang benar, Jan! Jangan bodoh! Mau hidup miskin dengan Novia atau hidup mewah dengan Karina? Ini kesempatanmu untuk jadi orang kaya, Jangan sia-siakan! Ceraikan saja Novia!"

Suasana menjadi sangat tegang. Hati Novia berdenyut sakit, menunggu jawaban dari Januar. Ia berharap Januar akan memilihnya, akan mempertahankan rumah tangga yang sudah mereka bangun empat tahun ini. Namun, di sisi lain, ia juga merasa putus asa. Pengaruh Diana terlalu kuat, dan godaan harta dari Karina seolah lebih menggiurkan bagi Januar.

"Mas, tatap aku!" pinta Novia, mencoba meraih wajah Januar. "Lihat mata istrimu ini, Mas. Dan katakan pilihanmu!"

Januar mengangkat wajahnya. Ia menatap Novia dengan tatapan yang penuh kebimbangan, namun ada sesuatu di matanya yang membuat hati Novia semakin mencelos. Sebuah tatapan yang seolah sudah membuat pilihan, meskipun belum terucap.

****

Januar menatap Novia dengan tatapan yang penuh penyesalan, namun pada akhirnya, ia menundukkan kepala. Suara yang keluar dari mulutnya bagaikan palu godam yang menghantam hati Novia. "Maafkan aku, Novia. Aku... aku memilih Karina."

Seketika, ruangan yang semula tegang berubah menjadi riuh. Diana bersorak gembira, seolah memenangkan lotre. Sebuah senyum kemenangan terukir jelas di bibirnya. "Bagus, Jan! Itu baru anak Ibu! Kamu sudah mengambil keputusan yang tepat!" Ia menatap Novia dengan pandangan mengejek.

Novia mematung, seolah seluruh darah di tubuhnya membeku. Dunia terasa berputar, dan ia nyaris kehilangan pijakan. Kata-kata Januar mengoyak hatinya hingga berkeping-keping.

Tanpa basa-basi, Diana langsung bertindak. Ia berlari ke arah lemari pakaian Novia, membuka pintunya dengan kasar. Dengan cepat, ia menarik keluar semua pakaian Novia, melemparkannya begitu saja ke lantai. "Pergi sana! Kamu sudah tidak ada gunanya lagi di rumah ini! Cepat kemasi barang-barangmu dan angkat kaki!" bentaknya, suaranya dipenuhi kemenangan.

Novia hanya bisa berdiri terpaku, menyaksikan barang-barangnya dilempar keluar dengan kasar. Air mata yang sudah mengering di pipinya, kini kembali mengalir deras. Ia merasakan sakit yang luar biasa, seolah tubuhnya dicabik-cabik.

"Lihat saja kamu, menantu mandul! Tidak berguna! Hanya bisa menyusahkan!" cibir Diana, kini melempar koper Novia ke arahnya. "Tidak pantas kamu berada di sini! Januar butuh istri yang bisa memberikan keturunan, bukan wanita seperti kamu!"

Hinaaan itu, ditambah dengan pengusiran langsung dari mertuanya sendiri, membuat Novia merasa begitu kecil dan tak berdaya. Ia menatap Januar, berharap suaminya akan membela atau setidaknya menghentikan tindakan ibunya. Namun, Januar hanya berdiri mematung, menunduk, tak berani menatap mata Novia. Keheningan Januar adalah jawaban yang lebih menyakitkan dari seribu kata.

"Pergi! Pergi sekarang juga!" Diana terus mendesak, menunjuk ke arah pintu. "Jangan pernah kembali ke rumah ini! Kamu sudah bukan siapa-siapa lagi bagi keluarga kami!"

Novia tak kuasa lagi menahan isakannya. Ia berlutut, memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai dengan tangan gemetar. Setiap helai pakaian yang ia sentuh terasa dingin, mencerminkan hatinya yang hancur. Ia memasukkan barang-barangnya ke dalam koper dengan gerakan kaku, seolah jiwanya sudah mati rasa.

Sementara itu, Diana tak henti-hentinya bersorak. Ia sudah membayangkan masa depan yang cerah. "Tak lama lagi, Ibu akan berbesan dengan orang kaya! Pasti Ibu juga akan ikut kaya raya! Bisa pamer ke mana-mana! Tidak akan lagi ada menantu mandul yang menyusahkan ini!" gumamnya penuh euforia, tak sedikit pun peduli dengan kesedihan yang Novia alami.

Novia akhirnya menutup kopernya, air matanya jatuh membasahi permukaannya. Ia bangkit dengan sisa tenaga yang ia punya, menyeret koper itu menuju pintu. Ia melangkah keluar dari rumah yang dulunya adalah tempat ia menaruh harapan, kini berubah menjadi neraka. Di ambang pintu, ia menoleh sekali lagi pada Januar yang masih membisu. Ada rasa sakit, pengkhianatan, dan kehancuran yang tak terlukiskan di matanya.

****

Novia mengendarai motornya di bawah guyuran hujan deras yang tiba-tiba mengguyur Kota. Air matanya bercampur dengan air hujan, membasahi seluruh wajah, hijab, dan bajunya hingga basah kuyup. Hatinya remuk, pikirannya kalut, seolah seluruh bebannya tak sanggup lagi ia pikul. Setiap tetes air hujan terasa seperti tusukan, mengingatkan pada setiap kata hinaan dan pengkhianatan yang baru saja ia alami.

Ia tak memedulikan jalanan yang licin atau pandangannya yang kabur oleh air mata. Yang ada di benaknya hanyalah kehancuran, rasa sakit yang teramat dalam, dan pertanyaan tak terjawab: mengapa semua ini harus terjadi padanya? Ia merasa seperti boneka yang tak punya arah, terombang-ambing oleh nasib yang kejam.

Tiba-tiba, pandangannya meredup. Jalanan di depannya menjadi semakin buram. Dalam keputusasaan yang mendalam, Novia tak menyadari lubang besar di jalan yang tertutup genangan air. Motornya oleng, dan dalam sekejap, ia kehilangan kendali. Bruk! Tubuhnya terempas ke aspal yang basah dan dingin. Motornya tergeletak di sampingnya, remuk sebagian. Rasa sakit menjalar di sekujur tubuh, namun rasa sakit di hatinya jauh lebih mendominasi.

Novia meringis, mencoba bangkit. Lututnya terasa perih, dan tangannya lecet. Ia tak mampu. Air matanya semakin deras, bercampur dengan darah dan air hujan. Ia hanya bisa terisak di tengah guyuran hujan, sendirian dan tak berdaya.

****

Tak lama kemudian, sebuah mobil sedan hitam berhenti tak jauh dari tempat Novia terjatuh. Pintu mobil terbuka, dan seorang pria bersetelan rapih, dengan tergesa-gesa turun membawa payung. Ia berlari menghampiri Novia dengan wajah panik.

"Mbak! Mbak tidak apa-apa?!" tanyanya, suaranya terdengar cemas. Ia segera berlutut di samping Novia, payung di tangannya melindungi Novia dari guyuran hujan.

Novia mendongak, matanya yang sembab dan penuh air mata menatap samar wajah pria di depannya. Pria itu tampak familiar. Alisnya tebal, sorot matanya khawatir, dan gurat wajah tampan yang kini dipenuhi kecemasan.

"Anda baik-baik saja?" ulang pria itu, nadanya lembut namun mendesak. "Ada yang luka? Biar saya bantu." Ia mencoba menyentuh lengan Novia, namun Novia sedikit menjauh, masih terlalu terkejut dan malu.

Pria itu menyadari reaksi Novia. "Maaf. Saya Kenzi," katanya, memperkenalkan diri. "Saya tidak sengaja melihat Anda terjatuh. Mari saya bantu bangun."

Kenzi dengan hati-hati membantu Novia berdiri. Tubuh Novia terasa lemas dan bergetar. Ia berusaha keras menahan isakannya. "Motor saya..." bisik Novia, menunjuk motornya yang tergeletak.

"Jangan khawatirkan motornya dulu. Anda harus diperiksa," ujar Kenzi, nada suaranya tegas namun penuh perhatian. "Anda sepertinya syok. Mari saya antar ke rumah sakit terdekat."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!