Sang raja terakhir tiada, dan bayangan mulai merayap di antara manusia.
Ketika dunia runtuh, satu-satunya harapan tersisa hanyalah legenda yang tertulis di sebuah buku tua. Riski, pemuda yang mencari ibunya yang menghilang tanpa jejak, menemukan bahwa buku itu menyimpan kunci bukan hanya untuk keluarganya… tetapi juga untuk masa depan dunia.
Dalam perjalanannya, ia harus melewati misteri kuno, bayang-bayang kutukan, dan takhta yang menuntut pengorbanan jiwa.
Apakah ia akan menemukan ibunya… atau justru menjadi Raja Terakhir yang menanggung beban akhir zaman?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 : Arc Penjelajahan Bagian 1
Raut wajah Amira masih tergambar rasa tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Riski bukan tertarik dengan buku atau misteri ini, tapi ia hanya terlihat seperti seorang psikopat yang menikmati saat-saat terakhir agen itu.
Mata Riski kembali menatap tajam ke seluruh ruangan. Fokusnya teralihkan ke arah sebuah lemari pakaian di sudut ruangan. Riski berjalan mendekat." Kira-kira buat apa lemari pakaian di ruang bawah tanah?" Tanya Riski ke Amira." Nenekku memang eksentrik, tapi jujur ini terlalu aneh menurutku." Ia berhenti dan menatap tajam ke lemari berdebu itu.
"Entah, tapi bisa jadi ada koleksi gaunnya mungkin, kalau kata Rizal pasti dia akan bilang,' mungkin nenekmu simpan kutang dari besi, atau pakaian dalam wanita jaman dulu' hahaha." Amira tertawa tipis.
"Ya kalau Rizal pasti akan bilang begitu,"Riski membuka lemari itu. Debu di pintu berhamburan meninggalkan tempatnya. Terlihat beberapa sarang laba-laba yang menggantung indah di sudut lemari. Mata Riski menatap dengan berkaca-kaca melihat isi lemari itu. Ia tak berkata apa-apa untuk sejenak.
"Kok tiba-tiba diam? Memangnya kamu lihat apa?" Amira mendekati Riski." Jubah Pendiri? Apa ini, ke-kenapa bisa."
"Kerennya jubah ini. Warnanya putih dan ada ornamen unik seperti di film fantasi. Dan coba lihat, ada Jirah besi juga dan..." Mereka terdiam sejenak.
"PEDANG MEDIEVAL.....?!!" Teriak mereka menggema seisi ruangan.
Tak membuang waktu, Amira langsung ingin menyentuh benda itu. Tapi, Riski menahan pundak Amira." Hmm.. Tunggu Amira." Riski langsung duluan mengambil pedang itu. Ditatapnya pedang antik itu dengan seksama. Matanya berbinar-binar bak anak kecil yang melihat mainan baru di etalase toko.
"Sumpah seumur hidupku belum pernah aku melihat hal seperti ini. Ini sungguh... Sungguh mencurigakan." Sekejap ia mengernyitkan dahinya." Wahh luar biasa... Mirip di film fantasi medieval..."
"Yahhh biar kamu tidak ucapkan dua kali pun, kita tahu itu pedang medieval. Okay..." Amira merampas benda itu dari tangan Riski.
"Yahh begitulah. Tapi untuk apa benda ini coba. Mau lawan apa? Mage yang jahat begitu atau apalah." Tak lama, perhatian Riski teralihkan lagi ke sebuah meja rias kayu yang berada di samping lemari itu.
"Amira, simpan itu dulu, sepertinya ada yang lebih misteri disini." Ia memperhatikan sebuah gulungan kertas yang sudah sangat usang. Sebuah gulungan yang bersegel simbol elemen.
Mereka yang di kuasai rasa penasaran yang kuat,. langsung saja mengambil gulungan itu." Peta? Apa-apaan ini. Peta dunia lain? Sumpah kaya di negeri dongeng." Riski menatap ke arah Amira.
"Jangan sampai ini ada hubungannya dengan virus. Yapi jujur yah, tidak ada informasi yang seperti ini di organisasi."
"Mungkin kita simpan saja." Sambung Riski yang tak puas dengan jawaban Amira." Aku juga tidak tertarik sekali dengan hal yang tidak logis dan tidak masuk di logikaku. Mending kita eksplorasi yang lain." Amira hanya mengangguk saat mendengar arahan dari Riski.
Riski tak puas dengan penemuan simpel tadi. Ia ingin lebih. Akhirnya, ia tertarik dengan sebuah papan retak yang tertindih buku-buku tua. Riski menggeser tumpukan buku tua yang berdebu, kemudian ia menyingkap papan kayu yang sedikit longgar di sudut ruangan rahasia toko neneknya. "Perasaan apa ini Amira... Feelingku seolah mengatakan bahwa ada hal magis disini. Ya meskipun aku tidak percaya dengan hal konyol seperti itu yah." Rasa ingin tahu yang meluap itu itu tak bisa di bendung lagi. " Bisa tolong di percepat? Sadarkah kamu kita ini sedang buru-buru."
"Bisa tolong beri aku ruang? Aku sedang bekerja disini." Riski menatap tajam ke arah Amira yang sedari tadi mulai gelisah.
Terlihat sebuah kotak kecil berukir simbol angin terpendam rapat. Jantungnya berdebar saat ia mengangkat kotak itu perlahan.
"Ini dia," ucapnya pelan, memanggil Amira yang berdiri disampingnya.
Amira merunduk mendekat, matanya melebar ketika melihat kotak kayu yang terhias ukiran halus itu. "Kau yakin ini yang nenekmu maksud?"
"Coba kita lihat Isi bukunya lagi." Kata Riski sembari membuka buku - Setiap hujan turun, ada yang mati-
-Untuk kalian yang menemukan buku ini, emmm ada di bawah tanah Sebuah kotak kayu~~~~-
"Demi jiwaku yang berada ditangan-Nya. Tulisan ini kabur loh. Tidak jelas isinya. Kenapa hal penting ini harus hilang." Riski Menarik nafasnya dalam-dalam. Seolah tak menyangka hal penting malah menjadi misteri.
"Ini bukan akhir dunia. Kita buka saja yah isinya." Kata Amira yang mencoba menenangkan Riski.
Riski mengangguk, ia pun membuka tutup kotak dengan hati-hati. Di dalamnya, sebuah gulungan kertas kuno yang kusam tergeletak rapi. Lengkap dengan segel simbol angin yang khas. Dengan tangan gemetar, ia menanggalkan segel, kemudian menarik gulungan itu dan membukanya di bawah cahaya lampu neon ruang rahasia itu. Tapi yang terlihat hanyalah sebuah lembaran kosong, tanpa satu tanda pun.
Amira mengerutkan dahi, "Kosong? Tidak ada apa-apa di sini."
Riski memutar gulungan itu perlahan, berharap ada sesuatu yang tersembunyi. Tapi tetap saja, hanya kertas usang tanpa tulisan.
"Apa-apa ini. Tidak mungkin organisasi Virus yang isinya orang-orang jahat itu, hanya mencari kertas kosong." Riski mengumpat untuk meluapkan emosinya yang tidak terbendung.
"Iya-iya organisasi itu isinya orang jahat semua." kata Amira membalas cacian Riski.
"Kamu keberatan? Jangan lupa kami ini masih dalam pengawasanku jadi tolong."
Amira dengan sigap menutup mulut Riski." Bisa tolong ganti topik lain?" Riski pun hanya mengangguk pelan.
Mereka memutuskan membawa gulungan itu bersama buku tua nenek, bersiap mencari petunjuk lain.
Tak lama kemudian, Kring.. Kring... Suara ponsel Riski berdering.
"Halo, dengan siapa dimana?"
"Bro, kamu dimana? " tanya Rizal dengan suara bergetar di telfon
"Di toko, bukannya kalian bertiga sudah pulang yah, ada apa tiba-tiba menghubungi aku?"
"Aku lagi sama Sinta dan Bela. Kami lihat berita di tv ada kebakaran hebat yang terjadi di sekitar toko. Para petugas keamanan dan petugas pemadam kebakaran sedang berada dilokasi. Penyebab kejadian masih di selidiki. Terlihat pula warga yang mengerumuni.."
"Kamu kaya pembaca berita sumpah, Intinya kami aman... Dan, ehh besok kita atur pertemuan selepas jam kerja."
"Riski... kamu baik-baik saja kan? " Terdengar suara Sinta dari ponsel.
"Iya Sinta... aku baik-baik saja. Besok kita adakan pertemuan yah."
"Kalau Riski yang minta apa saja kita gaskan.."
"Emm sepakat berarti. Nanti aku kabari besok. Dah Assalamualaikum Sinta."
Akhirnya Telfon itu selesai. Riski dan Amira mengemasi dokumen dan barang yang mereka temukan.
"Kita ke kosanku. Nanti kita atur rencananya disana. "
Amira hanya mengangguk dengan ucapan Riski. Tak membuang waktu, mereka pun segera meninggalkan lokasi itu menuju ke Kosannya.
Bersambung..