Kaisar: Dewa Immortal

Malam itu, langit sunyi setelah gemuruh petir mereda. Di dalam kamar sederhana, tungku alkimia masih memancarkan panas samar. Xiao Feng duduk bersila, pil hitam keemasan berada di telapak tangannya.

Ling’er memandangnya dengan cemas. “Xiao Feng, apa kau benar-benar akan menelannya? Pil itu belum pernah diuji. Kalau ada racun tersembunyi, tubuhmu bisa hancur.”

Xiao Feng menatap pil itu sejenak. Cahaya lilin menyorot wajahnya yang tegas. “Justru karena tidak ada yang berani mencoba, aku harus melakukannya. Tubuhku harus cukup kuat untuk menghadapi tribulasi selanjutnya. Kalau aku tidak berani mengambil risiko, bagaimana mungkin aku bisa menantang langit?”

Ling’er terdiam. Kata-katanya begitu keras kepala, tapi juga penuh tekad. Ia hanya bisa menggenggam erat ujung bajunya, berdoa dalam hati.

Xiao Feng menelan pil itu.

Begitu pil menyentuh perutnya, energi liar menyebar. Rasanya seperti bara api yang mendidih di dalam darah. Tubuhnya bergetar, urat-urat menonjol, wajahnya memerah bagai terbakar.

“Arghh!!” Xiao Feng meraung, darah emas bercampur hitam merembes dari pori-porinya.

Ling’er panik, mendekat. “Feng! Kau kenapa?! Hentikan, keluarkan pil itu!”

Namun Xiao Feng menggertakkan gigi, menyalurkan energi naga emas. “Tidak… ini adalah ujian… Aku harus menjinakkan kekuatan liar ini!”

Dalam tubuhnya, ia membayangkan naga emas mengitari inti roh macan yang berputar gila. Aura naga melilit, menggigit, hingga perlahan energi liar itu tunduk. Namun racun hitam tetap menyebar, menggerogoti organ dalamnya.

“Gunakan bunga kabut ungu… gabungkan dengan napas naga. Itu bisa menetralkan racunnya,” suara naga emas bergaung di kepalanya.

Xiao Feng segera meraih bunga kabut ungu yang sudah dikeringkan. Ia menelannya mentah, lalu memusatkan aura naga ke dantian. Perlahan, energi hitam yang liar melunak, bergabung dengan energi emas, membentuk lapisan baru pada meridiannya.

Setelah berjam-jam pertempuran batin, akhirnya tubuhnya tenang. Napasnya berat, tapi auranya meningkat drastis. Ototnya lebih keras, tulangnya berkilau samar, bahkan luka-luka kecilnya sembuh total.

Ling’er memeluknya, air mata jatuh. “Bodoh… kau hampir mati! Jangan lakukan ini lagi sembarangan…”

Xiao Feng tersenyum lemah, tangannya mengusap kepala gadis itu. “Kalau aku berhenti di sini… aku tidak akan pernah melindungimu. Maaf membuatmu khawatir.”

Namun ketenangan itu tidak berlangsung lama.

Keesokan paginya, saat Xiao Feng dan Ling’er keluar membeli ramuan tambahan di pasar, sekelompok pria berjubah hitam menghadang mereka di jalan kecil.

Pemimpin mereka, seorang pria berwajah kurus dengan mata tajam, menatap Xiao Feng dari atas kuda roh. “Anak muda, serahkan inti roh Macan Bercula Hitam. Kami tahu kau yang membunuhnya.”

Xiao Feng menatapnya datar. “Dan kalau aku menolak?”

Pria itu tertawa dingin. “Maka kau akan mati. Inti roh tingkat menengah terlalu berharga untuk seorang bocah sepertimu.”

Ling’er melangkah maju, membentangkan tangan. “Kenapa kalian mengincar kami? Bukankah inti roh itu hasil kerja keras kami?”

Pria itu menatap Ling’er dengan senyum miring. “Gadis kecil, di dunia kultivasi tidak ada yang namanya ‘milik’. Yang ada hanya siapa yang kuat. Kau cantik, lebih baik ikut denganku. Mungkin aku akan membiarkan anak itu hidup.”

Wajah Ling’er memucat, tubuhnya bergetar marah. “Kau…!”

Xiao Feng maju, tombaknya muncul dari cincin ruang dengan kilatan emas. Matanya membara. “Kalau begitu, mari lihat siapa yang kuat.”

Pertarungan pecah. Pria-pria berjubah hitam menghunus pedang roh, aura mereka menekan jalan kecil itu. Beberapa warga yang lewat menjerit dan berlari menjauh.

Xiao Feng menerjang, tombaknya berputar bagai badai. Jurus Cakar Naga Surya menghantam salah satu musuh, membuatnya terpental dan berdarah.

Namun pemimpin mereka jauh lebih kuat. Pedangnya mengeluarkan aura hitam, setiap tebasannya mampu membelah batu. Xiao Feng menahan dengan tombaknya, namun getaran dari benturan membuat tangannya hampir patah.

“Anak kecil, kau memang berbakat. Tapi melawan kami, itu hanya mencari mati,” ejek pria itu.

Xiao Feng mundur beberapa langkah, napasnya berat. Namun ia menelan pil pemulihan buatannya sendiri. Energi segar mengalir, lukanya menutup lebih cepat.

Ling’er melepaskan anak panah dari kejauhan, mengenai bahu salah satu lawan, membuatnya roboh. “Feng, hati-hati!”

Xiao Feng tersenyum kecil. “Aku tidak sendiri. Aku punya Ling’er.”

Saat lawan utama kembali menyerang, Xiao Feng menutup mata sejenak, lalu membuka dengan tatapan tajam. Aura naga emas memancar, membentuk bayangan naga raksasa di belakangnya.

“Taring Naga Menembus Langit!”

Tombaknya menusuk lurus, menabrak pedang hitam musuh. Benturan keras membuat udara bergetar, rumah-rumah di sekitar retak.

Pedang hitam pecah, tubuh pria itu terpental, menabrak dinding batu hingga hancur. Darah muncrat dari mulutnya, matanya penuh ketakutan.

“Ini… ini bukan kekuatan bocah biasa… Kau… siapa sebenarnya?”

Xiao Feng berdiri tegak, tombaknya berkilau emas. “Aku hanyalah seorang kultivator pengembara.”

Sisa anak buahnya panik, segera menarik pemimpin mereka dan kabur, meninggalkan bau darah di jalan.

Xiao Feng terhuyung, darah menetes dari mulutnya. Meski menang, tubuhnya penuh luka dalam. Ling’er segera menopangnya.

“Kau bodoh! Kenapa selalu memaksa tubuhmu sejauh ini?” serunya dengan mata berkaca-kaca.

Xiao Feng tersenyum lemah. “Karena aku tahu, lawan yang lebih kuat akan terus datang. Kalau aku tidak terbiasa bertarung mati-matian, aku akan mati lebih cepat.”

Ling’er menggigit bibir, lalu memeluknya erat. “Kalau begitu… jangan tinggalkan aku. Aku akan selalu berada di sisimu, meski harus menghadapi langit sekalipun.”

Xiao Feng menutup mata, membalas pelukan itu. Dalam hatinya, ia bersumpah: Aku akan melindungi senyummu, meski harus menantang dunia dan langit.