Saddam dan teman-temannya pergi ke desa Lagan untuk praktek lapangan demi tugas sekolah. Namun, mereka segera menyadari bahwa desa itu dihantui oleh kekuatan gaib yang aneh dan menakutkan. Mereka harus mencari cara untuk menghadapi kekuatan gaib dan keluar dari desa itu dengan selamat. Apakah mereka dapat menemukan jalan keluar yang aman atau terjebak dalam desa itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Cerita Tentang Hendra.
"Dulu, katanya Bang Hendra suka sekali dan terobsesi pada temannya Kak Leli, sehingga melakukan kecurangan dan beberapa hal-hal aneh."
"Hal aneh?"
"Iya. Waktu itu kamu cerita melihat penampakan wanita berambut panjang cantik di air terjun 'kan?"
"Iya, Bu." Saddam mengangguk.
"Wanita itu bernama Anggita Sari. Teman dekat Kak Leli dan teman dekat anak sulungnya Nek Raisyah."
Saddam tercengang. Dia semakin penasaran dengan cerita Bu Anisa. "Lalu, Bu?"
"Waktu itu, Bang Hendra menyatakan cinta pada Anggita Sari, namun beberapa kali di tolak oleh gadis itu. Suatu hari, Anggita Sari pernah kesurupan dan kejang-kejang, lalu berobat ke orang pintar, kata orang pintar itu, Anggita Sari di santet laki-laki, ciri-cirinya Bang Hendra itu. Semenjak itu, Anggita Sari menjauh dan menghindar dari Bang Hendra."
"Melihat reaksi Anggita Sari yang menolak dan menjauh, Bang Hendra mendekati teman-teman Anggita, salah satunya anak bungsu Nek Raisyah Riska Aulia dan Kak Leli."
"Terus Bu?" Saddam mendengar dengan serius.
"Bang Hendra menjelek-jelekkan dan mengadu domba mereka, bahkan mengatakan jika Anggita Sari pernah dia bawa ke pondoknya yang ada di air terjun, padahal itu tak benar sama sekali."
"Setelah itu, dia mendengar jika Anggita Sari berpacaran dengan Anak Kepala Desa."
"Anak kepala desa? Yang meninggal itu?" tanya Saddam.
"Iya," jawab Bu Anisa.
"Waduh, trus apalagi bu?" Saddam semakin penasaran.
"Cuma itu aja yang diceritakan Kak Leli, makanya dia larang Ibu dekat sama Bang Hendra, katanya tatapan Bang Hendra aneh sama Ibu, ada maksud terselubung, disuruh jauh-jauh, trus Kak Leli juga nyuruh ibu bilang sama kalian, agar jauh-jauh juga sama Bang Hendra. Katanya, bisa aja kalian di dekati biar bisa dekati Ibu gitu." Bu Anisa menghela nafas.
"Kayak orang psyco gitu ya maksudnya Kak Leli?" Saddam mengelus dagu.
"Ya, kalau dari cerita Kak Leli sih begitu. Moga aja enggak deh, ngeri juga sih, kalo ketemu sama orang yang doyan main dukun."
"Udah sore, gak kerasa ya, pulanglah. Takut nanti gelap langitnya, gak baik juga jalan pulang magrib-magrib," ujar Bu Anisa.
"Iya, Bu." Saddam membawa semua kertas dan buku. "Pamit, balik dulu Bu."
"Iya, hati-hati, kabarin kalau sudah sampai di rumah Nek Raisyah."
"Iya, Bu."
Usai makan malam, Saddam tampak termenung. Berpikir keras, menghubungkan benang kusut satu sama lain, mengingat ingat surat cinta yang ada di dalam lemari dengan cerita dari Bu Anisa.
"Menurut kalian, apa ada cinta segi banyak membuat orang psyco atau menjadi arwah gentayangan?"
"Hah? Kau kenapa Dam? Tumben, pertanyaan kamu aneh dan random banget?" Diro keheranan, menatap Saddam curiga.
"Butuh jawaban!" Saddam berwajah dingin.
"Huh. Menurutku cinta segi banyak sah aja sih, tapi kalo cinta buat org psyco enggak deh, emang dasar orang itu aja yang psyco butuh pertolongan mental tuh!" Diro mendengus.
"Menurutku juga begitu. Emangnya siapa yang cinta segi banyak?" tanya Agung.
"Tadi saat ke rumah Pak Thalib, Bu Anisa cerita banyak, perihal kisah cinta." Saddam pun menceritakan cerita dari Bu Anisa pada ke-tiga temannya. "Jadi, begitulah ceritanya!"
"Menurut kalian gimana?" Saddam menatap mereka gantian.
"Menurut kamu, antara Bang Irul, Bang Hendra anak Pak kepala desa cinta segi banyak sama anak bungsu Nek Raisyah dan Anggita Sari itu?" tanya Viko.
Saddam mengangguk. Sementara Agung dan Diro melongo.