NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29. Kamu, Bahagiaku

"Sayang, bangun." Raden Mas Mahesa mengecupi bahu istrinya yang sedang tertidur dengan tubuh polos di balik selimut.

Jangan di tanya lagi. Mereka tentu baru merengkuh nikmat surga dunia setelah menjalankan sholat dzuhur berjamaah.

"Dek ayu. Ayo bangun, mandi, lalu sholat ashar dulu." Ujar Raden Mas Mahesa yang kini mengusap - usap dahi istrinya.

"Kalau seperti itu, yang ada aku malah makin nyenyak tidurnya, Raden Mas." Lirih Anaya yang masih terpejam.

"Raden Mas mau membangunkan atau menina bobokan?" Imbuh Anaya yang membuat suaminya terkekeh.

"Terus gimana, Sayang? Masak mau di siram air? Ya eman - eman istriku yang cantik ini lah." Jawab Raden Mas Mahesa yang membuat Anaya tersenyum.

"Raden Mas sudah mandi?" Tanya Anaya.

"Sampun, Sayangku. (Sudah, Sayangku.)" Jawab Raden Mas Mahesa.

"Kenapa gak langsung sholat saja?" Tanya Anaya yang kemudian beranjak duduk.

"Memangnya pernah, Suamimu ini sholat sendiri di rumah kalau tau kamu belum sholat?" Raden Mas Mahesa balik bertanya.

Anaya terdiam sejenak lalu tersenyum dan menggeleng. Memang benar, Raden Mas Mahesa tak pernah sholat di rumah jika tidak berjamaah dengannya. Biasanya Suaminya itu sholat berjamaah di Masjid yang tak jauh dari rumah.

"Yasudah mandi lah. Atau mau aku yang mandikan?" Raden Mas Mahesa memberi pilihan pada istrinya.

"Aku mandi sendiri saja." Jawab Anaya dengan cepat sambil berjalan menuju ke kamar mandi yang ada di kamar dengan membawa serta selimut yang membalut tubuh polosnya.

Setelah mandi dan sholat berjamaah. Keduanya duduk bersantai di teras rumah sambil melihat suasana kebun teh di sore hari. Dua gelas teh dan sepiring Ubi rebus menemani sore mereka kali ini.

Villa yang berbentuk rumah panggung, membuat mereka lebih leluasa melihat sekeliling. Benar - benar suasana menenangkan yang Anaya sangat sukai.

Raden Mas Mahesa menunjukkan kebun teh milik Anaya yang berada di sebrang Villa mereka hingga ke ujung dekat aliran anak sungai kecil.

"Raden Mas dulu sengaja beli kebun teh ini?" Tanya Anaya.

"Cuma untuk investasi saja. Kalau di simpan dalam bentuk uang saja, pasti rugi. Terlebih jika terkena inflasi yang ugal - ugalan." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Karna sekarang ini milikmu, jadi hasil pendapatan dari kebun ini akan selalu di kirimkan ke rekeningmu, Dek Ayu." Imbuh Raden Mas Mahesa.

"Kenapa Raden Mas memberiku mahar sebanyak itu? Padahal kita belum saling kenal, bahkan bertemu saja belum." Tanya Anaya.

"Itu bukti kalau aku sangat menghargaimu, Dek Ayu. Aku gak mau merendahkan Istriku dengan memberi mahar seadanya karna alasan kita belum kenal." Jawab Raden Mas Mahesa sambil tersenyum ke arah Istrinya.

"Maa Syaa Allah. Terima kasih, Sayangku." Ucap Anaya dengan tulus.

"Oh iya, Raden Mas. Di belakang itu rumah Pak Min?" Tanya Anaya.

"Njih, Dek Ayu. Kenapa memangnya?" Tanya Raden Mas Mahesa.

"Gak apa - apa. Pantes, kok sepertinya mereka mudah saja wara - wiri. Aku kira rumahnya jauh, kan kasihan kalau rumahnya jauh." Jawab Anaya yang membuat Raden Mas Mahesa tersenyum.

"Raden Mas..."

"Dalem, Sayangku."

"Kita cuma mau diam di Villa saja?" Tanya Anaya.

"Mboten to, Sayangku. (Enggak to, Sayangku.)" Jawab Raden Mas Mahesa sambil tersenyum.

"Nanti malam kita ke atas. Ada tempat indah yang bisa kita kunjungi." Imbuhnya kemudian.

"Memang ada? Di tengah kebun teh seperti ini?" Tanya Anaya.

"Ada lah, lihat saja nanti." Jawab Raden Mas Mahesa yang membuat Anaya penasaran.

Ba'da magrib, mereka berdua berangkat ke tempat yang di maksud oleh Raden Mas Mahesa. Udara dingin pegunungan, membuat tangan Anaya menggigil.

"Kamu kedinginan, Dek Ayu?" Tanya Raden Mas Mahesa yang kemudian menepikan motornya.

"Iya, Raden Mas. Rasanya sampai kebas. Disini ternyata lebih dingin dari di desa." Jawab Anaya.

"Pakai sarung tanganku." Ujar Raden Mas Mahesa.

"Jangan! Nanti tangan Raden Mas membeku." Tolak Anaya.

"Yasudah, masukkan ke saku jaketku." Ujar Raden Mas Mahesa sambil memasukkan tangan Anaya ke dalam saku jaketnya.

"Gimana?" Tanya Raden Mas Mahesa yang kembali mengemudikan motornya.

"Hangat. Terima kasih, Sayang." Jawab Anaya yang semakin erat memeluk suaminya.

Raden Mas Mahesa tersenyum senang. Selama menikah, ia belum pernah mengajak istrinya berjalan - jalan menikmati malam seperti ini karena sibuk dengan pekerjaannya.

"Ramai juga ya, Raden Mas." Ujar Anaya saat sampai di tempat yang mereka tuju.

"Lama gak kesini, ternyata sudah banyak berubah." Jawab Raden Mas Mahesa.

Mereka berdua kemudian menyewa salah satu tempat yang masih kosong. Bukan gazebo atau podokan. Hanya sebuah tikar dengan meja kecil di ujungnya. Tak lupa mereka juga memesan jagung bakar dan susu jahe hangat.

Mereka sendiri sedang berada di sebuah bukit yang memang lebih tinggi dari sekitarnya. Di bukit itu, mereka bisa melihat pemandangan yang cukup indah. Gemerlap lampu yang menyala, terlihat seperti bintang - bintang di kejauhan.

Cuaca malam ini pun sangat bersahabat. Bulan purnama yang bulat sempurna, berdampingan dengan jutaan bintang yang berkerlip - kerlip.

"Seperti berada di tengah lautan bintang." Ujar Anaya sambil melihat bintang dan lampu yang seperti bintang.

"Dulu belum seperti ini, Dek Ayu. Belum ada penjaja makanan atau tikar yang disewakan seperti ini. Walau begitu, pemandangannya tetap gak berubah." Cerita Raden Mas Mahesa.

"Raden Mas pernah kesini? Dengan siapa?" Tanya Anaya.

"Pernah. Kamu mau tau, aku kesini dengan siapa?" Goda Raden Mas Mahesa yang di jawab anggukan oleh istrinya.

"Nanti kamu cemburu, Dek Ayu." Ujar Raden Mas Mahesa yang kembali menggoda istrinya.

"Kenapa cemburu dengan masa lalu? Selagi dia gak kembali ke kehidupanmu, aku gak akan cemburu." Jawab Anaya.

"Aku sendirian ke sini, dulu." Jawab Raden Mas Mahesa sambil mengusap lembut kepala istrinya.

"Raden Mas, ajak aku ke lebih banyak tempat yang indah ya." Pinta Anaya yang kini menyandarkan kepalanya di bahu Raden Mas Mahesa.

"In syaa Allah, Sayang. Nanti kita pergi ke tempat lain, dengan anak - anak juga." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Raden Mas ingin cepat - cepat punya momongan?" Tanya Anaya. Sebelumnya, mereka belum pernah membahas soal momongan.

"Kersane Gusti Allah mawon, Dek Ayu. Menowo Gusti Allah enggal maringne, yo Alhamdulillah. Nanging nak dereng wayahe, yo mboten nopo - nopo. (Terserah Allah saja, Dek Ayu. Kalau Allah memberikan cepat, ya Alhamdulillah. Tetapi kalau belum waktunya, ya gak apa - apa.)" Jawab Raden Mas Mahesa.

"Yang penting, kamu tetap bersamaku dan aku bisa terus membahagiakanmu." Imbuh Raden Mas Mahesa sambil mengecup puncak kepala istrinya.

"Terima kasih, Raden Mas selalu mengutamakan kebahagiaanku. Tapi aku juga mau Raden Mas bahagia." Kata Anaya.

"Aku bahagia, kalau lihat kamu bahagia." Jawab Raden Mas Mahesa dengan cepat.

"Raden Mas..."

"Dalem, Raden Ayu."

"Kalau aku gak bisa kasih Raden Mas keturunan, bagaimana?" Tanya Anaya.

"Kita usahakan dengan berbagai macam usaha dulu. Kalau memang takdir dari Allah seperti itu, gak apa - apa. Yang penting kamu sehat dan aku bisa melihatmu bahagia." Jawab Raden Mas Mahesa yang membuat Anaya tersenyum.

"Raden Mas, jangan selalu memikirkan kebahagiaanku. Raden Mas juga harus membahagiakan diri Raden Mas sendiri. Raden Mas harus bahagia." Kata Anaya.

"Aku gak perlu repot - repot membahagiakan diriku sendiri. Ada kamu yang selalu membuatku bahagia, Dek Ayu." Ujar Raden Mas sambil menghujani kepala istrinya dengan kecupan.

1
Syhr Syhr
Akhirnya diberitahu juga
Syhr Syhr
Sebaiknya jujur aja, bicara pelan²
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!