Cover by me
Dipertemukan lewat salah paham. Dinikahkan karena perintah. Bertahan karena luka. Jatuh cinta tanpa rencana.
Moza Reffilia Abraham tak pernah membayangkan hidupnya akan terikat pada seorang prajurit dingin bernama Abrizam Putra Bimantara—lelaki yang bahkan membenci pernikahan itu sejak awal. Bagi Abri, Moza adalah simbol keterpaksaan dan kehancuran hidupnya. Bagi Moza, Abri adalah badai yang terus melukai, tapi juga tempat yang entah kenapa ingin ia pulangi.
Dari rumah dinas yang dingin, meja makan yang sunyi, hingga pelukan yang tak disengaja, kisah mereka tumbuh perlahan. Dipenuhi gengsi, trauma masa lalu, luka yang belum sembuh, dan perasaan yang enggan diakui.
Ini bukan kisah cinta biasa. Ini tentang dua orang asing yang belajar saling memahami, bertahan, dan menyembuhkan tanpa tahu apakah pada akhirnya mereka akan benar-benar saling memiliki… atau saling melepaskan.
Lanjut baca langsung disini ya👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika cha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesadaran dan Kebenaran
Abri dan beberapa rekannya berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Sepulang mengantar Moza tadi, Abri sempat kembali ke kesatuan untuk mengganti seragam dinasnya menjadi pakaian sipil. Setelah itu, ia langsung menuju rumah sakit untuk menjenguk Aji—anggotanya yang akhirnya sadar setelah koma dua bulan.
Kabar bahagia itu segera ia bagikan ke seluruh anggota. Mereka turut senang dan ingin ikut menjenguk. Namun karena rumah sakit membatasi jumlah pengunjung, hanya empat orang yang Abri ajak malam itu: Gilang, Ibam, Denis, dan Dico. Yang lain bisa menjenguk esok hari.
"Assalamualaikum."
"Malam ji."
Ucap mereka serempak saat memasuki ruang perawatan Aji. Di sana, Aji tak sendirian. Dua orang ajudan Jenderal Hamzah tampak duduk di sofa, bertugas menjaga dan mendampinginya.
"Waalaikumsalam. masuk, masuk," sambut mereka ramah.
Sementara itu, Aji hanya tersenyum tipis dari atas ranjangnya. Wajahnya masih pucat, matanya sayu. Masker oksigen masih menutupi hidung dan mulutnya—menandakan kondisinya belum benar-benar pulih.
Aji mencoba mengangkat tangan untuk memberi hormat pada Abri, tapi cepat-cepat dicegah.
"Gak perlu, Ji," kata Abri lembut, pengertian.
Aji mengedipkan kedua matanya pelan, dengan tersenyum kecil sebagai respon.
"Gimana keadaan Aji sekarang?" Tanya Abri pada salah satu dari dua orang yang menjaga Aji di sana.
"Kata dokter keadaannya udah cukup membaik, cuma karena dua di antara empat peluru yang mengenai punggungnya mengenai organ vital yang berhubungan dengan saraf otak, membuat Aji jadi kadang masih nampak kebingungan, juga ada masalah dalam memorinya."
"Dia lupa ingatan?" Tanya Denis ikut nimbrung dengan wajah syok mendengar penjelas dari ajudan Hamzah itu.
"Bisa di bilang gitu. Hanya saja, ini cuma amnesia ringan, dia bahkan masih ingat kita semua. Aji cuma melupakan beberapa ingatannya belasan tahun lalu."
Semua mengangguk, memahami penjelasan itu. Mata mereka lalu menatap iba ke arah Aji. Tubuh kekar yang dulu mereka kenal kini tampak kurus. Dua bulan tanpa asupan makanan, hanya infus dan alat bantu medis yang menopang hidupnya.
"Selain itu?"
"Saya gak berapa paham si Bang, cuma kalau saya gak salah denger lagi, dia ngalamin syok apa yah namanya..." ajudan Hamzah itu mencoba berpikir tentang apa yang ia dengar dari dokter tadi saat Aji baru sadarkan diri. "Syok... Syok... Hipo apa gitu lupa saya," Tidak lupa ia cengengesan Karena sama sekali tak ingat.
"Syok hipovolemik?" Tebak Abri.
"Nak, itu. Syok hoplemik." Katanya mencoba membenarkan.
"Hipovolemik..." Koreksi Abri. Sebagai anak seorang dokter kepala di rumah sakit angkatan darat tempat Aji di rawat saat ini, kalimat kalimat medis seperti itu sudah jadi makanan sehari hari Abri. Makannya jika waktu itu dia tidak lulus memasuki Akmil, mungkin dia akan menjadi dokter seperti mamanya sekarang.
"Iya, itu pokoknya itu." Ujarnya cepat, takut malah ia tak siap siap menjelaskan masalah keadaan Aji. "Dia kehilangan banyak cairan juga darah, Taukan seberapa banyak luka tembak, bakar dan serpihan kaca yang dia dapatkan. Dan itu membuat jantungnya gak bisa cukup memompa darah ke seluruh tubuh, makannya sampai Sekang dia masih butuh oksigen untuk bantu dia bernafas."
Mendengar penjelasan salah satu ajudan Hamzah itu membuat lima orang tadi mendesah secara bersamaan, tak bisa membayangkan jika diri mereka ada dalam posisi seperti Aji.
"Alhamdulillah, kau hebat ji, kau hebat bisa bertahan sampai sekarang," dengan mata berkaca kaca Gilang mengatakan kalimat itu. Dia ingat betul saat itu yang membantu Aji keluar dari dalam basement terkutuk itu adalah dirinya. Ia menyaksikan sendiri seberapa parah luka di tubuh yang di dapat rekan sejawatnya itu.
Aji mengulum senyum lembut, kembali ia mengedipkan kedua matanya sebagai isyarat jika ia tak kalah bersyukurnya.
"Aji..." Rengek Ibam sudah tak tahan lagi, bahkan air matanya sudah berada di pelupuk mata karena mendengarkan penjelasan ajudan Hamzah, ia mendekati Aji dan memeluk tubuh lemah rekannya "syukur kali aku nengok kau udah sadar gini," Isaknya. Walaupun dia seorang tentara, dia tetap lah akan menangis jika melihat rekannya terluka seperti ini.
Ingat tentara juga manusia.
"S-sa...sakit..." Rintih Aji lemah, Pelukan Ibam terlalu erat membuat Aji mengadu kesakitan.
Abri yang sadar pun lekas menarik tubuh Ibam untuk menjauh
"ehehehe. maaf, maaf. Aku terlalu semangat loh nampak kau sadar gini. Sakit ya?" Tangan Ibam mengelus pundak Aji dengan lembut, seakan akan ingin menghilangkan rasa sakit Aji.
Kepala Aji mengangguk pelan dengan sisa ringisan ringan di wajahnya.
Setelah itu Ibam melirik Abri yang sudah menatapnya garang di sebelahnya "gak sadar aku bang." Tambahnya pada Abri dan kembali nyengir.
Abri melotot pada Ibam. "Dia masih dalam masa pemulihan. Jangan asal sentuh, paham?" Wanti Abri pada anggotanya, dia saja ngeri melihat keadaan Aji, ya walaupun saat ini mungkin lukanya sudah hampir seluruhnya membaik, tapi bayangan Abri pada saat pertama kali melihat keadaan Aji itu tak bisa menghilang, apa lagi luka tembak, bakar dan juga bekas serpihan kaca yang ada di punggung anggotanya itu. Abri saja masih meringis ngilu jika mengingatnya.
"Siap bang."
Abri mendesah.
"Beta luar biasa ji, Katong semua menghawatirkan keadaan Ale. Bahkan malam saat Beta selesai melakukan operasi itu, Beta tra dapat tidur, tra nafsu makan." ujar Dico dengan dramatis.
"Sisanya?" sahut Gilang menyindir.
"Tidur dan makan terus," jawab Dico di iringi dengan cengiran bodohnya. Ruangan Aji yang semulanya sunyi nan haru itu langsung di penuhi dengan suara tawa mereka karena guyonan Dico.
"Hey! Hey! Mulut kalian! Ini rumah sakit!" hardik Abri kesal sendiri pada anggotanya yang tertawa begitu kecang dan tak tau tempat. Tau kan suara mereka itu mengganggu orang sakit yang ada di sana, apa lagi ini sudah malam yang seharusnya menjadi waktu istirahat mereka untuk segera dapat memulihkan tubuh.
Semua orang langsung kicep, baru sadar jika mereka sendang berada di rumah sakit. Ekor mata mereka langsung melirik wajah Abri yang nampak kesal.
"Siap, salah bang!" kompak mereka berkata seperti itu. Sementara dua ajudan Hamzah yang ada di saya langsung cekikikan dengan suara rendah.
Lalu setelah itu mereka semua bercengkrama bersama, kadang mereka membuat guyonan untuk menghibur Aji, seperti itu terus sampai waktu menunjukkan pukul sepuluh malam dan salah satu suster rumah sakit masuk memberitahukan pada mereka semua jika waktu jam besuk sudah habis dan meminta mereka pergi dari sana.
Denis mendesah "padahal aku mau nginap di sini ngawani si Aji, mau bantu rawat dia. Eh, malah di suruh pulang. " Wajah Denis di buat sok lesu, padahal dalam hati dia ingin menghindari rutinitas pagi hari di batalyon, dia ingin merasakan sekali saja bangun tidak mendengar suara terompet yang memekakan Telinga.
Abri mendengus "Ada ajudan jenderal Hamzah yang nemenin dan juga ada suster yang bantu rawat. Gak usah ngeles!" Ia menekankan kalimat di akhir, tau niat busuk Denis.
"Siapa yang ngeles?! Aku gak ngeles ya bang!" Denis masih berusaha berkilah padahal mimik wajahnya saja sudah mengatakan segalanya.
"Halah muncung kau itu den, tiap pagi mulut kau itu yang ribut kalau pingin bangun Bangkong. Hapal aku otakmu." Ternyata tak cuma Abri yang menyadari akal bulus Denis, Ibam pun sama.
Denis berdecak "ikut aja pun muncung mu bam! Ya udahlah pulang lah aku iya!" Denis merengut. Misinya gagal.
Mereka tertawa lagi melihat raut masam Denis.
"Cepat sehat ya ji."
"Iya, cepat sehat, supaya kita bisa jalani misi bareng bareng lagi."
Mereka mulai pamit pada Aji yang di balas anggukan pelan oleh pria itu.
"Cepat sehat ji, kau gak perlu mikirin apapun, kau hanya perlu istirahat supaya cepat pulih," Abri menepuk pundak Aji pelan sebagai bentuk kepeduliannya dan lagi Aji hanya dapat mengangguk di iringi senyum tipis.
"Ma-makasih... Bang." Walaupun tak berapa jelas dan terbata-bata Aji berusaha mengucapkan terimakasih pada Abri karena saat itu cepat datang menolongnya, Moza dan juga Sean.
Abri mengangguk "hm. Titip Aji ya, kalau ada apa apa kabri saya." Abri beralih pada dua ajudan Hamzah yang akan menemani Aji.
"Beres. Kalian semua hati hati."
"Iya, kita balik. Selamat malam, assalamualaikum."
Tapi belum sempat Abri keluar ruangan Aji sekali lagi pria itu berusaha berbicara. "Tat-tato... naga." Otomatis langkah Abri terhenti, ia kembali menoleh pada Aji yang saat ini tengah menatap Abri dengan sayu. Dahi Abri tampak berkerut bingung belum mengerti, matanya juga turut melirik para ajudan Hamzah yang duduk di sofa yang ada di sana.
"Dia... Pu-punya tat-tato... naga melilit iblis, di sini." Tangannya dengan lemas berusaha menunjuk perlahan dari lengan sampai leher. Nafasnya makin berat, tapi matanya tetap menatap Abri penuh makna.
Dan saat itu juga Abri paham maksud Aji. Dia berusaha menjelaskan ciri pelaku penyerangan dan penyandraan mereka saat di basement tersebut.
Dan itu... adalah petunjuk penting.
lanjut cerita anak papa saga yg lain ya Thor.
samapi cucu cicitnya🤭💪💪💪🔥🔥🔥
akhir nya happy ending..tamat walaupun sebetulnya masih g rela koq ceoat berakhir.sukses terus ya kak..dinanti karya2 selanjutnya bang aidan yg blm tamat
makasih kak udah ngasih cerita yg bagus yg bisa menghibur,bisa bikin kita gemes,baper,nangis" ....
aku tunggu Aidan sama Arga nya kak ... 😘😘😘😘
super duper pleaseeeee thor nggak pkai bnyakkkk
stu lg dong boncap nya please🙏🙏🙏🙏🙏🙏