Ben Wang hidup kembali setelah kematian tragis yang membuka matanya pada kebenaran pahit—kekasihnya adalah pengkhianat, sementara Moon Lee, gadis sederhana yang selalu ia abaikan, ternyata cinta sejati yang tulus mendukungnya.
Diberi kesempatan kedua, Ben bertekad melindungi Moon dari takdir kelam, membalas dendam pada sang pengkhianat, dan kali ini… mencintai Moon dengan sepenuh hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
“Nenek, ada sesuatu yang ingin aku katakan,” ucap Moon pelan, suaranya terdengar sedikit bergetar.
“Ada apa, Moon?” tanya sang nenek dengan lembut, menatap cucunya penuh perhatian.
“Ben... sudah menemukan orang tuaku,” kata Moon akhirnya. “Mereka ternyata orang yang bekerja sama dengan perusahaan kami.”
Sang nenek terdiam sejenak, lalu tersenyum haru. “Apakah benar? Dan... apakah kau sudah menemui mereka?”
Moon menggeleng pelan. “Belum. Kami sudah pernah bertemu, tapi... belum dekat.”
“Moon,” ujar neneknya lembut sambil menggenggam tangan cucunya, “itu kabar yang sangat baik. Kau beruntung bisa dipertemukan lagi dengan mereka. Apa pun yang terjadi di masa lalu... maafkan mereka."
Nenek menarik napas panjang sebelum melanjutkan, “Orang tua yang meninggalkan anaknya pasti punya alasan. Dan percayalah, mereka mungkin jauh lebih terluka dan sedih daripada siapa pun.”
Moon menunduk, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku tidak menyalahkan mereka, Nek. Hanya saja... ada satu hal yang masih membuatku penasaran.”
Nenek menatapnya lembut. “Tentang apa, sayang?”
“Kenapa Nenek memberiku nama Yue Yue?” tanya Moon dengan nada lembut namun penuh rasa ingin tahu. “Mereka bilang, putri kandung mereka yang asli juga bernama Yue Yue. Apakah Nenek sudah mengenal mereka sebelumnya? Atau... itu hanya kebetulan?”
Sang nenek tersenyum samar, matanya menerawang seolah kembali ke masa lalu. “Moon, Nenek tidak pernah tahu siapa orang tuamu sebenarnya. Malam itu... saat Nenek mengadopsimu, bulan purnama terlihat begitu indah dan terang. Karena itu Nenek berpikir, nama Yue Yue cocok untukmu. Yue berarti ‘bulan’, dan kebetulan orang-orang juga sering memanggilmu Moon.”
Nenek menatap cucunya dengan tatapan hangat. “Tapi Nenek tidak menyangka, nama itu ternyata sama dengan nama aslimu dulu.”
Moon tersenyum kecil. “Ternyata begitu... jadi itu hanya kebetulan, tapi terasa seperti takdir.”
“Bisa jadi,” ujar sang nenek lembut. “Mungkin juga, hari kelahiranmu dulu memang bertepatan dengan bulan purnama. Seolah langit sendiri ingin menandai keberadaanmu.”
Ben yang sejak tadi diam, akhirnya bersuara pelan, “Moon, kapan kau ingin bertemu dengan mereka? Aku bisa membantu mengatur waktu dan tempatnya.”
Moon menatap Ben, lalu melirik neneknya yang masih tampak lemah namun tersenyum. “Ben, aku tidak keberatan untuk bertemu dengan mereka. Tapi sekarang... Nenek sudah sadar, dan itu yang paling penting bagiku.”
Ia menggenggam tangan Neneknya erat-erat. “Aku ingin tetap tinggal bersama Nenek, meski nanti aku sudah mengakui mereka sebagai orang tuaku. Karena bagaimanapun juga... Neneklah yang membesarkanku, dan aku tidak ingin meninggalkan Nenek sendirian.”
“Moon, Nenek tidak apa-apa tinggal sendiri,” ujar sang nenek lembut sambil mengelus tangan cucunya. “Kau harus bisa berkumpul dengan orang tuamu. Mereka pasti sangat merindukanmu. Jadi, pergilah dan tinggal bersama mereka."
Moon menggeleng cepat, matanya berkaca-kaca. “Nenek, aku tidak bisa berpisah denganmu. Aku hanya ingin tetap di sisimu, agar aku bisa merawat dan menemanimu setiap saat.”
Sang nenek tersenyum penuh kasih lalu mencubit pipi cucunya pelan. “Kau ini... selalu saja keras kepala,” ucapnya dengan tawa kecil yang menenangkan suasana.
Keesokan harinya — di kediaman keluarga Lu.
Suasana rumah tampak sibuk dan hangat. Dari dapur terdengar suara Joe yang tengah memasak sendiri, sibuk menyiapkan beberapa hidangan untuk bekal putrinya.
Sementara itu, Steven baru saja pulang membawa banyak kantong belanjaan.
“Joe, aku sudah membeli dua puluh set pakaian. Menurutmu, apakah anak kita akan menyukainya?” tanya Steven sambil meletakkan kantong-kantong belanja di meja.
Joe menatapnya heran, lalu tertawa kecil. “Dua puluh set? Steven, kita bahkan belum tahu seleranya. Kau terlalu terburu-buru. Lebih baik nanti kita ajak dia sendiri untuk memilih.”
Steven ikut tertawa. “Benar juga. Oh, dan aku juga sempat membeli tas dan sepatu untuknya.”
Joe memutar mata sambil tersenyum geli. “Sepatu? Kau tahu ukuran kakinya?”
Steven terdiam sejenak lalu menggaruk kepala. “Tidak tahu...”
Asisten Steven yang berdiri di dekat mereka ikut menyela dengan sopan. “Tuan dan Nyonya tampak sangat bahagia karena Nona akhirnya ditemukan. Setelah Nona pulang nanti, kita bisa minta dia mencoba sepatunya. Kalau tidak cocok, kita bisa menukar ukurannya di toko.”
“Ide bagus,” kata Steven sambil tersenyum puas. “Dan satu lagi, minta para pelayan menyiapkan kamar baru untuknya. Hias dengan bunga, atau apa pun yang biasanya disukai gadis muda.”
“Asalkan suasananya hangat dan nyaman,” tambah Joe.
“Tuan besar, bagaimana dengan perhiasan milik Nona Viona?” tanya salah satu pelayan ragu-ragu.
“Perhiasan itu berikan saja kepada para pembantu rumah tangga. Moon tidak boleh mengenakan barang bekas siapa pun,” jawab Steven tegas. “Segala yang aku berikan padanya harus baru dan terbaik.”
Joe menimpali, “Benar. Dan semua pakaian atau barang milik Viona, singkirkan dari rumah ini. Bahkan sabun atau aksesori yang pernah dia sentuh, ganti semuanya. Kamarnya kosongkan saja. Moon akan tinggal di kamar sebelah kami.”
“Baik, Nyonya,” jawab para pelayan serempak.
Joe menatap Steven dengan senyum lembut. “Aku tidak pernah melihatmu sesemangat ini sebelumnya.”
Steven menatap istrinya dengan mata berkaca-kaca. “Aku hanya ingin menebus semua waktu yang hilang... dan membuat putri kita bahagia.”
giliran dibalik nnti baru nangis kejer kalo si Ben perhatian dan senyum ke cewe lain pas mereka pacaran
mending moon mati aja deh gausah jdi fl
makin seru😍..
dobel up