NovelToon NovelToon
THE BROTHER'S SECRET DESIRE

THE BROTHER'S SECRET DESIRE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Keluarga / Romansa / Pembantu / Bercocok tanam
Popularitas:293.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mae_jer

Area khusus Dewasa

Di mansion kediaman keluarga Corris terdapat peraturan yang melarang para pelayan bertatapan mata dengan anak majikan, tiga kakak beradik berwajah tampan.

Ansel adalah anak sulung yang mengelola perusahaan fashion terbesar di Paris, terkenal paling menakutkan di antara kedua saudaranya. Basten, putra kedua yang merupakan jaksa terkenal. Memiliki sifat pendiam dan susah di tebak. Dan Pierre, putra bungsu yang sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Sifatnya sombong dan suka main perempuan.

Edelleanor yang tahun ini akan memasuki usia dua puluh tahun memasuki mansion itu sebagai pelayan. Sebenarnya Edel adalah seorang gadis keturunan Indonesia yang diculik dan di jual menjadi wanita penghibur.

Beruntung Edel berhasil kabur namun ia malah kecelakaan dan hilang ingatan, lalu berakhir sebagai pembantu di rumah keluarga Corris.

Saat Edell bertatapan dengan ketiga kakak beradik tersebut, permainan terlarang pun di mulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tempat pribadi

Wanita yang datang bersama Basten tampak seperti tipe yang suka diperhatikan. Langkahnya ringan tapi penuh percaya diri, gaun satin hijau zamrud yang ia kenakan memeluk tubuh rampingnya dengan sempurna. Rambut cokelat keemasan disanggul elegan, dan sepasang mata tajam menelusuri interior ruangan seperti sedang menilai nilai jual properti mahal.

Sementara itu, Basten berjalan di belakangnya dengan wajah datar khasnya. Ia mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung, serta celana kain abu gelap. Salah satu tangannya terselip santai di saku celana. Pandangannya sempat tertuju ke Edel yang membelakanginya. Tentu ia langsung mengenali gadis itu. Sudut bibirnya berkedut. Tak ada yang akan menyadari kalau ia sedang tersenyum.

"Kita bicara di sini saja." kata Basten lalu duduk di salah satu sofa besar di ruangan tersebut.

Wanita yang datang bersamanya bernama Helene. Mereka sama-sama jaksa, dan bekerja di firma hukum yang sama. Sekarang pun sedang mengurus kasus pembunuhan yang sama. Basten menghargai wanita itu sebagai rekan kerjanya, tetapi berbeda dengan Helene. Jelas ia memiliki perasaan lebih, diam-diam ia menyukai Basten tapi tidak pernah berani mengutarakan perasaannya.

"Di sini? Kau yakin kita membahas kasus rahasia di sini?"

Helene bertanya lagi untuk memastikan. Karena menurutnya di sini bukanlah tempat yang pas untuk membahas kasus penting. Dia ingin bahas di ruangan jauh lebih rahasia, hanya ada mereka berdua.

"Ya, di sini." Basten membalas dengan anggukan pasti.

"Tapi Basten, ada orang di sini." pandangan Helene berpindah ke Edel yang sibuk membersih kaca-kaca lemari berisi gelas-gelas antik. Lebih tepatnya pura-pura bersih-bersih karena sekarang Edel tidak benar-benar fokus dengan pekerjaannya.

Basten ikut menatap ke Edel. Gadis itu terus membelakangi mereka dari tadi.

"Jangan khawatir. Gadis itu tidak mengerti apa-apa tentang kasus yang akan kita bicarakan. Dan dia tidak cerewet, pandai menyimpan rahasia. Apapun yang kita bicarakan hari ini tidak apa-apa gadis itu dengar." kata Basten. Kalimatnya cukup panjang dari biasanya. Karena yang sedang mereka bicarakan adalah Edel. Tentu Basten tertarik kalau sudah bicara tentang gadis lugu itu.

Dan kalimat pria itu sukses membuat Helene heran. Dia ingat jelas seorang Basten hanya akan bicara panjang lebar dengannya kalau mereka membahas tentang kasus. Tapi sekarang, untuk pertama kalinya pria itu bicara panjang lebar tidak tentang kasus. Namun tetap membuat Helene tidak terlalu senang. Bahkan lebih tidak senang dari biasanya, karena yang laki-laki itu bicarakan adalah pembantu di mansion ini.

Helene kembali menatap Edel dari belakang, seakan meneliti apa yang menarik dari gadis itu sehingga berhasil membuat seorang pria sedingin Basten membahas tentang dirinya.

"Basten, aku dengar kau ada bangunan sendiri di belakang rumah ini yang kau pakai untuk meneliti kasus, kenapa kita tidak bicara di sana saja? Pasti di sana lebih leluasa. Lebih pribadi juga."

Raut wajah Basten kembali datar , bahkan jauh lebih datar dari yang tadi.

"Itu tempat pribadiku. Hanya aku yang bisa masuk ke sana, dan orang yang aku ijinkan." katanya tegas, sesekali melirik ke Edel.

Helene malu. Apalagi saat Basten berkata tegas dan dingin padanya ada pelayan di situ. Dia pasti ditertawakan pelayan.

Helene mengalihkan wajahnya, berusaha menyembunyikan rona merah yang mulai merayap ke pipi. Untuk sesaat, ia kehilangan kata. Tidak mudah menghadapi penolakan, terlebih lagi dari pria yang selama ini diam-diam ia kagumi. Tapi bukan Helene namanya jika menyerah begitu saja. Ia mengambil tempat duduk di sebelah Basten, menyilangkan kaki dan menarik napas panjang, mencoba menstabilkan nada suaranya.

"Baiklah," ujarnya tenang.

"Kalau memang itu maumu. Tapi jangan salahkan aku kalau ada informasi bocor karena dibicarakan di tempat terbuka."

Nada suaranya terdengar profesional, namun Basten menangkap jelas lapisan emosi di baliknya. Ia tahu Helene tidak suka jika kontrolnya direnggut.

Sementara itu, Edel terus mengelap kaca lemari yang sama selama lebih dari tiga menit. Tangan kirinya menggenggam lap kering, tapi tidak benar-benar bekerja. Ia hanya mencoba kelihatan sibuk, sementara telinganya bekerja lebih keras dari biasanya. Dadanya berdebar tak menentu sejak mendengar suara Basten tadi. Suara yang terlalu mudah ia kenali, bahkan tanpa harus melihat wajahnya.

Ia sempat melirik sekilas dari pantulan kaca. Wanita bernama Helene itu cantik. Wibawanya terasa bahkan dari seberang ruangan. Wanita itu tampak berpendidikan, kedudukan sosialnya tinggi, bahkan cara bicaranya terpelajar.

Helene mulai membuka berkas-berkas yang ia keluarkan dari tas kerja kulit hitamnya. Kertas-kertas penuh catatan dan dokumen resmi tentang kasus pembunuhan yang tengah mereka tangani. Ia berbicara dengan cepat dan sistematis, membahas ulang keterangan saksi dan rekaman CCTV yang mencurigakan.

Namun Edel menangkap satu hal: suara Basten, meski merespons dengan tepat dan profesional, tetap terasa lebih ... tenang. Tidak seganas biasanya. Tidak sesingkat biasanya. Dan setiap kali Edel menggeser posisi, seolah tanpa sadar, pandangan pria itu ikut bergeser ke arahnya.

Helene mulai kehilangan fokus. Ia sadar, ini bukan hanya tentang pekerjaan. Ada sesuatu di sini yang mengganggu. Sesuatu yang melibatkan gadis yang terus berpura-pura sibuk membersihkan kaca, dan pria dingin yang selama ini hanya berbicara padanya saat membahas pembunuhan.

Dan itu membuat Helene resah. Dia tidak suka.

Helene menggigit bibir bawahnya pelan, menahan emosi yang mulai bergolak. Ia merasa seperti orang luar di ruangan itu, meskipun secara status dan jabatan jelas lebih tinggi daripada Edel. Tetapi entah kenapa, aura yang mengalir antara Basten dan gadis pelayan itu terasa… pribadi. Terlalu tenang. Terlalu akrab, meski tak ada satu pun dari mereka yang bicara langsung.

Suara Basten terdengar lagi, menjawab pertanyaan Helene soal rekonstruksi TKP. Tapi suaranya kini terdengar sedikit terputus, seolah sebagian perhatiannya tidak sepenuhnya tertuju pada dokumen di pangkuannya. Ia sempat mencuri pandang ke Edel sekali lagi, hanya untuk memastikan bahwa gadis itu masih di sana.

Dan benar saja, Edel masih berdiri di depan lemari kaca. Tapi kali ini, ia membungkuk sedikit, mencoba menjangkau rak bagian bawah. Gerakannya lambat dan hati-hati, seolah menyadari ada sepasang mata yang terus mengawasinya.

Helene mengernyit pelan. Ia terlalu cerdas untuk tidak memahami isyarat halus di antara dua orang itu. Basten mungkin tidak menyadarinya, atau menolak mengakuinya. Tapi Helene tahu. Ada sesuatu di mata Basten saat melirik si pelayan. Sesuatu yang tidak bisa dia kendalikan.

"Sudah cukup, Basten," ujar Helene tiba-tiba, menutup map dengan suara keras yang di sengaja.

Basten menoleh pelan, alisnya terangkat tipis tapi tetap santai.

"Aku akan merapikan berkas ini nanti di mobil. Kita bahas detailnya di kantor saja.

Di sana … tidak ada gangguan."

Kata 'gangguan' itu sengaja ia tekan. Lalu ia bangkit berdiri dengan elegan, memasukkan dokumen ke dalam tas. Basten tidak menahannya, kan yang ingin datang membahas kasus di rumahnya adalah wanita itu sendiri. Bahkan wanita itu datang tanpa menghubunginya dulu. Basten justru senang wanita itu pergi.

Sebelum berjalan pergi, Helene menyempatkan diri memandang Edel sejenak, dari kepala hingga kaki. Penuh penilaian, dingin, dan tak tersamar.

Edel merinding. Tapi ia tak tahu apakah karena tatapan itu … atau karena Basten masih memandanginya dari balik punggung Helene.

1
aroem
bagus
Ita rahmawati
ayolah edek,,jgn diem aja,,lebih baik kamu cerita ke basten dn dianpasti akn membantumu
Setetes Embun💝
Jangan samakan edel sama ruby ya kak othor gak sat set menyimpan ketakutan sendirian😉
Sani Srimulyani
harusnya kamu jujur tentang wanita itu, siapa tau dia bisa memecahkan kasusmu. dia kan jaksa yang cerdas
phity
edel cerita sj ke basten klo wanita itu mau membunuhmu biar basten selidiki untukmu ya...spy kmu aman
nyaks 💜
-----
Sleepyhead
Memang Pak Jaksa ini kuar biasa yah, auranya memancarkan aura singin
Sleepyhead
Dan Basten kucing garongnya wkwkkk
Syavira Vira
lanjuy
Syavira Vira
lanjut
Mutia
Ayo Edel ngaku siapa yg ingin membunuhmu
Anonim
Edel percaya tidak percaya kamu mesti cerita sama Basten kalau mau di bunuh sama si penculik Lucinda apa ya namanya
Rita
maju kena mundur kena
Rita
good Basten jgn ksh cela tegas
Rita
😅😅😅😅😅
lestari saja💕
jujur donk....jgn suudzon sulu
lestari saja💕
tikus kone....ragane kucing garong...
nonoyy
kalian cocok tau ansel dan edel
Rina Triningtyas
sangat sangat bagus thor, lanjut
Miss Typo
berharap Edel jujur dgn Basten knpa dia sembunyi, apa blm waktunya semua terbongkar ya, apa msh lama? kasian Edel
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!