Mengapa mereka memeluk kakiku? Pertanyaan itu menghantui Arion (25) setiap hari."
Arion memiliki dua adik tiri yang benar-benar mematikan: Luna (20) dan Kyra (19) yang cantik, imut, dan selalu berhasil mengacaukan pikirannya. Pagi ini, adegan di depan pintu mengonfirmasi ketakutannya: mereka bukan hanya menggemaskan, tapi juga menyimpan rahasia besar. Dari bekas luka samar hingga gelang yang tak pernah dilepas, Arion tahu obsesi kedua adiknya itu bukan hanya sekadar kemanjaan. Ini adalah kisah tentang seorang kakak yang harus memilih antara menjaga jarak demi kewarasannya, atau menyelami rahasia gelap dua bidadari yang mati-matian berusaha menahannya agar tak melangkah keluar dari pintu rumah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Engga Jaivan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB VI: Tarian di Bawah Cahaya Kota
Sensasi yang merambat di pergelangan tangan Arion bukanlah rasa sakit, melainkan percampuran mematikan antara dua jiwa yang berlawanan. Itu seperti arus listrik yang membawa informasi—data emosional yang mentah, intens, dan privat.
Arion merasakan tekanan yang sangat besar di dadanya:
* Dari sisi kiri (Luna): Ketakutan Absolut. Sebuah jurang kosong berisi teror akan kehilangan dan kehancuran, dibungkus dengan kesedihan yang tak terkatakan. Ini adalah Pure Energy tanpa filter.
* Dari sisi kanan (Kyra): Tekad Dingin. Sebuah insting bertahan hidup yang kejam, perhitungan logis, dan kecemburuan yang mendidih terhadap Luna. Ini adalah The Observer yang terobsesi.
Arion terhuyung, menjatuhkan Buku Harian Ayah yang ia pegang. Ia mencengkeram kepalanya. Gelang Hitam itu bukan hanya pengikat fisik, melainkan saluran telepati yang menyakitkan.
"Kak Arion!" seru Kyra, suaranya dipenuhi panik yang tiba-tiba—panik Arion.
Kyra maju, meraih pergelangan tangan Arion yang terpasang Gelang Hitam, dan memutar gelang itu dengan lembut.
"Jangan! Gelang ini adalah Buffer! Dia menyerap resonansi emosi kita. Kakak harus tenang!" perintah Kyra.
Luna, yang biasanya liar, kini berdiri diam, menatap Arion dengan mata polos yang kini terlihat takut. Luna adalah jiwa yang kini merasakan Arion di dalamnya.
Arion menarik napas dalam-dalam, mencoba memisahkan emosinya dari emosi mereka. Logika seorang arsitek harus menang.
"Apa... apa ini?" desah Arion, menatap gelang yang tampak sederhana itu.
Kyra melepaskan genggamannya, kini memasang kembali topeng Pengawasnya. Ia mengambil Buku Harian Ayah yang terjatuh.
"Ayah menyebutnya Alternatif Jangkar. Gelang perak Luna adalah Emitter. Gelang ini adalah Penyerap. Kakak sudah menjadi Jangkar Emosi kami. Kami tidak bisa melepaskan Gelang itu, dan Kakak juga tidak bisa," jelas Kyra.
Kyra membuka lembar Buku Harian, membaca sebuah paragraf dengan cepat.
> ...Gelang Hitam ini akan mengikat Jangkar pada Emitter (Luna) dan Controller (Kyra). Jangkar akan merasakan emosi Emitter dan Controller, dan dapat memanipulasi mereka, seperti seorang konduktor yang mengarahkan orkestra. Tetapi, jika Jangkar mencoba melepaskannya, Emitter akan mengalami Reaksi Balik—kehancuran total. Jangkar harus menanggungnya, atau Luna mati.
>
Luna terisak pelan. "Aku... aku tidak mau Kakak meninggalkanku."
Arion merasakan gelombang ketakutan Luna membanjiri dirinya. Ia tahu, rasa takut itu kini adalah tanggung jawabnya.
"Aku mengerti," kata Arion, suaranya serak. "Aku terikat. Kalian aman, selama aku tidak mati."
Kyra mengangguk. "Tepat. Dan sekarang, kita harus mencari tahu apa yang dicari Danu. Dan kenapa dia begitu yakin amplop itu kosong."
Arion ingat. "Ponsel."
Ia mengeluarkan ponsel flip kuno yang ia ambil dari balik selimut Luna. Ponsel itu sangat tua, bukan ponsel pintar, tetapi terlihat terawat.
"Aku menemukannya di balik selimut Luna. Dia menyembunyikannya," kata Arion.
Kyra dan Luna saling berpandangan. Ada rahasia di antara mereka yang belum terungkap.
"Itu... bukan milikku," bisik Luna, tatapannya menghindar.
"Itu milik Ibu," potong Kyra. "Dia selalu membawanya. Dia bilang itu adalah saluran ke 'Dunia Lama.' Dia menyembunyikannya agar Ayah tidak menemukannya."
Arion membuka ponsel flip itu. Ponsel itu menyala. Hanya ada satu hal di dalamnya: sebuah pesan draf yang belum terkirim.
PESAN DRAF (DARI ELARA, IBU TIRI MEREKA):
Aset-3, laci Ayah telah dikunci. Jangkar baru sedang dipersiapkan. Luna aman, tetapi Gelang mulai tidak stabil. Jika aku lenyap, carilah mereka di lokasi pengasingan lama. Bawa Kunci Pematian.
Pesan itu tidak ditujukan kepada Danu, melainkan kepada seseorang yang disebut "Aset-3". Danu mungkin adalah "Aset-1" atau "Aset-2" yang lebih tua.
"Lokasi pengasingan lama," gumam Arion. "Itu berarti sebelum mereka pindah ke rumah ini, ada tempat lain. Dan Danu tidak tahu tentang 'Aset-3' ini."
"Dan Kunci Pematian," tambah Kyra. "Apa itu Kunci Pematian? Apakah itu Kunci Perak yang Kakak gunakan untuk membuka laci?"
Arion menggeleng. "Tidak. Kunci Perak ini adalah Kunci Utama. Kunci Pematian pasti benda lain. Benda yang bisa mengakhiri ikatan ini secara total."
Arion kini menyadari kengerian situasinya. Ayah dan Ibu tiri mereka, Elara, tahu bahwa mereka tidak bisa dipercaya, sehingga mereka menciptakan jaringan pengamanan yang rumit, menggunakan kode, Gelang, dan Jangkar (Arion).
Danu telah mengetahui Arion adalah Jangkar. Kini, dia akan kembali.
"Kita tidak bisa tinggal di sini," putus Arion, suaranya kini dipenuhi tekad Kyra dan kepastian Luna. Gelang Hitam itu membuatnya menjadi pemimpin yang tak terbantahkan.
Kyra dan Luna menatapnya, mata mereka memohon.
"Ke mana kita akan pergi, Jangkar?" tanya Luna.
"Kita akan ke tempat yang mereka sebut 'Lokasi Pengasingan Lama.' Tempat di mana Elara menyembunyikan Kunci Pematian dan Aset-3. Kita akan menggunakan mobil Ayah. Cepat!" perintah Arion.
Arion menatap Gelang Hitam di pergelangan tangannya. Ia kini terikat pada dua gadis yang berbahaya dan penuh misteri ini. Ia harus menemukan kebebasan, bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk mereka.