Di dunia yang dipenuhi oleh para gamer kompetitif, Kenji adalah sebuah anomali. Ia memiliki satu prinsip mutlak: setiap game yang ia mulai, harus ia selesaikan, tidak peduli seberapa "ampas" game tersebut. Prinsip inilah yang membuatnya menjadi satu-satunya pemain aktif di "Realms of Oblivion", sebuah MMORPG yang telah lama ditinggalkan oleh semua orang karena bug, ketidakseimbangan, dan konten yang monoton. Selama lima tahun, ia mendedikasikan dirinya untuk menaklukkan dunia digital yang gagal itu, mempelajari setiap glitch, setiap rahasia tersembunyi, dan setiap kelemahan musuh yang ada.
Pada sebuah malam di tahun 2027, di dalam apartemennya di kota metropolitan Zenith yang gemerlap, Kenji akhirnya berhasil mengalahkan bos terakhir. Namun, alih-alih layar ending credit yang ia harapkan, s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nocturnalz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Pertaruhan yang Tidak Terhitung
Kurang dari satu detik. Itulah waktu yang kumiliki untuk memutuskan. Di depanku, seorang gadis penyihir yang tidak kukenal akan dihancurkan menjadi abu. Di belakangku, di dalam surga kecil kami, ada dua nyawa yang bergantung sepenuhnya pada keputusanku. Logika dingin berteriak di kepalaku: Jangan ikut campur. Ini bukan pertarunganmu. Risikonya terlalu besar.
Tetapi, saat aku melihat gada tiang lampu itu mulai turun, aku tidak melihat seorang pemain acak. Aku melihat Anya, meringkuk ketakutan di belakang meja. Aku melihat Ryo, putus asa dan tanpa pertahanan. Aku melihat semua orang lemah yang akan menjadi korban di dunia baru ini. Jika aku, dengan semua pengetahuanku, semua kekuatanku, hanya berdiri dan menonton, apa bedanya aku dengan monster itu?
Sialan logika.
"Anya, Ryo, tetap di dalam!" perintahku, suaraku tajam dan tidak menyisakan ruang untuk perdebatan. "Barikade pintu sepenuhnya dan jangan keluar apa pun yang terjadi! Ryo, nyalakan [Lentera Mana] dan letakkan di dekat jendela!"
Tanpa menunggu jawaban mereka, aku bertindak. Aku tidak punya waktu untuk menyusun strategi yang rumit. Aku butuh gangguan. Gangguan yang besar dan seketika.
Aku mengabaikan Ogre itu sejenak dan mengarahkan tanganku ke target yang berbeda: sebuah mobil sedan yang terparkir di trotoar, tepat di sebelah kaki si Ogre. Aku menuangkan sejumlah besar MP ke dalam satu serangan, memadatkan [Void Pulse]-ku menjadi bola energi yang lebih gelap dan lebih tidak stabil dari sebelumnya.
Aku melepaskannya.
Bola energi gelap itu melesat dan menghantam bagian belakang mobil, tepat di tempat tangki bensin seharusnya berada. Tidak ada ledakan sihir yang hening kali ini. Yang terjadi adalah ledakan dunia lama yang memekakkan telinga.
BOOM!
Mobil itu meledak dalam bola api dan serpihan logam. Gelombang kejutnya begitu kuat hingga membuat jendela-jendela di sekitar kami bergetar. Ogre itu, yang berada tepat di sebelah ledakan, terlempar ke samping, raungannya yang penuh kemenangan berubah menjadi jeritan kesakitan dan kebingungan. Gada tiang lampunya meleset dari targetnya, menghantam aspal dan menciptakan kawah kecil beberapa meter dari gadis penyihir yang terbaring itu.
Gadis itu selamat. Tapi aku baru saja melukis target raksasa di punggungku.
Ogre itu bangkit, tubuhnya menghitam di satu sisi, bar HP-nya sedikit berkurang. [HP: 1420/1500]. Matanya yang kecil dan penuh kebencian itu kini terkunci padaku, atau lebih tepatnya, pada toko tempat ledakan itu berasal. Ia telah menemukan mainan baru.
"Dia datang!" teriak Anya dari dalam.
"Aku tahu!" balasku. Aku menendang sisa barikade, melompat keluar ke jalanan yang hancur tepat saat Ogre itu mulai berlari—langkah kakinya yang berat membuat tanah bergetar.
Aku tidak bisa membiarkannya mencapai toko. Aku harus memancingnya pergi. Aku harus kiting.
Aku berlari menyusuri jalan, tidak lurus, tetapi dalam pola zig-zag yang tidak terduga. Ini adalah tarian mematikan yang telah kulatih ribuan kali dalam game: menjaga jarak yang cukup agar tidak terbunuh, tetapi cukup dekat untuk mempertahankan aggro. Ogre itu meraung dan mengejarku, sepenuhnya mengabaikan para pemain lain yang masih shock.
Ia mengayunkan gadanya. Aku meluncur melewati kolong sebuah truk yang terbalik, tiang lampu itu menghantam atap truk dengan suara lengkingan logam yang mengerikan, meremukkannya seperti kaleng minuman. Aku terus berlari, jantungku berdebar kencang. Kecepatanku, berkat AGI-ku yang tinggi, adalah satu-satunya yang membuatku tetap hidup.
Setiap kali ada sedikit jarak, aku akan berbalik dan menembakkan [Void Pulse] cepat ke arah tubuhnya yang besar.
[-48 HP]
[-51 HP]
Setiap serangan terasa seperti melempar kerikil ke sebuah gunung. Bar HP-nya nyaris tidak bergerak, dan aku bisa melihat angka-angka hijau kecil muncul di atas kepalanya setiap beberapa detik saat skill [Regenerasi]-nya bekerja, memulihkan sebagian kecil kerusakan yang kuberikan.
Aku tidak akan bisa menang dalam perang gesekan ini. MP-ku terbatas. Kesabarannya tidak.
Para pemain lain—gadis penyihir yang kuselamatkan dan seorang pria berzirah kulit dengan pedang—akhirnya sadar dari keterkejutan mereka.
"Siapa kau?!" teriak si pria berpedang. "Kau gila?! Lari!"
"Diam dan bersiaplah untuk menyerang!" balasku tanpa menoleh. "Aku butuh waktu!"
Aku harus menemukan kelemahannya. [Observer's Eye] telah gagal, tapi mungkin... mungkin ada cara untuk memaksanya. Dalam beberapa game, skill analisis akan memberikan lebih banyak data jika target berada dalam jangkauan yang sangat dekat atau jika pemain fokus cukup lama. Keduanya adalah pilihan bunuh diri saat melawan Ogre. Tapi aku tidak punya pilihan lain.
Aku melihat sekeliling, mencari sesuatu di lingkungan yang bisa membantuku. Mataku tertuju pada sisa-sisa jalan layang yang runtuh di depan. Salah satu pilar penyangganya yang tebal tampak retak dan tidak stabil. Sebuah ide berbahaya terbentuk.
Aku mengubah arah lariku, menuju langsung ke pilar itu. Ogre itu mengikutiku dengan bodohnya, matanya dipenuhi amarah. Aku berlari melewatinya, menempatkan pilar beton itu tepat di antara aku dan dia. Seperti yang kuduga, ia tidak mencoba untuk berkeliling. Ia mengangkat gadanya dan menghantam pilar itu dengan kekuatan penuh.
CRACK!
Pilar itu bergetar hebat, retakan besar menjalar di permukaannya dan bongkahan beton berjatuhan. Yang lebih penting, gada tiang lampunya terjepit sesaat di dalam reruntuhan. Ogre itu meraung frustrasi saat mencoba menariknya keluar.
Ini adalah kesempatanku. Sebuah pertaruhan hidup dan mati.
Bukannya lari menjauh, aku justru berlari ke arahnya.
Aku melesat maju, mengabaikan insting bertahan hidupku yang menjerit. Aku tiba di kakinya yang besar dan kekar, menempatkan diriku tepat di titik butanya. Aku mengulurkan tangan dan menyentuh kulitnya yang kasar, memfokuskan seluruh konsentrasiku pada satu hal: [Observer's Eye]. Aku mendorong skill itu hingga batasnya, menuangkan niat dan sedikit MP ke dalamnya.
Jendela status Ogre di pandanganku berkedip-kedip dengan liar. Teks [Kelemahan: ???] berkedip-kedip antara huruf-huruf acak dan simbol-simbol data yang rusak. Ayolah... ayolah!
Ogre itu berhasil menarik gadanya. Ia merasakan kehadiranku di dekat kakinya dan mulai mengangkat kakinya untuk menginjakku.
Saat itulah, untuk sepersekian detik, teks itu menjadi jelas.
[Kelemahan: Mata, Persendian (Lutut, Pergelangan Kaki)]
Aku mendapatkannya!
Aku langsung melompat mundur, menghindari injakan mematikan yang menghancurkan aspal tempatku berdiri beberapa saat yang lalu. Aku sekarang punya kuncinya, tapi aku dalam posisi yang sangat buruk dan MP-ku sudah menipis. Aku tidak bisa melakukannya sendirian.
"DENGARKAN!" teriakku pada dua pemain lain yang menonton dengan bingung. "SERANG KAKINYA! TITIK LEMAHNYA ADA DI PERSENDIAN! LUTUT DAN PERGELANGAN KAKI!"
Perintahku yang tiba-tiba dan penuh keyakinan itu sepertinya menyadarkan mereka. Mereka mungkin tidak tahu siapa aku, tapi aku baru saja menyelamatkan hidup mereka dan menunjukkan pengetahuan yang mustahil. Mereka tidak punya pilihan selain percaya.
"A-ayo, Ken!" teriak si penyihir pada rekannya.
Gadis penyihir itu, yang bernama Miki menurut [Observer's Eye]-ku, mulai menembakkan [Panah Api] kecil ke arah lutut si Ogre. Pria berpedang, Ken, mengumpulkan keberaniannya dan menyerbu maju, pedangnya mengarah ke pergelangan kaki raksasa itu.
Serangan mereka masih lemah, tetapi kini terfokus. Ogre itu meraung kesakitan saat sihir dan pedang menghantam titik lemahnya. Ia mencoba mengayunkan gadanya, tetapi kakinya yang terluka membuatnya kehilangan keseimbangan. Ia terhuyung-huyung.
Dan saat ia terhuyung, kepalanya yang besar dan bodoh itu sedikit condong ke depan, turun ke level yang lebih rendah.
Itulah celah yang kutunggu-tunggu.
Aku melihat sebuah bus kota yang terbalik di dekatku. Tanpa ragu, aku berlari ke arahnya, melompat ke sisinya, dan memanjat ke atapnya, memberiku posisi menembak yang lebih tinggi dan lebih baik. Aku hanya punya sisa MP untuk satu serangan terakhir. Ini harus berhasil.
Aku mengulurkan tanganku, mengumpulkan setiap tetes mana terakhir yang kumiliki ke dalam satu [Void Pulse] yang paling padat dan terkonsentrasi yang pernah kubuat. Bola energi gelap itu berderak dengan kekuatan yang nyaris tak terkendali.
Aku membidik. Bukan ke tubuhnya, bukan ke kakinya. Aku membidik tepat ke salah satu matanya yang kecil dan penuh kebencian.
Waktu seolah melambat. Aku melepaskan seranganku.
Bola energi itu melesat seperti peluru hitam. Ogre itu, yang masih sibuk dengan dua pemain lain di kakinya, tidak melihatnya datang. Serangan itu menghantam matanya telak.
Tidak ada ledakan. Bola energi itu hanya... masuk.
Ogre itu membeku. Raungannya terhenti di tengah jalan. Keheningan yang aneh menyelimuti jalanan. Kemudian, dari dalam kepalanya, cahaya ungu gelap mulai memancar keluar dari rongga matanya yang kosong, dari mulutnya yang terbuka. Tubuhnya yang raksasa mulai bergetar hebat.
Dengan satu raungan terakhir yang tertahan dan penuh penderitaan, Urban Ogre itu roboh ke depan. Tubuhnya menghantam tanah dengan suara gedebuk yang mengguncang seluruh blok, mengirimkan awan debu ke udara.
Keheningan.
Aku berdiri di atas bus, terengah-engah, tanganku gemetar karena kehabisan mana. Di bawah, Miki dan Ken menatap tubuh raksasa yang tidak bergerak itu dengan tak percaya.
Kemudian, tubuh Ogre itu mulai bersinar sebelum perlahan-lahan larut menjadi partikel cahaya yang tak terhitung jumlahnya. Saat itulah, sebuah gelombang energi yang luar biasa menyapu diriku.
[Anda telah membantu mengalahkan Urban Ogre - Level 12!]
[Karena kontribusi kerusakan yang masif (78%), Anda menerima bagian terbesar dari EXP!]
[Anda telah naik LEVEL! Anda sekarang Level 6!]
[Anda telah naik LEVEL! Anda sekarang Level 7!]
[Anda telah naik LEVEL! Anda sekarang Level 8!]
Tiga level. Dalam satu pertarungan. Aku merasakan kekuatan baru membanjiri tubuhku, semua kelelahanku lenyap. Ini... ini adalah hadiah dari pertaruhan yang kulakukan.
Saat partikel-partikel cahaya dari Ogre memudar, beberapa item loot jatuh ke tanah dengan denting pelan. Tapi aku tidak fokus pada itu. Aku menatap dua pemain yang selamat. Mereka, pada gilirannya, menatapku, yang berdiri di atas bus di bawah cahaya senja. Ekspresi mereka adalah campuran dari rasa kagum, takut, dan kebingungan total.
Aku baru saja melakukan sesuatu yang mustahil. Aku telah menyelamatkan mereka, dan dalam prosesnya, aku telah mengumumkan keberadaanku. Aku bukan lagi pemain solo tak dikenal yang bersembunyi di pinggiran. Di mata para penyintas Zenith, aku baru saja menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang jauh lebih rumit.