Malam itu Rifanza baru saja menutup bagasi mobilnya sehabis berbelanja di sebuah minimarket. Dia dikejutlan oleh seseorang yang masuk ke dalam mobilnya.
Bersamaan dengan itu tampak banyak laki laki kekar yang berlari ke arahnya. Yang membuat Rifanza kaget mereka membawa pistol.
"Dia tidak ada di sini!" ucap salah seorang diantaranya dengan bahasa asing yang cukup Rifanza pahami. Dia memang aedang berada di negara orang.
Dengan tubuh gemetar, Rifanza memasuki mobil. Di sampingnya, seorang laki laki yang wajahnya tertutup rambut berbaring di jok kursinya. Tangannya memegang perutnya yang mengeluarkan darah.
"Antar aku ke apartemen xxx. Cepat!" perintahnya sambil menahan sakit.
Dia bukan orang asing? batin Rifanza kaget.
"Kenapa kita ngga ke rumah sakit aja?" Rifanza panik, takut laki laki itu mati di dalam mobilnya. Akan panjang urusannya.
"Ikuti saja apa kata kataku," ucapnya sambil berpaling pada Rifanza. Mereka saling bertatapan. Wajahnya sangat tampan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke Gep part dua
"Mami kamu datang?" Rifanza menahan volume suaranya agar ngga terlalu tinggi. Bahkan dia kemudian menutup mulutnya saking.terkejutnya.
Wajah Rifanza kian pias
"Tenang...., mami hanya mau kenalan dengan calon mantunya yang cantik ini saja."
Kecemasan Rifanza bukan berkurang, malah bertambah. Dia takut kalo mami Shaka akan mengiranya perempuan ngga benar.
"Aku takut."
"Takut kenapa?"
Rifanza menunduk. Matanya memanas.
"Kamu kenapa?" Shaka mengangkat dagu Rifanza dan tertegun melihat sepasang mata gadis itu berkaca kaca.
"Mami hanya mau kenalan sama kamu. Percaya sama aku. Mami ngga akan nyalahin kamu karena mami tau kalo aku pasti yang maksa kamu," bujuk Shaka lembut.
Walau kenyataannya memang begitu, tapi tetap saja dia salah juga karena malah membiarkan keadaan ini berlarut larut. Rifanza tambah kalut sendiri dengan pemikirannya.
"Ayo....." Shaka menggandengnya karena dia ngga ingin membuat maminya lama menunggu.
Dan seperti dugaannya, maminya tersenyum lembut saat melihat Rifanza.
Shaka meliriknya. Gadis itu membalas dengan senyum malu dan canggung.
Mami mendekat dan melepaskan genggaman Shaka pada Rifanza.
"Kamu temuin daddy," perintah Edna pada anak pertamanya.
"Aku di sini aja, mam. Menemani mami dan Rifa."
"Rifa?"
Rifanza dengan canggung menyalim tangan mami Shaka dan mencium punggung tangan wanita yang sudah melahirkan Shaka.
"Rifanza, tante."
"Nama yang indah," puji Edna dengan senyum manisnya. Kekesalannya sudah sirna.
"Terimakasih, tante." Hati Rifanza mulai tenang ketika melihat respon positif mami Shaka.
"Kita ngobrol sebentar, ya...."
Rifanza mengangguk ragu. Dia melirik Shaka yabg masih berada di sisinya.
"Suami tante ada di luar. Biarkan Shaka yang menemaninya, ya. Sementara itu kita bisa mengobrol berdua."
"Ya, tante." Terpaksa. Sungguh terpaksa Rifanza membiarkan Shaka pergi.
Ngga mungkin dia menolak. Posisinya sudah membuat dia tidak punya hak untuk membantah.
Shaka juga ngga bisa menolak lagi karena Rifanza sudah setuju untuk tinggal berdua saja dengan maminya.
"Kasian daddy di luar, Shaka," usir maminya lagi.
"Ya, mam. Tapi mam, ini bukan salah Rifa. Ini salahku. Mami percaya, kan?" ucap Shaka sambil menatap maminya dengan tatapan memohon.
Edna tersenyum agak lebar.
"Tentu saja, mami percaya."
"Thank's, mam." Kemudian dia berpaling pada Rifanza yang wajahnya mulai lebih tenang.
"Kamu akan jadi mantu kesayangan mami. Aku pergi, ya," pamitnya.
Rifanza hanya bisa mengangguk.
Shaka melangkah keluar dari unit Rifanza untuk menemui suami maminya yang pasti sekarang sedang sewot. Dalam hatinya malah senang karena sudah ketahuan lebih cepat.
Setelah Shaka sudah berada di luar dan menutup pintu, Edna membimbing Rifanza untuk duduk di sampingnya
"Maafkan anak tante, ya."
Rifanza malah ngga oercaya mendengarnya. Dia mengira akan mendapatkan caci maki dan hinaan.
Ternyata Shaka benar kalo maminya tidak akan memarahinya. Bahkan wajah wanita itu terlihat ramah memandangnya.
"Tante ngga tau apa saja yang sudah dia lakukan ke kamu. Tapi kamu tenang saja, tante dan om akan mempertanggungjawabkan perbuatannya pada orang tua kamu," ungkap Edna sangat lembut.
Rifanza menunduk. Dia malah tambah malu mendengar ucapan mami Shaka. Menampar hatinya sangat kuat.
Apa yang sudah laki laki itu lakukan? Dia juga menikmatinya.
Reaksi mama dan papanya akan setenang ini juga kalo sudah menangkap basah dirinya dan Shaka?
"Mama kamu kabarnya bagaimana? Tante dan om sudah janjian mau menjenguknya di rumah sakit."
Edna menatap lembut gadis yang bisa menaklukkan Shaka. Membuat anaknya jadi kepikiran untuk menikah.
"Sudah lebih sehat, tante "
"Syukurlah," senyum Edna lega.
"Shaka sudah pernah menjenguk mama kamu?"
"Sudah, tante. Kemarin."
"Tanggapan orang tua kamu pada Shaka bagaimana?"
Rifanza ngga mungkin lupa dengan reaksi bahagia kedua orang tuanya. Bahkan mereka siap membuang calon laki laki yang katanya dijodohkan dengannya, dan langsung menggantinya dengan Shaka.
"Mereka.... suka, tante." Pipi Rifanza merona saat sudah mengatakannya dengan jujur.
Edna tersenyum.
"Syukurlah. Tante, om dan orang tua kamu awalnya berniat menjodohkan kalian. Kami menundanya karena mama kamu sakit. Tapi sekarang sepertinya penundaan itu ngga perlu lagi. Karena situasinya sudah sangat bahaya," canda Edna, bahkan dia tertawa halus.
Pipi Rifanza tambah memanas dan warna merahnya semakin matang saja.
Dia terkejut karena ternyata Shaka adalah laki laki yang akan dijodohkan dengannya. Hatinya bahagia. Tapi dia paham sindiran halus bahaya itu.
Pantas saja reaksi mama dan papanya sangat welcome.
"Kemarin papa dan mama kamu mengirimkan foto kalian." Edna mengangsurkan ponselnya yang di layarnya sudah terlihat ada foto Rifanza, Shaka yang bersama mama papanya waktu di rumah sakit.
"Kami lega karena perjodohan kalian tidak akan rumit." Bibir Edna masih menyisakan tawa.
Rifanza mengamati foto itu. Senyum kedua orang tuanya tampak sagat lepas.
"Terimakasih juga yang amat sangat, ya, sayang, karena kamu sudah menyelamatkan Shaka." Edna menggenggam kembali kedua telapak tangan Rifanza.
Gadis itu hanya mengangguk, pertemuan tidak sengaja mereka ternyata adalah alur dari perjodohan mereka.
"Pasti situasi itu sangat genting, ya. Tante bisa rasakan." Edna menghela nafas panjang.
"Saat tau Shaka pernah terkena tembakan, jantung tante seakan berhenti berdetak. Tapi syukurlah ada kamu dan situasinya sudah baik baik saja."
Rifanza mengangguk mengerti. Dia kini sadar mengapa mamanya selalu mengkhawatirkan dirinya yang berada sangat jauh darinya.
*
*
*
Eriel menatap kesal pada wajah tengil Shaka yang baru memasuki kamarnya.
"Kenapa kamu ke sini? Mana mami?" tanyanya masih cosplay jadi daddy yang galak.
"Masih ngobrol sama Rifa, dad." Shaka duduk di samping daddynya
Ketika daddynya akan menjewer telinganya, dia menghindar, tapi mendekatkan telinga yang lain.
"Yang ini saja, dad. Yang itu sudah dijewer mami tadi. Lihat, masih merah, kan?"
Eriel mendengus, tapi hatinya senang. Rupanya Edna marah juga dengan perbuatan putra tersayangnya ini.
Kadang Eriel merasa di duakan Edna karena selalu saja berada di pihak Shaka.
"Sini." Dengan penuh kekesalan dia kemudian menjewer telinga yang diberikan Shaka.
Cito yang berada di dapur, memalingkan wajahnya yang full senyum melihat tuan mudanya dianiaya oleh tuan besarnya.
"Kalian sudah ngapain saja, hah? Kamu belum menghamili dia, kan?"
"Kalo hamil, bukannya daddy malah senang," balas Shaka dengan seringai mengejeknya.
"Anak kurang ajar." Walaupun kesal dengan bantahan Shaka, tapi sekelumit senyum samar tercipta di bibirnya.
"Sakit, dad...," ringis Shaka ketika daddynya memutar lebih dalam kuping itu.
"Rasakan." Sebenarnya yang ada di hati Eriel adalah ketakutan kalo Edna teringat perbuatannya di masa lalu.
"Jadi sudah hamil berapa bulan? Sebulan atau dua bulan?"
"Ya, belumlah, dad. Baru dua hari ini aku tidur bareng dengannya."
PLAK
Tangan yang menjewer dilepaskan, ganti mengeplak kepala Shaka yang malah tertawa tawa senang melihat daddynya yang geregetan dengannya.
'Jadi baru proses?"
Proses apa, dad. Belum ada kencan di tuba falopi juga, batinnya tambah ngakak.
Rifa tanpa menebar pesonanya, Pria manapun akan terpesona padanya
Semoga setelah Shakti dan Sheila,
Sheila tidak jadi duri dalam pernikahan Shaka & Rifanza , atau pernikahan Shakti dengan calonnya nanti.