NovelToon NovelToon
Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / Percintaan Konglomerat / Identitas Tersembunyi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Portgasdhaaa

Dulu, dia hanyalah seorang anak jalanan—terlunta di gang sempit, berselimut kardus, hidup tanpa nama dan harapan. Dunia mengajarinya untuk tidak berharap pada siapa pun, hingga suatu malam… seorang gadis kecil datang membawa roti hangat dan selimut. Bukan sekadar makanan, tapi secercah cahaya di tengah hidup yang nyaris padam.

Tahun-tahun berlalu. Anak itu tumbuh menjadi pria pendiam yang terbiasa menyimpan luka. Tanpa nama besar, tanpa warisan, tanpa tempat berpijak. Namun nasib membawanya ke tengah keluarga terpandang—Wijaya Corp—bukan sebagai karyawan, bukan sebagai tamu… tapi sebagai calon menantu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Portgasdhaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam Pesta 1

Beberapa hari telah berlalu sejak undangan gala amal itu masuk ke ponsel mereka. Kampus Mahardika kembali sibuk seperti biasa, namun gosip tentang Laras dan perjodohannya masih saja menghiasi tiap sudut lorong, warung kopi, hingga grup chat angkatan.

Bagi Laras, hari-hari itu terasa panjang. Ia berusaha tetap fokus kuliah, tetap tersenyum saat bersama Vivi dan Ayu, namun di dalam hatinya, ada rasa canggung yang sulit dijelaskan. Tatapan orang-orang yang dulunya cuek kini seolah selalu mengawasi. Dan entah mengapa, bayangan tentang Arka semakin sering muncul dalam pikirannya. Senyum hangatnya, sikapnya yang misterius, dan... tatapan tajam yang membuatnya merasa penasaran.

Kini, malam itu akhirnya tiba.

Malam pesta.

Malam yang akan mengubah segalanya.

Langit Kota Mahardika bersih tanpa awan. Bulan separuh menggantung tinggi, menyinari jalan-jalan kota yang mulai lenggang. Tapi di salah satu sudut elit, tepatnya di ballroom Hotel Imperia. Gemerlap cahaya dan suara musik klasik menyambut para tamu undangan gala amal Darma Holdings.

Sebuah mobil sedan hitam elegan berhenti pelan di depan ballroom Hotel Imperia. Supir pribadi keluarga Wijaya turun lebih dulu dan membukakan pintu belakang.

Laras melangkah keluar perlahan. Gaun hitam polos yang ia kenakan tampak sederhana dibandingkan tamu lain, tapi justru itu yang membuatnya mencuri perhatian. Potongannya elegan, sopan, dan pas di tubuhnya. Rambutnya digerai alami, hanya dihias jepit kecil di sisi kanan.

Tak jauh dari situ, Vivi melambaikan tangan dari lobi hotel. Ia tampil percaya diri dalam gaun emerald yang menawan. Meski berasal dari keluarga berada, Vivi memilih desain simpel namun mencolok secara warna. Di sebelahnya, Ayu berdiri dengan dress biru langit pinjaman yang rapi dan anggun.

“Wow, kamu cocok banget pakai model begini, Ras,” puji Vivi begitu Laras mendekat.

 Ayu mengangguk. “Kelihatan kalem tapi classy. Aura Wijaya-nya kerasa banget.”

 Laras tersenyum kecil. “Thanks... tapi jujur aja, aku lebih nyaman pakai kemeja kuliah biasa.”

Mereka bertiga pun masuk ke dalam ballroom yang megah. Ruangan itu luar biasa megah. Lampu kristal bergelantungan di langit-langit tinggi, karpet merah terhampar dari pintu masuk hingga panggung utama. Para tamu berbincang dengan gelas anggur di tangan, penuh gaya dan senyum palsu.

Namun tatapan mulai beralih, ketika tiga gadis itu  memasuki ruangan. Atau lebih tepatnya tatapan mereka mengarah ke Laras.

Beberapa bahkan berbisik pelan.

“Itu Laras Wijaya, kan?”

“Anak keluarga Wijaya, tapi bajunya sederhana banget?”

“Beneran dia yang dijodohin sama cowok yang gak jelas asal-usulnya?”

Laras mencoba tak menghiraukan. Tapi sorotan itu terasa menusuk. Vivi meraih tangannya pelan, memberinya kekuatan. Ayu berdiri tegak, tetap manis walau jelas terlihat gugup.

Tak lama kemudian, suara mikrofon bergema.

“Selamat datang di Gala Amal dan Soft Launching Darma Holdings. Saya Reynald Mahardika, mewakili keluarga besar kami, mengucapkan terima kasih atas kehadiran Anda semua…”

Di panggung, Reynald berdiri gagah dengan setelan jas abu metalik. Senyum simpul menghiasi wajahnya saat mata mereka bertemu.

Laras berdiri canggung di tengah keramaian. Tangannya meremas tas kecil warna hitam yang nyaris senada dengan gaunnya. Ia tidak tahu harus melangkah ke mana, atau apa yang harus dia lakukan. Semua terasa asing.

Sejak kecil Laras memang tidak suka dengan acara seperti ini. Dia hanya beberapa kali tampil di pesta yang diselenggarakan oleh keluarga Wijaya. Itu pun terpaksa karena desakan keluarga.

Matanya menelisik ke sekitar.

Orang-orang berdiri dalam kelompok-kelompok kecil, tertawa pelan dengan gelas anggur di tangan. Gaun-gaun mahal berkilauan di bawah lampu gantung kristal yang megah, dan denting piano dari pojok ruangan seolah jadi latar bagi naskah yang tak Laras pahami.

Ia menarik napas, mencoba menenangkan diri, tapi justru merasakan tenggorokannya kering.

 

Vivi yang menyadari hal itu, menepuk pundak Laras pelan. “Eh, santai aja kali...kalian keliatan banget gugupnya woy...” bisik Vivi, yang berdiri di tengah Laras dan Ayu. Senyumnya tenang, matanya yang penuh semangat selalu berhasil membawa energi positif tersendiri.

“Kalian tuh udah kayak rusa masuk kandang macan aja.” Vivi mengangkat tangannya setengah, membentuk lengkungan tajam seolah memperagakan cakar macan.

Laras dan Ayu tertawa kecil, melihat tingkah konyol temannya itu.

“Mau gimana lagi? Soalnya aku kan memang nggak biasa datang ke tempat kayak gini.” bisik Laras.

Ayu mengangguk cepat, setuju dengan perkataan Laras.

Vivi merangkul ringan pundak mereka. “Santai aja...kan ada Vivi.” Dengan wajah sombongnya vivi mengambil kendali. “Kita cari posisi yang enak aja dulu, di dekat makanan manis, biar semangat!” Matanya kini berbinar.

“Yeeuu...Bilang aja kamu cuma pengen makan.” Laras tertawa kecil. Rasa gugupnya perlahan menghilang. Dia lupa, di sini dia tidak sendiri. Ada teman-temannya yang selalu menjadi kekuatan tersendiri bagi laras.

“Iya dong! Buat apa kita ke pesta kalau gak makan.” Dengan wajah yang masih sombong Vivi menjelaskan. “Pesta adalah makan!” Lanjutnya penuh bangga.

“Iya deh iya...” Laras melirik malas.

Ayu mengangguk. “Aku juga udah mulai deg-degan, jujur.”

Tepat saat itu, pidato Reynald berakhir. Musik mulai kembali mengalun pelan. Beberapa tamu menyebar ke area minuman dan makanan.

Dan tak lama, Reynald sendiri turun dari panggung, melangkah santai ke arah mereka bertiga.

Reynald mendekat dengan langkah percaya diri, jas abu metaliknya berkilau di bawah cahaya kristal. Senyum tipisnya mengembang saat pandangannya langsung tertuju pada satu orang. Laras.

“Laras,” sapanya hangat, suara lembutnya nyaris tenggelam oleh alunan musik klasik. “Aku nggak nyangka kamu bakalan datang malam ini.”

Laras mengangguk pelan. “Terima kasih atas undangannya. Aku cuma... ikut menemani teman-teman.”

Reynald tersenyum lebih lebar, lalu mengalihkan pandangan ke dua gadis di sampingnya.

“Dan tentu saja, Vivi... Ayu,” ujarnya sopan, sedikit menunduk sebagai bentuk penghormatan. “Kalian tampil menawan malam ini.”

Vivi mengangguk kecil. “Thanks.”

Ayu tersenyum malu-malu. “Selamat malam, Kak Reynald.”

Reynald tertawa pelan. “Santai aja, nggak usah terlalu formal. Ini kan cuma pesta santai.”

"Oh iya...Ayu, tentang program Beasiswa kamu bisa menanyakannya langsung ke panitia yang ada di sana." Reynald menjelaskan memberikan arahan.

"Makasih, Kak Rey." Ayu berterimakasih dengan tulus.

Reynald kembali menatap Laras, kali ini dengan ekspresi yang lebih teduh.

“Ngomong-ngomong…” ucapnya pelan, nadanya seperti seseorang yang ingin mengajak bicara serius tanpa membuat suasana kaku, “Aku sempat dengar beberapa kabar dari... teman-teman. Tentang kamu. Soal... perjodohan itu.”

Sejenak dia berhenti, seolah memberi ruang. “Aku tahu ini bukan tempat yang pas buat bahas hal sensitif, tapi… aku cuma pengen bilang, kalau itu benar, aku harap kamu nggak dipaksa.”

Senyumnya lembut, tapi matanya tajam. Seolah sedang membaca reaksi Laras, menunggu celah yang bisa ia gunakan.

Laras menatapnya sesaat. Ia tak ingin membuka apa pun malam ini. “Aku baik-baik saja.”

Reynald mengangguk, tak memaksa. “Kalau suatu hari kamu ingin cerita aku akan selalu ada buat kamu.”

Laras tak membalas, hanya memberi senyum singkat yang lebih mirip pelindung.

Dan dengan sopan, Reynald melangkah mundur satu langkah. “Aku harus muter dulu nyapa yang lain. Semoga kalian bertiga menikmati malam ini.”

Laras menatap punggungnya yang menjauh. Kata-katanya mungkin terdengar ramah. Tapi entah mengapa, hawa di sekitarnya terasa dingin.

“Duh, kamu tuh masih aja kaku banget sih ama kak Rey?” bisik Vivi pelan sambil menyenggol lengan Laras.

Ayu mengangguk cepat. “Iya, padahal Kak Reynald tuh sopan banget. Sweet lagi.”

“Kayak... dia tuh beneran perhatian gitu loh ke kamu,” tambah Vivi dengan mata berbinar. “Dan dia anak pemilik Mahardika juga, kan? Udah good looking, humble, calon pewaris kekayaan lagi… kayak, kombo ideal gitu loh.”

“Kalau aku sih diajak ngobrol sama orang kayak gitu, pasti udah deg-degan setengah mati.”

Laras hanya tersenyum kecil, tanpa menjawab.

“Jangan bilang kamu nggak naksir sama sekali?” Ayu setengah berbisik, setengah tertawa geli.

"Iyalah...Laras kan udah punya pangerannya sendiri" Vivi yang menimpali dengan nada menggoda.

Laras menatap gelas di tangannya. “Bukan soal itu... cuma, ada yang terasa aneh aja.”

Vivi mengangkat alis. “Aneh gimana?”

Laras menggeleng pelan. “Nggak tahu. Feeling aja.”

Vivi dan Ayu saling pandang sekilas, lalu mengangkat bahu.

“Kamu aneh,” gumam Vivi sambil tertawa kecil. “Tapi ya udahlah. Kamu tetep sahabat Vivi kok.” Godanya, sembari menempelkan kepala di bahu laras, Manja.

Laras tertawa pelan. Meski pikirannya masih dipenuhi tanda tanya, setidaknya ada dua orang di sisinya yang membuat segalanya terasa lebih ringan.

 

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!