Wanita mandul, beban, miskin, tidak tau diri dan kata-kata cemoohan lain sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Laura Sabrina Puti. Tak hanya itu saja tetapi kekerasan dalam rumah tangga pun sering dia dapatkan tentunya dari sang suami juga dari ibu mertuanya. Laura, tentu saja dia hanya diam atas perlakuan kedua orang yang sialnya sangat ia sayangi itu.
Dia lalui semua kepahitan dan kesedihan menjalani kehidupan rumah tangga yang tidak sehat ini sendirian. Hingga suatu ketika, rasa sayangnya kepada suami serta ibu mertuanya mengup begitu saja saat dengan tegasnya sang suami memperkenalkan wanita lain yang akan dijadikan istri kedua. Tentu saja tanpa persetujuan dari Laura. Laura hanya bisa menangis sejadi-jadinya setelah pertengkaran besar yang terjadi. Sungguh Laura benci perselingkuhan. Ia bertekad akan membalas dendam.
Mampukah Laura membalas perbuatan mereka? Dan apakah balas dendamnya akan berhasil? BACA SEGERA!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni Erlinawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keterkejutan Julio
Di pagi harinya Julio baru turun dari lantai dua menuju ke meja makan, menyusul keberadaan sang istri dan anggota keluarganya yang lain yang kemungkinan sudah menunggu kehadirannya.
Julio tersenyum kala ia melihat sang istri dan ibundanya sudah duduk disalah satu kursi makan. Julio pun segara mendekatinya dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya.
"Morning Ma," sapa Julio saat sudah berada di samping Beti. Ia memberikan sebuah kecupan di salah satu pipi ibunya itu.
Tak ada balasan sama sekali dari Beti yang membuat Julio merasa ada yang tidak beres dengan ibundanya itu. Tatapan matanya yang tadi menatap kearah Beti, ia alihkan kearah istrinya yang menatapnya dengan raut wajah yang lesu.
"Ada apa dengan Mama? Kenapa aku merasa Mama banyak diam pagi ini?" tanya Julio sembari duduk tepat berhadapan dengan Beti. Almira yang duduk di samping kirinya pun ia menghela nafas panjang. Ia tak mungkin menyembunyikan alasan Beti pagi ini menjadi pendiam, karena percuma saja ia menyembunyikannya toh suaminya itu pasti akan tau cepat atau lambat. Tapi ketika Almira ingin membuka suaranya, terdengar langkah kaki memasuki ruang makan tersebut membuat ketiga orang yang sudah lebih dulu di sana menolehkan kepalanya kearah sumber suara.
Reaksi yang ketiganya berikan saat melihat seseorang yang baru masuk kedalam ruang makan tentu saja berbeda-beda. Almira, dia tampak mendengus kesal.
Beti, wanita paruh baya itu menatap penuh permusuhan kearah Laura dengan kedua tangan yang terkepal erat.
Sedangkan Julio, laki-laki itu tampak terkejut. Bukan, ia sudah tidak terkejut lagi dengan kehadiran Laura yang berada di rumah keluarga Kail karena semalam dirinya sudah bertemu dengan Laura. Melainkan, keterkejutannya ini disebabkan karena Laura yang berdiri disamping sang Papa. Tak hanya itu saja melainkan tangan Laura melingkar indah di lengan Maikel. Sungguh Julio saat ini dibuat bingung dengan semua ini. Apa yang sebenarnya terjadi saat ia tak ada di rumah sampai membuat mantan istrinya itu bisa kembali tinggal di rumah ini dan sekarang dengan berani dia menggandeng lengan Maikel di depan semua orang?
Sedangkan Laura yang melihat perbedaan ekspresi ketiga orang itu diam-diam sudut bibirnya terangkat. Kakinya pun mulai ia langkahkan ketika Maikel juga mulai berjalan kembali. Saat keduanya telah sampai di meja makan, Maikel lebih dulu duduk di kursinya, sedangkan Laura, ia masih berdiri di sisi kiri sang suami, namun tatapan matanya tertuju kearah Julio yang sedari tadi menatapnya seakan-akan meminta penjelasan kepadanya.
"Bisakah kamu pindah dari kursi saya, Julio?" Julio mengerutkan keningnya.
"Heh, sejak kapan kamu mengklaim kursi ini milikmu? Padahal sudah jelas-jelas ketika kamu menginjakkan kakimu di rumah ini 5 tahun yang lalu, kamu sudah tau jika kursi ini milikku," balas Julio.
"Ini bukan masalah kursi milik siapa tapi masalah etika sekaligus aturan di rumah ini." Salah satu alis Julio terangkat.
"Lima tahun yang lalu saya pernah mendengar ibumu mengatakan sebuah aturan, jika tempat seorang istri berada di samping sang suami. Entah dimanapun mereka berada posisi itu tidak ada yang bisa merubahnya," sambung Laura dengan melirik sekilas kearah Beti yang tampak mengeraskan rahangnya.
"Kamu sudah tau masalah itu lalu dimana etikamu saat kamu meminta agar saya pindah dari tempat duduk saya ini. Apa perlu saya ingatkan jika posisi kamu disini itu bukan siapa-siapa. Kamu hanya orang yang tidak memiliki rumah dan hanya menumpang dirumah ini!" gertak Julio yang membuat Maikel meradang. Namun sebelum laki-laki itu membalas perbuatan Julio, punggung tangannya yang sedari tadi berada di atas meja, digenggam erat oleh Laura, seolah-olah istrinya itu memberikan isyarat kepadanya untuk tetap tenang dan membiarkan Laura sendiri yang menghadapi Julio.
Laura kini menolehkan kepalanya kearah Maikel, dan saat tatapannya bertemu dengan tatapan mata Maikel, ia tersenyum sembari memberikan anggukkan singkat kepada suaminya itu yang membuat Maikel menghela nafas secara kasar.
Laura kembali mengalihkan pandangannya kearah Julio dan dengan senyum di bibirnya ia berkata, "Saya memaklumi apa yang kamu katakan tadi Julio karena kamu belum tahu yang sebenarnya. Dan tadi malam pun saya belum sempat berkenalan untuk yang kedua kalinya kepadamu. Jadi berhubung kita bertemu lagi sekarang maka saya akan memperkenalkan diri saya agar kamu tau siapa saya dan posisi saya di rumah ini."
Laura kini mengulurkan tangannya tepat dihadapan Julio sembari berkata, "Perkenalkan, saya Laura Sabrina Puti Kail. Istri sah dari Maikel Federico Kail, madu untuk ibu kamu sekaligus ibu tiri kamu."
Mata Julio seketika terbuka lebar, ia benar-benar di buat terkejut akan penuturan dari Laura barusan. Sungguh semua ini tak bisa di percaya oleh Julio. Bagaimana bisa Papanya menduakan sang Mama dengan menikahi mantan menantunya sendiri? Dan sejak kapan Papanya memiliki hubungan dengan Laura? Apakah sejak mereka masih memiliki hubungan atau saat mereka sudah berpisah? Dan masih banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang saat ini memutari kepala Julio hingga membuat dirinya kini menggeleng-gelengkan kepalanya guna menyingkirkan segala bentuk pikirannya itu.
Tatapan matanya yang tadi tampak linglung, kini kembali menatap tajam kearah Laura.
"Jaga ucapanmu, Laura!"
"Ucapan mana yang perlu saya jaga, Julio? Saya rasa tidak ada karena apa yang saya katakan tadi adalah sebuah fakta yang sayangnya setuju tidak setuju, kamu harus menerimanya. Dan jika kamu masih tidak percaya silahkan tanya ke istri dan ibumu. Mereka sudah tau semuanya lebih dulu dari kamu bahkan bukti pun sudah mereka lihat," ujar Laura sembari menolehkan kepalanya kearah Beti dengan senyum sinisnya.
Begitupun dengan Julio, ia juga menatap kearah sang Ibunda dengan bertanya, "Ma, apa yang dikatakan oleh wanita ini tidak benar kan, Ma?"
Beti semakin mengencangkan kepalan di tangannya dengan kepala yang ia tundukkan.
"Jawab, Ma," tuntut Julio yang membuat Beti memejamkan matanya. Tapi hanya sesaat saja pasalnya remang-remang telinganya mendengar suara Maikel yang semakin membuat hatinya terbakar.
"Sayang, duduk di pangkuanku sini. Terlalu lama berdiri akan membuatmu lelah nanti."
Saat ucapan Maikel itu ia dengar, Beti menegakkan kepalanya menatap kearah Maikel dan Laura. Aksi sepasang suami-istri baru itu terekam jelas di mata Beti, mulai dari Maikel menarik pinggang Laura hingga wanita itu duduk di pangkuan suaminya.
Cukup, Beti sudah tidak tahan melihat semua ini. Ia pun berdiri dari posisi duduknya sembari menggebrak meja dengan sekuat tenaga sebagai pelampiasan emosi di dalam dirinya. Lalu tanpa sepatah kata pun ia meninggalkan meja makan tanpa menjawab pertanyaan dari Julio.
Melihat reaksi ibunya, sebenarnya sudah cukup menjadi bukti akan kebenaran dari ucapan Laura beberapa saat yang lalu. Tapi Julio harus tetap memastikannya. Sehingga kini ia menolehkan kepalanya kearah Almira berada. Namun saat ia ingin membuka suaranya, Almira berdiri dari posisi duduknya lalu menyusul kepergian Beti meninggalkan Julio yang saat ini mengepalkan kedua tangannya dengan rahang yang mengeras. Ia pun mengalihkan pandangannya kearah samping kanannya, namun ketika ia melihat pemandangan romantis tersebut, dirinya memilih untuk beranjak dari meja makan. Selera makanya sudah hilang bersamaan dengan fakta mengejutkan yang baru ia terima.