Zhao Liyun, seorang pekerja kantoran modern yang gemar membaca novel, tiba-tiba menyeberang masuk ke dalam buku favoritnya. Alih-alih menjadi tokoh utama yang penuh cahaya dan keberuntungan, ia malah terjebak sebagai karakter pendukung wanita cannon fodder yang hidupnya singkat dan penuh penderitaan.
Di dunia 1970-an yang keras—era kerja kolektif, distribusi kupon pangan, dan tradisi patriarki—Liyun menyadari satu hal: ia tidak ingin mati mengenaskan seperti dalam buku asli. Dengan kecerdikan dan pengetahuan modern, ia bertekad untuk mengubah takdir, membangun hidup yang lebih baik, sekaligus menolong orang-orang di sekitarnya tanpa menyinggung jalannya tokoh utama.
Namun semakin lama, jalan cerita bergeser dari plot asli. Tokoh-tokoh yang tadinya hanya figuran mulai bersinar, dan nasib cinta serta keluarga Liyun menjadi sesuatu yang tak pernah dituliskan oleh penulis aslinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Pilihan Cinta
Selama beberapa minggu terakhir, hubungan Liyun dengan Wu Shengli semakin dekat. Ia telah menjadi sekutu setia, membantu Liyun di kebun rahasia, menemaninya berdagang kecil, dan melindungi setiap langkahnya dari gosip atau ancaman Madam Zhao. Kehadirannya selalu tenang, penuh perhatian, namun tidak menekan.
Namun, pengakuan Shengli di sore hari yang hangat membuat Liyun tersentak.
Sore itu, ketika matahari menurunkan sinarnya di antara pepohonan desa, Wu Shengli mengajak Liyun ke tepi ladang yang baru ditanami. Udara hangat musim semi menyentuh wajah mereka, dan suara burung menjadi latar yang lembut.
Shengli menatap Liyun dengan serius, jarang ia melakukan ini, lalu berkata pelan, “Liyun… aku ingin jujur padamu. Aku… aku ingin melindungimu, tidak hanya sebagai teman atau sekutu. Aku… aku menyukaimu.”
Liyun terkejut. Kata-kata itu menghentikan napasnya sejenak. Dalam dunia yang sebelumnya hanya berupa alur cerita, Shengli hanyalah karakter figuran—tidak pernah lebih dari sekadar bayangan yang membantu sesekali. Kini, pengakuan ini benar-benar nyata, dan hatinya bergejolak.
“Shengli… aku…” Liyun berhenti, mencari kata yang tepat. Kata-kata sulit keluar karena ia tidak pernah membayangkan akan berada dalam situasi ini.
Shengli tersenyum tipis, menatap matanya. “Kau tidak perlu menjawab sekarang. Aku hanya ingin kau tahu. Aku akan menunggumu, tapi aku juga ingin kau bebas memilih, tanpa paksaan atau tekanan.”
Liyun menelan ludah, matanya menatap ladang di depan mereka. Tanah yang mulai hijau itu seakan menjadi cermin dari perasaannya sendiri: subur, penuh kemungkinan, tapi juga rentan dan membutuhkan perhatian.
Kata-kata Shengli menimbulkan dilema besar di hati Liyun. Ia tahu dalam naskah asli, Shengli hanyalah figuran—tidak memiliki peran romantis, tidak ada pengakuan atau interaksi mendalam. Mengikuti jalan cerita, ia seharusnya fokus bertahan hidup dan menghindari alur utama yang akan menjerumuskannya pada kematian tragis.
Namun perasaan yang kini muncul terlalu nyata untuk diabaikan. Shengli tidak memaksa, tetapi keberadaannya begitu hangat dan menenangkan. Hati Liyun berdebar setiap kali ia memikirkan cara Shengli membantu, menatapnya dengan perhatian yang tulus, atau berdiri di sisinya saat ia merawat kebun rahasia.
Di sisi lain, Chen Weiguo dan Lin Xiaomei tetap menjadi bagian dari dinamika sosial desa. Chen mulai merasa kagum dan bingung dengan perubahan Liyun, sementara Xiaomei masih menyimpan perasaan terancam. Jika Liyun terlalu dekat dengan Shengli, ini bisa menimbulkan ketegangan baru, bahkan gosip di desa.
Di dalam hatinya, Liyun bergumul antara logika dan perasaan. Ia tahu Shengli memberi kesempatan untuk mencintai di luar alur cerita, tetapi ia juga takut konsekuensi yang mungkin timbul jika hubungannya dengan Shengli diketahui.
Hari-hari berikutnya menjadi periode emosional bagi Liyun. Setiap kali ia bertemu Shengli, hatinya berdetak lebih cepat. Setiap kali ia berdiri di dapur kolektif, hatinya mengingat kata-kata Shengli dan rasa hangat yang muncul dari perhatian pemuda itu.
Namun Liyun juga harus berhati-hati. Madam Zhao, yang selalu waspada, bisa menggunakan situasi ini sebagai senjata baru untuk menyebarkan gosip atau fitnah. Selain itu, interaksi Chen Weiguo dan Lin Xiaomei tetap berlangsung di desa, dan Liyun menyadari bahwa keputusan emosionalnya bisa memengaruhi banyak orang di sekitarnya.
Ia menulis catatan harian setiap malam, mencatat perasaan, interaksi, dan strategi untuk menjaga keseimbangan. “Aku tidak bisa membiarkan cinta mengalahkan akal sehat. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan perasaanku,” tulisnya, sambil menatap lampu minyak yang berkelap-kelip di kamar kecilnya.
Suatu sore, setelah selesai bekerja di dapur kolektif, Shengli mengajak Liyun ke halaman belakang rumahnya. Mereka duduk di atas tanah yang lembab, memandang kebun kecil yang mulai subur.
“Kau tahu, Liyun,” kata Shengli, suaranya lembut, “aku senang melihatmu tumbuh dan berkembang. Aku ingin selalu berada di sisimu, tapi aku juga menghormati keputusannya. Aku percaya kau bisa memilih jalanmu sendiri, termasuk dalam hal cinta.”
Liyun tersenyum tipis, hatinya hangat. “Terima kasih, Shengli. Aku… aku belum tahu bagaimana harus memulai, tapi aku ingin mencoba. Aku ingin merasakan cinta, tapi tetap memastikan hidupku aman dan mandiri.”
Mata Shengli bersinar. “Aku akan menunggumu, Liyun. Tidak ada yang terburu-buru. Kita bisa menjalani semuanya perlahan, sesuai ritme kita sendiri.”
Kedekatan ini memberi Liyun rasa aman yang belum pernah ia rasakan sejak tertelan ke dunia lain. Ia menyadari bahwa cinta bisa menjadi kekuatan, bukan hanya perasaan yang membingungkan.
Meski hati Liyun mulai terbuka untuk perasaan baru, tantangan tetap ada. Desa Qinghe adalah tempat yang penuh pengawasan sosial, dan gosip bisa menyebar dengan cepat. Liyun harus tetap berhati-hati, menjaga hubungan dengan Shengli secara diam-diam, dan memastikan bahwa interaksi mereka tidak menimbulkan masalah baru dengan Madam Zhao atau penduduk desa lainnya.
Di sisi lain, Chen Weiguo mulai memperhatikan kedekatan ini. Ia merasa bingung dan sedikit cemburu, meski tidak sepenuhnya memahami perasaan yang muncul. Lin Xiaomei pun mulai menyadari perubahan ini, merasa terancam namun juga kagum pada keberanian Liyun mengambil langkah baru dalam hidupnya.
Situasi ini menciptakan ketegangan emosional yang halus, mengubah dinamika sosial desa dan memberi Liyun pengalaman baru dalam mengelola hubungan interpersonal.
Setelah merenung berhari-hari, Liyun akhirnya membuat keputusan penting: ia akan menerima perasaan Shengli, tetapi tetap menempatkan kemandirian dan keselamatan hidupnya sebagai prioritas utama. Ia sadar bahwa cinta bukan alasan untuk kehilangan kendali atau membuat langkah yang gegabah.
Dalam hati, Liyun menegaskan tekadnya: ia bisa mencintai Shengli, tetapi ia juga harus tetap menulis jalannya sendiri, bertahan hidup, dan menjaga keseimbangan sosial di desa.
Keputusan ini memberinya rasa lega sekaligus kekuatan. Liyun menyadari bahwa hidupnya kini memiliki dimensi baru—tidak hanya bertahan hidup dan berkembang, tetapi juga merasakan cinta yang tulus dan nyata, di luar alur cerita yang dulu menunggu kematiannya.