Saat kehamilan itu benar-benar terjadi pada Livia, dia bermaksud memberikan kejutan dengan datang ke kantor suaminya untuk mengabarkan kabar bahagia tersebut.
Tapi apa yang dia dapatkan, sangatlah mengguncang perasaannya.
Ternyata di ruangannya, Alex tengah bersama seorang wanita berparas lembut, dengan gadis kecil yang duduk di pangkuannya.
Bukannya merasa bersalah, setelah kejadian itu Alex malah memberi pernyataan, "kita berpisah saja!" Betapa hancur hati Livia. Dia tak menyangka, Alex yang begitu
mencintainya, dengan mudah mengatakan kata-kata perpisahan. Lalu apa jadinya jika suatu hari Alex mengetahui kalau dia sudah menelantarkan darah dagingnya sendiri dan malah memberikan kasih sayangnya pada anak yang tidak ada hubungan darah dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BADAI SEMAKIN HEBAT
Api Mulai Membara
Natalia dan Brenda tidak membuang waktu. Segera setelah pembicaraan, mereka langsung beraksi. Jemari mereka dengan lincah mengetik di berbagai platform media sosial. Mereka memulai mengirimkan berita tersebut pada akun-akun gosip anonim, yang memang sudah langganan menyebarkan berita miring tanpa verifikasi.
Awalnya, muncullah beberapa unggahan samar.
Sebuah foto blur Livia dari masa lalu, di sampingnya ada siluet mirip Sean, dengan caption yang memancing,
"Ada yang ingat kenapa dulu Livia diceraikan?
Kabarnya karena mandul. Tapi kok sekarang tiba-tiba sudah punya anak segede itu? Jangan-jangan dulu cuma alibi biar bisa samarkan perselingkuhannya?"
Tak lama, akun lain mulai menimpali, mengaitkan isu tersebut dengan Alex.
"Kasihan ya, Alex. Dulu kayaknya si Livia jadi korban atas tuduhan mandul, padahal dia yang licik. Mungkinkah waktu itu Livia sudah hamil anak 'orang lain'?"
Kemudian, muncullah serangan yang lebih pribadi dan langsung menusuk. Akun-akun yang diduga buzzer suruhan Natalia dan Brenda mulai menyebarkan narasi
Tentang pembatalan pertunangan Natalia dan Sean.
"Fakta: Pertunangan Sean dan Natalia batal mendadak. Gosipnya, karena Sean terpaksa menikahi wanita lain yang hamil duluan. Siapa ya wanita itu? Kebetulan banget si Livia kan ya yang sekarang jadi istrinya?"
Rumor itu menyebar seperti api di jerami kering.
Video singkat Sean dan Livia yang sedang bahagia bersama Cello, yang sebelumnya dibanjiri pujian, kini mulai dipenuhi komentar-komentar bernada sinis.
"Kok tiba-tiba punya anak ya? Dulu katanya mandul," tulis sebuah akun.
"Memangnya mereka sudah menikah berapa lama?
Kok anaknya udah gede aja?"
"Jangan-jangan ini anak dari hasil yang gak bener dulu," sahut yang lain.
"Pantesan Sean putusin Natalia. Selingkuh sama Livia, terus Livia hamil. Drama banget!"
"Alex pasti geram nih kalau tahu kebenarannya."
Pihak-pihak yang dulu menyimpan ketidaksukaan pada Livia karena berbagai alasan di masa lalu, kini melihat kesempatan untuk menyerang. Sementara itu, kalangan yang bersimpati pada Natalia juga ikut meramaikan. Mereka yang menganggap pembatalan pertunangan itu merugikan Natalia, kembali bisa menumpahkan kegeramannya pada Sean dan Livia.
Bahkan ada yang mulai mengirim pesan pribadi ke akun Alex, bertanya-tanya dan mengompori situasi.
Semakin hari gosip itu seperti bola api liar. Semakin membara dan panas.
Awalnya, Livia berusaha mengabaikan, berpikir itu hanya gosip murahan yang akan berlalu. Namun, jumlah komentar negatif dan tuduhan keji itu terus membengkak, merayap ke setiap sudut feed media sosialnya. Kata-kata:
"Pembohong"
"Penipu"
"Perusak",
"Mandul tapi hamil duluan"
"Wanita tidak bermoral"
Kata-kata itu bagai pisau yang menusuk-nusuk hatinya. Ia merasakan napasnya tercekat, seolah seluruh oksigen di ruangan itu lenyap.
"Tidak... tidak mungkin mereka sekejam ini," bisiknya parau, memeluk ponselnya erat seolah itu adalah satu-satunya pelampiasan. "Cello... Putraku..."
Yang paling menyakitkan adalah ketika mereka menyeret Cello. Anak itu, buah hatinya, disudutkan sebagai "anak haram" atau "anak hasil perselingkuhan".
Livia merasa muak! Air matanya tak terbendung.
Mungkin benar ia sudah bersikap egois, dengan merahasiakan tentang Cello pada Alex dan keluarganya. Tapi Livia juga punya hati dan merasa sakit hati saat ia selalu dituduh mandul oleh mereka. Dan juga perlakuan Alex yang ikut-ikutan menyudutkannya serta berselingkuh.
Dengan gosip keji yang sekarang tengah berhembus, membuat Livia tidak bisa makan, tidak bisa tidur. Setiap melihat notifikasi di ponselnya, jantungnya berdegup kencang.
Setiap datang ke kantor, semua karyawan seakan memperhatikannya dengan tatapan di luar kebiasaan. Ada sorot sinis dan pandangan menghakimi.
Rasa sakit hati di masa lalu saat dituduh mandul oleh keluarga Alex seolah terulang, namun kali ini berkali-kali lipat lebih parah karena melibatkan putranya dan juga Sean, pria yang kini menjadi pelindungnya. Ia merasa malu, terhina, dan sangat terluka.
Ternyata gosip itu semakin merajalela. Bagai virus yang mematikan. Tidak hanya berdampak pada Livia. Tapi juga pada perusahaan Sean.
Brilliant Consulting Terguncang!
Gosip yang dihembuskan Natalia dan Brenda tak butuh waktu lama untuk merayap dari akun-akun gosip ke ruang-ruang rapat berpendingin udara. Sean, yang biasanya memulai hari dengan senyum yakin dan langkah mantap menuju kantornya di puncak gedung Brilliant Consulting, kini disambut raut-raut cemas dari stafnya.
Pagi itu, meja Sean sudah dipenuhi laporan dari tim PR dan finansial. Angka-angka merah menyala di grafik saham Brilliant Consulting, sebuah pemandangan yang tak biasa bagi perusahaan konsultan yang selama ini stabil dan terus menanjak. Investor mulai gelisah, telepon dari para pemegang saham tak henti berdering. Mereka menuntut penjelasan.
"Pak Sean, ada beberapa investor besar yang mempertanyakan kredibilitas Anda di tengah isu yang beredar," lapor Danu, kepala divisi investasi dengan wajah tegang.
"Mereka khawatir citra perusahaan bisa ikut tercoreng, apalagi Brilliant Consulting dikenal dengan integritas dan image kepemimpinan yang kuat." Danu menunjuk sebuah email dari konsultan hukum yang menyarankan Sean untuk segera mengeluarkan pernyataan resmi.
Tak hanya itu, email dan panggilan masuk dari klien-klien besar juga mulai berdatangan. Salah satunya dari Sinar Group, klien mereka yang paling loyal.
"Kami menghargai kerja sama kita selama ini, Pak Sean. Namun, dengan situasi yang tidak kondusif ini, kami terpaksa menunda implementasi proyek transformasi digital yang sudah disepakati sampai semua isu ini mereda," bunyi email dari CEO Sinar Group.
Ini berarti hilangnya pendapatan miliaran rupiah
Dalam waktu dekat. Beberapa klien lain menyusul, menunda atau bahkan membatalkan kesepakatan proyek konsultasi yang sudah di ambang tandatangan.
Di dalam kantor, suasana terasa dingin. Obrolan antar karyawan meredup, digantikan bisikan-bisikan khawatir.
Mereka membaca berita yang sama, melihat tuduhan keji terhadap Livia dan Sean. Moral tim anjlok. Para karyawan yang dulu bangga bekerja di bawah Brilliant Consulting kini merasa malu dan khawatir akan masa depan pekerjaan mereka. Ada bisik-bisik pertanyaan:
"Apakah Sean benar-benar seperti itu? Apakah perusahaan akan baik-baik saja?"
Rapat dewan direksi yang seharusnya membahas ekspansi layanan konsultasi baru, malah berubah menjadi sidang darurat. Sean duduk di ujung meja oval, tatapan tajam dan curiga tertuju padanya.
"Pak Sean, kita perlu tindakan konkret. Skandal ini sudah memengaruhi saham kita lebih dari 15% dalam dua hari terakhir," kata Pak Hartono, salah satu direktur senior, suaranya berat.
"Image perusahaan kita terancam. Calon klien baru mundur, klien lama menunda proyek. Apa yang akan Anda lakukan?"
Sean menarik napas dalam. Tekanan itu terasa seperti ribuan ton beban di pundaknya. Di satu sisi, ia harus melindungi Livia yang rapuh, yang mungkin saat ini tengah menangis di rumah karena membaca semua
Tuduhan itu. Di sisi lain, ia harus menyelamatkan Brilliant Consulting yang ia bangun dengan susah payah. Reputasi, aset, dan masa depan ratusan karyawannya kini berada di ujung tanduk. Ia tahu, ia harus bergerak cepat. Pertanyaan kuncinya: bagaimana caranya?
Gosip yang dihembuskan Natalia dan Brenda menyebar bagai virus, menginfeksi setiap sudut media sosial dan obrolan kalangan atas.
Di tengah badai itu, reaksi Wulan dan Alex menjadi sorotan tersendiri.
Wulan seakan merasa menangan dan penuh dendam.
Dia yang sejak awal sudah membenci Livia dan menuduhnya mandul, kini merasa berada di puncak kemenangan. Setiap komentar negatif yang menyudutkan Livia, setiap tuduhan perselingkuhan dan kebohongan, adalah musik indah di telinganya. Ia membaca setiap unggahan dengan senyum puas yang tak bisa disembunyikan.
"Sudah kuduga! Wanita licik itu memang tidak bisa dipercaya!" desis Wulan pada dirinya sendiri, sambil menekan tombol like pada beberapa komentar yang paling kejam. "Pura-pura mandul agar bisa berselingkuh dengan pria lain. Dasar tidak tahu malu!"
Ia segera menelepon teman-teman sosialitanya, menyebarkan gosip itu dengan bumbu-bumbu tambahan yang semakin memperburuk citra Livia. Wulan merasa dendam lamanya terbalaskan. Ia bangga karena "instingnya" tentang Livia ternyata benar. Baginya, ini adalah bukti bahwa Livia memang wanita jahat yang tidak pantas untuk putranya.
"Alex, kamu lihat kan sekarang? Mama sudah bilang, dia itu tidak benar!" Wulan menelepon Alex lagi, suaranya penuh kemenangan.
"Dia itu penipu! Pura-pura mandul biar bisa cerai dari kamu, padahal sudah hamil duluan sama si Sean itu!
Untung kamu cepat cerai, Nak!"
Wulan tak henti-hentinya mengompori Alex, berusaha menanamkan kembali kebencian pada Livia yang sempat memudar. Bagi Wulan, ini adalah momen untuk memastikan Alex tidak akan pernah lagi menoleh ke belakang dan menyesali perceraiannya dengan Livia.
Dan reaksi Alex?
Badai kebingungan dan kemarahan, kembali melandanya. Alex merasakan badai emosi yang jauh lebih besar.
Video Livia bersama Cello dan Sean sebelumnya telah menghantamnya dengan penyesalan mendalam. Ia mulai mempertanyakan apakah ia yang salah, apakah ia terlalu cepat menuduh Livia. Namun, kini, gelombang rumor baru ini kembali mengaduk-aduk perasaannya.
Awalnya, ia menolak percaya. "Tidak mungkin Livia seperti itu," gumamnya. Livia yang ia kenal adalah wanita setia, bermartabat, meski keras kepala. Tapi, suara ibunya yang terus-menerus menggaung di telinganya, ditambah dengan rentetan bukti "palsu" dan narasi yang dibangun Natalia di media sosial, mulai menanamkan benih keraguan.
"Pura-pura mandul? Hamil duluan sama Sean saat masih jadi istriku?" Pikiran itu berputar-putar di kepalanya. Jika itu benar, maka Livia adalah pembohong besar. Rasa dikhianati, marah, dan bodoh karena pernah mencintai wanita seperti itu, mulai muncul kembali. Penyesalan yang baru saja tumbuh kini bercampur dengan kemarahan lama.
Ia menatap foto Cello di video itu lagi. Wajah anak itu memang mirip Livia. Tapi jika benar anak itu hasil perselingkuhan Livia dengan Sean, itu berarti Livia telah menipunya habis-habisan. Alex merasakan dadanya sesak. Ia merasa dipermainkan.
Namun, di tengah kemarahan itu, ada sedikit keraguan yang mengganjal. Ia ingat bagaimana Livia dulu selalu pasrah menerima tuduhan mandul, tidak pernah membela diri dengan agresif. Jika Livia memang licik dan berbohong, bukankah seharusnya ada sedikit saja tanda?
Alex merasa otaknya akan pecah. Ia tidak tahu mana yang harus dipercaya. Kebenaran yang mana? Kebenaran dari ibunya dan gosip yang beredar, atau kebenaran dari ingatannya tentang Livia yang setia? Ia merasa harus mencari tahu. Ia harus memastikan. Tapi bagaimana? Dan apakah ia benar-benar siap menghadapi kebenaran yang sesungguhnya, yang mungkin jauh lebih menyakitkan dari yang ia bayangkan