Mirai adalah ID game Rea yang seorang budak korporat perusahaan. Di tengah stress akan pekerjaan, bermain game merupakan hiburan termurah. Semua game ia jajal, dan menyukai jenis MMORPG. Khayalannya adalah bisa isekai ke dunia game yang fantastis. Tapi sayangnya, dari sekian deret game menakjubkan di ponselnya, ia justru terpanggil ke game yang jauh dari harapannya.
Jatuh dalam dunia yang runtuh, kacau dan penuh zombie. Apocalypse. Game misterius yang menuntun bertemu cinta, pengkhianatan dan menjadi saksi atas hilangnya naruni manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaehan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
R5 Nazarick
Part 27
Siang yang cukup terik ketika Ren berjalan menuju tepi sungai untuk buang air kecil. Pemuda itu memiliki paras yang nyaris terlalu sempurna untuk seorang pejuang. Wajahnya bersih, dengan kulit pucat merata yang tampak lembut di bawah cahaya alami. Garis rahangnya tidak terlalu keras, namun tetap terdefinisi jelas dan tegas, membentuk siluet yang memberi kesan elegan. Hidungnya lurus dan proporsional, berpadu sempurna dengan bibir tipis berwarna merah muda pucat yang jarang tersenyum, tapi justru meninggalkan kesan dalam pada setiap orang yang memperhatikan.
Matanya hitam pekat, besar dan tegas, dengan kelopak sedikit naik di ujung luar, menciptakan tatapan yang tajam penuh tekanan. Sorotnya dalam dan sulit ditebak, seolah menyembunyikan lebih banyak daripada yang terucap. Alisnya rapi dan menukik ringan, memperkuat ekspresi serius yang hampir selalu menghiasi wajahnya. Tak ada bekas luka, tak ada kekerasan yang tampak di permukaan, namun pesona dingin yang dipancarkan cukup membuat orang menjaga jarak secara alami.
Rambut hitam legamnya dibiarkan sedikit panjang, jatuh acak di sekitar wajah, dengan beberapa helai yang sengaja ia sisir ke belakang menggunakan tangan, kebiasaan kecil yang tanpa sadar menambah karismanya. Pakaian gelap yang dikenakannya mencetak lekuk tubuh ramping namun kokoh, memperkuat kesan sebagai seseorang yang tak hanya cerdas dan cepat, tapi juga tangguh di medan.
Setelah selesai dan menaikkan resletingnya, matanya menangkap sosok tubuh yang hanyut memeluk batang kayu di sungai. Ia berdecak kesal. "Yaelah! Ada aja kejadian kalo lagi kencing." Tanpa pikir panjang ia pun terjun ke sungai demi menyelamatkan sosok tersebut.
Tanpa usaha yang berarti, ia berhasil menarik tubuh itu ke tepi sungai.
Diperhatikan sekilas wajah yang sebagian tertutup rambut hitam panjang. "Cewek, njir," gumamnya lalu memeriksa bagaimana pernapasannya karena gadis itu masih terdiam. "Waduh! Sorry nih, ya!" Ia pun memberi napas buatan dari mulut ke mulut. Tak ada reaksi, saat akan menekan dadanya demi memompa jantung, Ren sempat terhenyak melihat cetakan dada di kaos putih yang jadi semi transparan karena basah. Bra berwarna hitam tampak kesulitan menahan gundukan di dalamnya. Eh, buset! Ia berusaha mengabaikan apa yang dilihatnya barusan dan fokus memberi napas buatan sambil berseling menekan dadanya untuk mengeluarkan air. Cukup lama ia melakukan itu hingga hampir menyerah. "Njiiir dadanya kegedean jadi susah nekennya!" Namun ia tak berhenti. "Sorry! Bukannya gue mesum!”
Selang beberapa saat Mirai terbatuk dan memuntahkan air, udara pun lancar merasuk ke paru-parunya. Tetapi karena terlalu lama kekurangan oksigen ia jadi lemas dan tak sadarkan diri lagi.
“Hei, are you okey?” tanya Ren yang masih mengamati di sampingnya. Namun kesadaran gadis itu tak kembali. "Yah, dia pingsan." Terpaksa Ren mengangkat gadis itu ke bawah pohon rindang. Selama hampir sejam ia menungguinya siuman sambil sedikit menggeledah pakaiannya untuk berjaga-jaga karena mengamati ada beberapa luka dan memar. Bisa jadi ia habis diserang zombie atau mungkin orang lain. "Gak ada senjata, sih," gumamnya. Dari saku celana jeans-nya ia menemukan lencana. "Ini dia. Erica, 11." Dahinya berkerut. "Kok nomor dia lebih pendek sih? Ini lencana hero yang baru dirilis, kan? Hm, apa ya job-nya?" Ren berusaha mengingat deskripsi hero Erica di game. "Dokter deh kalo gak salah. Soalnya design karakternya cewek pake jas putih."
Beberapa saat kemudian tanda-tanda Mirai siuman terlihat dari kelopak matanya yang mulai terbuka. Sontak ia terbatuk lagi dan refleks meludah ke samping, membuang rasa lumpur yang melekat di lidahnya. Penglihatannya yang masih buram menangkap sosok pria yang berjongkok di dekatnya.
"Udah bangun? Gimana? Ada yang sakit gak?"
Mirai tercekat, suara itu bukan milik pria yang selalu bersamanya. Secepat mungkin ia berusaha meraih kembali kesadarannya secara penuh demi melihat sosok pria berpakaian serba hitam khas seragam polisi khusus. Wajahnya termasuk tampan, tapi memiliki kesan tegas dan tajam. Eh, siapa? Ada orang selain kami ternyata!
"Bisa ngomong, kan?" Gadis itu mengangguk pelan. "Kalo ngerti bahasa gue berarti Indo atau Malaysia?"
"Indo," jawab Mirai sambil mendudukkan diri mewaspadai pria itu.
"Nama?"
"Erica."
"Ya, gue tau," tandas Ren sambil menunjukkan lencana milik Mirai. "Maksud gue ID game. Kalo nama asli pasti lo lupa."
"Hah? ID game?" Mirai tertegun tak mempermasalahkan lencana yang sudah berpindah tangan. Pikirannya masih berantakan dan ingatannya sulit diraih.
"Kenapa? Punya banyak akun di game ini?"
"Gak ada, cuma satu," jawabnya lemah. Mana mungkin punya banyak sebab ia masih tergolong pemula di game ini. "Mirai."
Dahi Ren berkerut. ID itu terdengar familiar. "Server berapa?"
"566."
"Lah, kita satu server. Trus clan lo apa?"
Mirai berusaha mengingat. "Mmm ... R5 gue wibu penggemar anime mm ... Overlord. Nama clannya ... Nazarick."
Ren agak tercekat. "Kita satu clan?" Seingatnya semua anggotanya hanya berisi pria sebab jarang ada perempuan Indonesia yang main game semacam ini. Kalau pun ada rata-rata lebih memilih bergabung ke clan besar dan kebanyakan pemain asing.
"Satu clan? Lo, siapa?" Mirai menatap pria yang memajukan wajah ke arahnya dengan seringai kesal.
"Kenalin, si wibu pecinta Overlord! R5 Nazarick, Ren! Leader lo!"
Mata Mirai membesar, jantungnya berdebar keras kala terlintas sekelebat ingatan mengenai diri leader-nya yang pernah membelanya ketika dituduh sebagai mata-mata dari clan lain. "Reeeen?" ulangnya tak menyangka. Ternyata sosok itu memiliki fisik yang melebihi ekspektasi. Apalagi ketika berdiri, sosoknya begitu tinggi dan tampak keren dengan seragam itu dan sebuah katana bersarung hitam di punggungnya.
"Bisa jalan gak? Kalo gak bisa, gue gendong."
"Eh, gendong?"
"Karna lo anggota clan gue, berarti lo masih tanggung jawab gue."
Wajah Mirai memerah, ia tahu benar bagaimana karakter leader-nya ini. Blak-blakan dan bar-bar. "Gak. Gak perlu. Gue bisa sendiri." Namun saat berusaha bangkit, tubuhnya malah mengkhianatinya, menolak bekerjasama. Jangankan berdiri tegap, berjongkok saja ia kesulitan.
Tanpa banyak bicara Ren menarik sebelah tangan Mirai untuk berdiri lalu membungkuk membelakanginya. Tahu-tahu Mirai sudah tergendong di punggungnya.
Mirai sendiri sampai tersentak bingung, namun tak berdaya menolak. Tubuhnya memang tidak kuat berdiri, apa lagi berjalan.
"Sorry! Tapi gue dah lama kepisah dari rombongan, buat rr ...." Ia tidak melanjutkan alasannya yang hanya akan membuatnya malu. "Jadi kita mesti buru-buru."
Mirai tercekat lagi. "Rombongan?" Itu artinya ada lebih banyak manusia yang ada di dunia ini. "Ren! Jembatan! Kita perlu balik! Vincent! Tolongin Vin!"
Dahi Ren berkerut. "Jembatan?" Sejenak ia berpikir, lalu mengerti jembatan mana yang dimaksud karena hanya ada satu jembatan di wilayah ini. "Jembatan itu jauh banget dari sini. Berarti lo hanyutnya jauh juga. Gak heran sih. Airnya mayan deres."
"Sejauh apa?!"
"Butuh tiga jam kalo jalan kaki." Bisa ia rasakan getaran kuat di tangan yang berpegang pada pundaknya. "Pacar lo?" Anggukan kecil berasa disekitar tengkuknya. "ID nya Vincent apa pake nama lencana lagi?"
"Nama lencana."
"Jadi gak tau ID sama clannya?" tanyanya sambil mengambil langkah menuju rombongan. Jalan yang dilalui seperti hutan dengan pohon-pohon di mana daunnya telah menguning mirip daun musim gugur. Tanah dan rumput pun tertutup rimbunnya daun kering. Ketika terinjak sepatu boot Ren bunyinya terdengar renyah di telinga.
"Enggaaak," jawabnya sedih. Tidak terpikirkan olehnya saat itu untuk menanyakan ID game karena dipikirnya hanya ada mereka berdua di dunia ini.
"Kalian ngapain di jembatan? Mau masuk Kota Dawn apa keluar?" Mirai menceritakan secara garis besar bahwa mereka bertemu di Kota itu dan tidak menemukan siapa pun. Saat berusaha keluar dari kota malah dikejar zombie sebesar gedung tiga lantai. Dan Ren mendengarkan dengan seksama. "Gue juga dari sana. Kok gak ketemu kalian?"
Mirai tercekat. "Lo mendarat eh maksudnya muncul di mana?"
"Kantor polisi." Terasa lagi jemari Mirai yang mencengkram pundaknya cukup kuat seolah menyesali sesuatu. "Tapi gue keluar lebih awal sih. Cuma tiga hari aja di sana. Ya, sama juga, waktu di jembatan gue dikejar tuh zombie trus loncat ke sungai. Keknya itu zombie mang penunggu sana."
"Trus Vin gimana?"
"Ya, kita cek ke sana. Tapi gak mungkin juga jalan kaki."
"Trus?"
Mereka sampai di tepi hutan, menembus semak belukar yang seolah menjadi pintu menuju jalan beraspal. Dua puluh meter dari mereka, sebuah mobil jeep militer beratap terbuka sedang menunggu bersama empat pria. Satu standby di kursi pengemudi, tiga lainnya berdiri bersandar pada jeep.