Aurel Apriliani seorang adalah seorang guru olahraga yang disegani, karena ia tegas dan baik hati ia sudah banyak mengikuti lomba olahraga seperti taekwondo dan karate.
Tetapi ia malah meninggal hanya terpeleset karena meninjak kulit pisang dan kepalanya terbentur di beton.
Bukannya ke surga atau ke neraka setelah meninggal tapi malah masuk kedalam tubuh gadis lemah yang di tindas oleh keluarganya sendiri. Tahun 90an yang kekurangan makanan dan didesa terpencil pula
Gadis itu akan di nikahkan dengan anak kepala desa yang cacat, untuk menggantikan sepupunya karena tidak mau menikah dengan pria cacat tersebut.
Tanpa sengaja Aurel mendapatkan keberuntungan yaitu ruang angkasa dari gelang yang di pakai gadis itu juga gelangnya yang ada di dunianya dulu.
Bagaimana aurel menghadapi kehidupan nya ditahun 90an yang kurang makanan dan hidup didesa terpencil
***
Kisah ini hanya fiktif belaka, tidak sesuai dengan sejarah, kehidupan dalam cerita ini hanya berlatar belakang didalam didesa..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jasmine Oke, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Hari pertama di rumah mertua
Karena kata bibi lia mereka belum makan, hati Aurel menghangat beginilah rasanya bila dihargai dan disayang oleh keluarga, dia tersenyum hangat di bibirnya.
Aurel mengambilkan makanan untuk william dan juga untuk dirinya, setelah itu mereka makan bersama dengan khidmat, tidak terasa mereka selesai makan, william membawa Aurel ke kamarnya.
"bang apa kamu ingin beristirahat, aku akan membantumu untuk naik keranjang" ucap Aurel karena ia berpikir william ingin istirahat kalau tidak mengapa william ke kamarnya pikir Aurel.
"Tidak, aku hanya membawamu ke kamar kita, mulai sekarang ini juga kamarmu" ucap William kepada Aurel lalu ia menyuruh Aurel duduk.
"Ki..ta sekamar aku ingin tidur bersama Bram saja" kata Aurel gugup dia kira mereka tidak tidur sekamar, william mendengar ucapan Aurel mengernyitkan dahi dia tidak suka berkata seperti itu.
"Kamu ingin kita pisah kamar kita suami istri apakah kamu tidak menyukaiku lalu mengapa kamu mau menikah denganku yang cacat ini" ucap William agak sedih ia kembali murung ternyata Aurel tidak menyukainya baru dia sadar bahwa dia cacat, sejak Aurel datang yang dia rasakan hanya kebahagiaan melupakan selama ini bahwa dirinya cacat mana ada wanita menyukai nya.
"Baiklah kalau kamu ingin kita pisah kamar, tidak usah tidur di kamar Bram rumah ini banyak kamar, ruangan di samping kamarku kosong kamu bisa tidur disana mulai sekarang, nanti aku yang bicara kepada ibu soal masalah ini" ucap William datar ia tidak berharap lagi ia sadar bahwa diri tidak sempurna.
Aurel yang melihat william murung dan bersikap dingin padanya tidak seperti menyambutnya tadi yang tersenyum dengan lembut, hatinya sakit matanya memerah.
"Bang maafkan aku bukan itu maksudku, aku hanya mengira karena kita kita menikah dadakan kamu juga terpaksa menikah denganku untuk memenuhi kontrak itu, kita tidur terpisah" ucap Aurel dia berdiri di depan William sambil membungkuk karena william duduk di kursi roda ia memegang tangan william untuk menghentikan agar tidak pergi.
"Apa yang kamu pikirkan aku menikahimu dengan suka rela tidak terpaksa sama sekali" ucap william sambil mencubit hidung Aurel dengan jarinya, dia kembali tersenyum.
"Apa kamu tidak lagi marah padaku" kata Aurel kepada william sambil memperhatikan william dia masih di depan William dengan membungkuk.
"Tolong bantu aku duduk diatas ranjang" ucap william kepada Aurel, lalu Aurel membantunya duduk diatas ranjang dan masih berdiri di depannya.
"Duduklah, apa kamu tidak lelah berdiri terus dari tadi" ucap william sambil menepuk disampingnya menandakan menyuruh Aurel duduk disampingnya, lalu Aurel duduk disana, sedikit jauh dari William, lalu William menariknya
Ah hampir saja Aurel terjatuh dan bibirnya menyentuh pipi william kalau dia tidak menahannya didada bidang William secara refleks, jantung William berdetak kencang begitu pula dengan Aurel, dia sekarang berada dalam pelukannya william.
Aurel dengan cepat keluar dari pelukannya william lalu duduk disampingnya.
"Mengapa kamu menarikku hampir saja aku terjatuh" ucap Aurel pipinya memerah dia mengalih wajahnya kesamping.
"Kamu duduknya jauh sekali, seperti aku musuhmu saja" ucap William sambil tersenyum
"Ku pikir kamu masih marah padaku" alasan Aurel sambil menundukkan kepalanya, william segera menangkup kedua pipinya Aurel dengan menempelkan kedua telapak tangannya di kedua pipi Aurel, ia mengangkat wajah Aurel menghadap padanya.
Ia mengusap-usap pipi lembut Aurel dengan ibunya jari, pipi Aurel tambah memerah.
"Aurel aku tidak marah sama sekali aku tidak berani marah padamu" ucap William kepada Aurel dengan lembut, ia memperhatikan lekuk wajah Aurel, mulai dari jidat alis, mata hidung yang terakhir bibir merahnya.
Gluk...!!!
William menelan salivanya melihat pemandangan itu tenggorokan naik turun.
"Aurel mulai sekarang kalau ada masalah harus kita komunikasi bersama dan satu lagi jangan pernah katakan pisah kamar karena aku tidak pernah setuju" ucap william kepala nya makin lama makin dekat kepada Aurel.
"Iya" ucap Aurel pelan, William yang melihat bibir itu bergerak ingin sekali mencicipi, ia mengusap bibir Aurel dengan ibu carinya, karena tangannya masih berada di pipi Aurel, pipi Aurel tambah memerah.
Makin lama makin dekat sehingga hidung mereka bersentuhan, hampir sedikit lagi ia bisa merasakannya.
"Bang, aku menaruh bajuku dalam lemari dulu" ucap Aurel langsung berdiri sehingga pegangan William terlepas, William kecewa karena kehendaknya belum tercapai.
Lalu ia tersenyum lagi sambil menstabilkan emosinya, dia tidak perlu terburu-buru karena Aurel sekarang sudah menjadi istri nya ia bekerja secara pelan-pelan saja dia tidak mau Aurel takut padanya jika ia terburu-buru.
"Taruh dalam lemaribitu karena itu lemari kita, dalam lemari itu pakaian mu sudah disiapkan oleh ibu, jadi sebenarnya kamu tidak perlu lagi bawa pakaian lamamu, karena ibu kemarin membelikan mu baju baru" kata William sambil menunjuk lemari kepada Aurel.
"Bajuku tidak banyak kok, nanti aku berterimakasih pada ibu" sambil mengeluarkan bajunya hanya tiga stel saja lalu menaruhnya dalam lemari.
Saat dia membuka lemari matanya terbelalak karena baju didalamnya sangatlah banyak, semuanya bahan-bahannya bagus, ia tidak menyangka ternyata ibu mertuanya semurah ini.
"Bang, saat melihat baju ini semua baju yang aku bawa terlihat lusuh" canda Aurel sedangkan William hanya terkekeh melihat ekspresi istri juga mendengar candaan istrinya, lalu Aurel meletakkan baju lusuhnya paling bawah.
Setelah itu ia menghampiri william, ia ingin bertanya pada william.
"Bang, apakah boleh aku menanam bunga halaman depan, juga menaruh pot bunga di teras" ucap Aurel saat ia sampai dihadapan William.
"Lakukan saja apa yang kamu suka, karena kamu juga nyonya dirumah ini" ucap william kepada Aurel sambil memegang tangan Aurel dia sudah terbiasa saat berbicara dengan Aurel suka sekali pegang tangannya.
"Apa ibu tidak marah nanti" kata Aurel pelan kalau dia menanam bunga bagaimana dengan ibu mertuanya.
"Dia tidak akan marah justru ia senang, kamu ajak saja ibu menanam nya karena ibu juga suka menanam bunga, tapi dia tidak suka merawatnya hanya kamu yang merawatnya nanti" ucap William lagi sambil tersenyum pada istrinya itu ia mengelus kepala Aurel.
"Kalau merawat bunga tidak masalah aku suka, besok aku naik gunung untuk mengambil bunga soalnya aku melihat banyak yang indah saat aku naik gunung sebelumnya " ucap Aurel kepada William.
"Naik gunung itu berbahaya kamu beli saja bibit bunga di kota bersama" ucap William tidak mengizinkan Aurel naik gunung.
"Tidak apa-apa aku sudah terbiasa tidak ada bahaya disana, karena tidak terlalu dalam masih bagian luarnya dan warga lain sering kesana" kata Aurel lagi sambil menenangkan william.