Celine si anak yang tampak selalu ceria dan selalu tersenyum pada orang-orang di sekelilingnya, siapa sangka akan menyimpan banyak luka? 
apakah dia akan dicintai selayaknya dia mencintai orang lain? atau dia hanya terus sendirian di sana? 
selalu di salahkan atas kematian ibunya oleh ayahnya sendiri, membuat hatinya perlahan berubah dan tak bisa menatap orang sekitarnya dengan sama lagi.
ikuti cerita nya yuk, supaya tahu kelanjutan ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon *𝕱𝖚𝖒𝖎𝖐𝖔 𝕾𝖔𝖗𝖆*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ungkapan dari hati
Keesokan harinya
Pagi hari pun datang, cahaya matahari yang hangat menembus jendela menyinari wajah -Celine yang sedang tertidur, seolah-olah mengajak anak itu untuk bangun.
Tak lama, dia pun akhirnya terbangun. Mengedipkan matanya beberapa untuk melihat lebih jelas. Duduk di tempat tidur nya lalu mengusap sambil melihat ke sekitar nya.
Dan dari pintu terdengar suara ketukan yang membuat Celine sedikit terkejut. Tapi ketika dia mendengar suara bibi Erina dia bernafas lega.
"Nona, boleh bibi masuk?." ucapnya dari depan pintu.
"Iya bi, boleh." jawab Celine dengan pelan.
Erina pun memutar kenop pintu dan mendorongnya terbuka, saat dia melihat Celine dia tersenyum hangat seperti biasanya.
Dia membawa nampan dengan makanan dan jus buah naga naga untuk gadis kecil itu. "Ayo sarapan dulu nona." dia meletakkan nampan itu di meja.
Celine menatap nampan isi makanan itu, lalu tersenyum karena makanan yang kali ini juga adalah makanan kesukaan nya.
Dia pun langsung bergeser ke dekat meja, mengambil piring itu dari nampan. Spaghetti carbonara yang dulu sering dia makan bersama mamanya, yang mengingatkan betapa hangat mamanya dulu sama seperti bibi Erina yang merawatnya dengan baik.
"Terimakasih ya, bi. karena bibi mau memasakkan Celine makanan kesukaan Celine. Celine sudah lama sekali tidak makan spaghetti, dan akhirnya hari ini Celine makan lagi." dia menyuap makanan itu ke bibir kecilnya sambil tersenyum.
"Sama-sama nona, bibi masak ini supaya nona bisa cepat sembuhnya." tangannya pun menyentuh dahi anak itu, memastikan panas tubuhnya.
"Nah, lihat kan. Sekarang panasnya semakin turun, kalau cepat sembuh nona pun bisa kembali sekolah dan bertemu dengan teman-teman nanti." tangannya mengelus rambut Celine dengan lembut, sama seperti yang dilakukan mendiang mamanya dulu.
"Tapi... sebenarnya bibi memasak ini juga bukan karena bibi tahu nona suka ini." ucapnya sedikit ragu, matanya melirik ke depan pintu.
"Maksud bibi apa?." tanya nya dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.
"Sebenarnya...yang menyuruh bibi memasakkan ini untuk nona, tuan Michael, kakak nona celine."
Celine pun seketika terdiam, berhenti mengunyah makanannya. Tatapan nya tertuju pada makanan yang ada di depannya, tak tahu apa yang ada di pikiran anak itu sekarang.
"Kenapa nona? anda tidak suka?." tanya Erina sedikit khawatir karena melihat Celine yang berhenti makan.
"Tidak bi, hanya...Celine bingung sekali." gumamnya pelan masih menatap makanan itu.
Bibi Erina pun duduk semakin dekat dengannya di tepi tempat tidur. "Kenapa? Apa yang nona Celine bingung kan? Coba katakan pada bibi."
"Kenapa ya?... Celine juga bingung mau berkata apa." dia diam sejenak sebelum melanjutkan lagi "Padahal kan mereka tidak peduli pada Celine selama ini, kenapa sekarang tiba-tiba bertindak seperti orang yang dekat?." dia pun kini menatap Erina.
Erina bingung tidak tahu harus berkata apa pada anak kecil itu, karena apa yang dikatakan olehnya pada dasarnya benar.
Selama ini, Michael sama sekali tak memperhatikan dirinya. Jangankan memperhatikan, meliriknya saja tidak.
"Celine tidak tahu harus senang atau bingung, tapi dibandingkan dengan senang Celine lebih banyak bingung nya." dia pun kembali menyantap spaghetti nya yang membuat Erina sedikit lega.
"Tapi...nona tetap sayang kan pada mereka?." tanya nya sedikit ragu-ragu.
Celine terdiam lagi, meletakkan sendoknya kali ini. Diam seribu bahasa itu juga karena dia bingung harus menjawab apa.
Tapi dia pun perlahan mengeluarkan suaranya "Celine sayang kok bi, hanya saja... Tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan nya." ujarnya dengan gumaman.
Erina yang melihat itu sedikit sedih, bagaimana tidak? Anak sekecil itu harus menghadapi sikap keluarga nya yang seperti itu. Pasti berat baginya untuk menjalani hari-hari nya.