Davian Meyers ditinggal oleh istrinya kabur yang mana baru saja melahirkan putrinya bernama Cassandra Meyers.
Sayangnya Cassandra kecil justru menolak semua orang, selalu menangis hingga tidak mau meminum susu sama sekali.
Sampai dimana Davian harus bersedih hati karena putri kecilnya masuk rumah sakit dengan diagnosa malnutrisi. Hatinya semakin hancur saat Cassandra kecil tetap menolak untuk menyusu. Lalu di rumah sakit Davian menemukan putrinya dalam gendongan seorang wanita asing. Dan mengejutkannya Cassandra menyusu dengan tenang dari wanita tersebut.
Akan tetapi, wanita tersebut tiba-tiba pergi.
Demi kelangsungan hidup putrinya, Davian mencari keberadaan wanita tersebut lalu menemukannya.
Tapi bagaimana jika wanita yang dicarinya adalah wanita gila yang dikurung oleh keluarganya? Akankah Davian tetap menerima wanita itu sebagai ibu susu putrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11. SEMAKIN DALAM
Pagi berikutnya, kabut masih menggantung tipis di jalanan kota Seattle saat Peter melangkah keluar dari mobilnya. Ia menuju sebuah rumah sederhana di pinggiran kota, rumah milik seorang mantan perawat yang pernah bekerja di rumah sakit tempat Olivia melahirkan. Namanya Clara Wills. Wanita paruh baya itu sempat ragu membuka pintu ketika mendengar nama Olivia, namun akhirnya membiarkan Peter masuk setelah ia menyebut bahwa kebenaran ini sangat penting.
"Dulu aku bekerja di sana," Clara memulai dengan suara rendah, sambil meremas jemari tuanya yang keriput. "Aku tidak akan pernah melupakan malam itu. Miss. Olivia datang dalam kondisi lemah, nyaris pingsan, dan sendirian. Tidak ada suami di sisinya."
Peter menahan napas. "Bagaimana dengan anaknya? Apakah benar bayi itu lahir dalam keadaan meninggal?"
Clara terdiam lama, lalu menggeleng pelan. "Itulah yang aneh. Aku ingat jelas, aku mendengar tangisan. Tangisan bayi yang baru lahir. Itu hanya berlangsung beberapa detik, tapi cukup jelas. Namun, setelah itu, tiba-tiba semua hening. Dokter keluar dan berkata pada Olivia bahwa bayinya tidak selamat. Semua berlangsung terlalu cepat."
Peter merasakan bulu kuduknya berdiri. "Apakah ada jenazah yang ditunjukkan kepada Olivia?"
Clara menunduk. "Tidak. Dokter bilang bayi sudah dibawa ke ruang perawatan, lalu beberapa jam kemudian mereka mengumumkan kalau bayi itu sudah dimakamkan atas permintaan suaminya. Aku tidak pernah melihat jenazahnya, dan Olivia pun tidak."
Kemarahan Peter makin membara. "Jadi semua bisa saja dimanipulasi?"
Clara menatapnya dengan mata penuh ketakutan. "Aku tidak tahu, Sir. Tapi aku yakin ada yang disembunyikan. Raymond Holland ... dia punya kuasa besar. Banyak dokter takut padanya. Dan perempuan bernama Leah aku sering melihatnya berbisik-bisik dengan dokter yang menangani persalinan itu."
Hening sesaat. Hanya suara jam dinding tua yang terdengar berdetak.
Peter menarik napas dalam-dalam. "Terima kasih, Mrs. Clara. Ini sangat berarti."
Wanita itu menggenggam tangannya erat sebelum ia pergi. "Jika Miss. Olivia masih hidup ... sampaikan padanya bahwa aku selalu mendoakannya. Dia tidak pantas menerima semua penderitaan itu."
Selanjutnya Peter mendatangi seseorang yang mengetahui keadaan Olivia ketika wanita itu berada di rumah Raymond dulu.
Melalui jaringan informasinya, Peter mendatangi seorang pria yang dulu pernah bekerja sebagai supir keluarga Holland. Mereka bertemu di sebuah bar kecil yang sepi di pinggiran kota. Pria itu, bertubuh gemuk dengan rambut beruban di pelipis, awalnya enggan bicara. Namun setelah Peter menyodorkan amplop berisi sejumlah uang, lidahnya mulai terbuka.
"Leah?" pria gempal itu menggumam sambil meneguk birnya. "Gadis itu lebih sering berada di rumah Holland dari pada Olivia sendiri. Bahkan sejak Olivia hamil besar, Leah-lah yang sering menemani Raymond keluar masuk klub malam, pesta, atau sekadar perjalanan bisnis. Mereka tidak berusaha menutupi hubungan mereka."
Peter menahan amarah yang mulai mendidih di dadanya. "Dan Olivia?"
Supir itu menunduk. "Dia ... sering dibiarkan sendiri. Kadang aku menjemputnya ke rumah sakit untuk pemeriksaan kandungan, tanpa ditemani siapa pun. Bahkan pernah sekali aku melihatnya menangis sendirian di kursi belakang mobil. Saat itu perutnya sudah besar, tetapi tidak ada yang peduli. Raymond hanya sibuk dengan Leah."
Hening sejenak. Hanya suara denting gelas di bar yang terdengar.
"Aku juga mendengar sesuatu tentang malam kelahiran itu," tambah supir dengan suara lirih. "Raymond datang terlambat, tampak marah-marah. Lalu Leah masuk ke ruang dokter, berbicara lama. Setelah itu semuanya jadi samar. Tapi aku yakin ada yang disembunyikan. Beberapa hari kemudian, Olivia keluar dari rumah sakit tanpa bayi, dan seminggu setelah itu ... perceraian diumumkan."
Peter merasakan darahnya berdesir. Potongan puzzle itu semakin jelas, semakin kelam. Leah bukan sekadar perselingkuhan; ia mungkin juga ikut andil dalam rencana menghilangkan bayi Olivia.
Sepanjang perjalanan kembali, pikiran Peter bergolak. Potongan-potongan fakta semakin jelas: Olivia diperlakukan buruk, diselingkuhi, lalu anaknya direnggut dengan alasan kematian yang penuh kejanggalan. Ada sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar perceraian tragis.
Sesampainya di rumah Meyers, Peter langsung menuju ruang kerja Davian. Kali ini Davian tidak sedang menulis, melainkan berdiri di depan jendela, memandangi halaman dengan tatapan jauh.
"Bagaimana?" tanya Davian tanpa menoleh.
Peter meletakkan map berisi catatan hasil penyelidikan di meja. "Semakin mengerikan dari yang kita bayangkan. Ada kemungkinan besar anak Olivia masih hidup."
Davian akhirnya menoleh. Tatapannya menusuk, seolah ingin memastikan setiap kata itu bukan ilusi. "Katakan dengan jelas."
"Leah lebih dalam terlibat dari yang kita kira. Dia tidak hanya berselingkuh dengan Raymond, tapi juga berada di rumah sakit malam Olivia melahirkan. Ada indikasi kuat bahwa dia bekerja sama dengan dokter yang menangani persalinan itu," ucap Peter.
Tatapan Davian menyipit. "Adik tiri Olivia sendiri."
"Ya," Peter menegaskan. "Olivia dikhianati bukan hanya oleh suaminya, tapi juga oleh keluarganya sendiri. Leah mungkin menjadi alasan mengapa bayi itu hilang. Entah benar-benar meninggal, atau sengaja diambil dari Olivia.
Peter menjelaskan panjang lebar,.tentang Clara, tentang tangisan bayi yang terdengar, tentang hilangnya jenazah yang tidak pernah ditunjukkan. Dan juga tentang kesaksian langsung dari mantan supir keluarga Holland yang menyaksikan bagaimana menderitanya Olivia saat menjadi isteri Raymond.
Davian mendengarkan dengan wajah dingin, namun kedua tangannya mengepal erat di balik punggung.
"Raymond," gumamnya, suara itu nyaris berupa desisan. "Lelaki itu sudah terlalu jauh. Dia masih sama bejadnya seperti dulu."
Peter menatapnya hati-hati. "Apa yang akan kau lakukan, Dav?"
Davian berjalan pelan menuju meja, membuka map itu, lalu menatap satu nama yang tertulis di sana: Raymond Holland. "Aku ingin tahu semua kebenaran. Tidak hanya tentang Olivia, tapi juga anak itu. Jika Raymond berani menyentuh kehidupan seorang wanita yang kini ada di bawah atapku, maka dia sudah menantangku secara pribadi."
Sorot mata Davian membara. Untuk pertama kalinya, Peter melihat sebuah keterlibatan emosional yang nyata dalam diri sepupunya ini.
Malam itu, saat sebagian besar rumah terlelap, Davian tidak langsung tidur. Ia berjalan menuju lorong sunyi, berhenti di depan kamar Olivia. Dari celah pintu yang sedikit terbuka, ia melihat pemandangan yang membuat dadanya bergetar, Olivia duduk di tepi ranjang, menimang Cassandra dengan kelembutan, menyenandungkan lagu nina bobo yang lirih.
Sosok perempuan itu begitu rapuh, namun sekaligus begitu kuat. Luka masa lalunya terbungkus senyum samar yang ia berikan pada bayi kecil yang bukan darah dagingnya. Dan tanpa sadar, Davian merasakan sesuatu yang asing: empati.
Ia menutup pintu perlahan, kembali ke kamarnya dengan pikiran yang berputar. Untuk pertama kalinya, ia tidak lagi melihat Olivia sebagai 'wanita gila' yang tak sengaja masuk ke dalam kehidupannya. Ia mulai melihatnya sebagai korban dari permainan kotor seorang pria bernama Raymond Holland.
Dan Davian Meyers bukanlah pria yang membiarkan luka seperti itu tanpa balas.
Beberapa hari kemudian, Peter kembali membawa berita baru. "Aku sudah menelusuri jalur keuangan rumah sakit malam itu," katanya saat duduk di depan Davian. "Ada aliran dana besar dari Holland Group ke salah satu dokter yang menangani persalinan Olivia. Jumlahnya tidak masuk akal, terlalu besar untuk sekadar 'bonus'."
Davian menatapnya tajam. "Sogokan."
"Tepat," Peter mengangguk. "Dan jika kita ikuti jalurnya, ada kemungkinan bayi itu dipindahkan, dijual, atau disembunyikan dengan alasan tertentu. Aku belum bisa memastikan, tapi benang merahnya semakin kuat."
Davian menghela napas panjang, lalu berdiri. "Maka tidak ada lagi kata ragu. Kita harus melangkah lebih jauh. Jika perlu, kita akan menyeret Raymond sendiri ke meja.”"
Peter menatapnya lekat-lekat. Itu berarti perang, Dav."
Davian menoleh, sorot matanya tajam dan dingin. "Perang sudah lama dimulai. Hanya saja, kali ini mereka sudah menyentuh sesuatu yang tidak akan pernah ku biarkan begitu saja."
Dan dengan kalimat itu, keputusan besar telah diambil. Penyelidikan bukan lagi sekadar rasa ingin tahu, melainkan sebuah misi. Misi untuk mengungkap kebenaran, membongkar kebusukan Raymond Holland, dan mungkin ... menemukan kembali anak yang pernah direnggut dari Olivia.
Beberapa hari kemudian, Peter melangkah hati-hati di halaman rumah Meyers. Olivia duduk di taman, mengenakan gaun sederhana, rambutnya tergerai lembut. Cassandra terlelap di pangkuannya, bibir mungilnya bergerak seolah sedang bermimpi indah.
Peter berhenti sejenak, menatap pemandangan itu dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Bagaimana caranya ia bisa memberi tahu Olivia? Bagaimana ia bisa mengabarkan bahwa mungkin saja anak yang selama ini dianggap mati masih hidup, entah di mana, tanpa menambah luka yang lebih dalam?
Namun sebelum ia sempat bicara, Davian muncul di sampingnya. Pria itu hanya berdiri, menatap diam-diam ke arah Olivia. Ada sesuatu yang berbeda di wajahnya, bukan sekadar rasa ingin tahu, melainkan kesungguhan, bahkan kepedihan yang ia simpan rapat-rapat.
"Dia terlihat damai," gumam Davian lirih, hampir tak terdengar.
Peter menoleh, sedikit terkejut mendengar nada itu dari majikannya. "Damai di luar, tapi hancur di dalam. Kau tahu, Dav, wanita itu telah kehilangan segalanya."
"Aku mengerti sekarang bagaimana ia bisa menjadi gila. Jika aku jadi dia justru mungkin lebih buruk dari sekedar gila, mungkin aku sudah mengakhiri hidupku sejak lama," ucap Davian ketika melihat sudut pandang Olivia atas kehidupannya yang berat.
Davian terdiam sesaat, matanya tak lepas dari Olivia. Sesaat kemudian, ia berbalik dan berjalan pergi. Peter menatapnya, lalu menghela napas panjang. Ia tahu Davian tengah berperang dengan dirinya sendiri.
"Kita harus menyiapkan langkah berikutnya," ujar Peter serius. "Jika benar bayi itu masih hidup, maka jejak pasti mengarah pada lembaga amal yang dikelola Raymond. Kita bisa menelusuri catatan adopsi, atau mencari saksi lain yang berani bersuara."
Davian menatap nyala api tanpa berkedip. "Dan jika benar ... jika benar anak itu masih hidup ...." Ia berhenti, menarik napas berat. "Aku akan memastikan Olivia mendapatkannya kembali. Apa pun harganya."
Peter menatapnya, kali ini dengan campuran hormat dan lega. Ia tahu, keputusan itu bukan hanya strategi, melainkan lahir dari hati seorang pria yang mulai peduli.
"Dan Raymond?" tanya Peter hati-hati.
Davian tersenyum tipis, namun dingin. "Raymond akan membayar. Bukan hanya karena ia musuhku dalam bisnis, tetapi karena ia telah menghancurkan seorang wanita hingga ke titik terendah. Itu sesuatu yang tidak bisa kubiarkan."
Davian telah membuat keputusannya kali ini. Ia bukan berlagak menjadi superhero, Davian hanya ingin mengembalikan hidup seorang wanita yang telah menolong putri Davian dari ambang kematian. Setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan untuk membalas Olivia.
Casie mungkin anaknya Davian dengan Olivia?,,dan mungkin ini semua permainan Raymond?
kau yang berjanji kau yang mengingkari
kalo sampe Raymond tau wahh abis citra mu piann, di sebar ke sosial media dengan judul
" PEMBISNIS MUDA DAVIAN MAYER, MENJADI MENYEBABKAN SEORANG WANITA BERNAMA OLIVIA MORGAN BUNUH DIRI " tambah bumbu pelecehan dll wahh habis karir 🤣🤣🤣
bisa diskusi baik² bisa di omongin baik² , suka banget ngambil keputusan saat emosi