NovelToon NovelToon
Chaotic Enigma : Leveling Reincarnation

Chaotic Enigma : Leveling Reincarnation

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Solo Leveling
Popularitas:495
Nilai: 5
Nama Author: Adam Erlangga

Di dunia lama, ia hanyalah pemuda biasa, terlalu lemah untuk melawan takdir, terlalu rapuh untuk bertahan. Namun kematian tidak mengakhiri segalanya.

Ia terbangun di dunia asing yang dipenuhi aroma darah dan jeritan ketakutan. Langitnya diselimuti awan kelabu, tanahnya penuh jejak perburuan. Di sini, manusia bukanlah pemburu, melainkan mangsa.

Di tengah keputusasaan itu, sebuah suara bergema di kepalanya:
—Sistem telah terhubung. Proses Leveling dimulai.

Dengan kekuatan misterius yang mengalir di setiap napasnya, ia mulai menapaki jalan yang hanya memiliki dua ujung, menjadi pahlawan yang membawa harapan, atau monster yang lebih mengerikan dari iblis itu sendiri.

Namun setiap langkahnya membawanya pada rahasia yang terkubur, rahasia tentang dunia ini, rahasia tentang dirinya, dan rahasia tentang mengapa ia yang terpilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adam Erlangga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 26

"Emma.?" saut Rudy.

"Apa yang kalian lakukan.? kalian menghajar anak kecil itu.?" tanya Emma dengan nada tajam. Langkahnya cepat menghampiri bocah yang tubuhnya penuh luka.

"Bukan begitu Emma." saut Rudy buru-buru.

"Diam Rudy." kata Emma, matanya menyipit penuh amarah.

"Tapi Emma, sebenarnya kami sedang menyembuhkan anak ini." kata Rudy panik, nadanya gemetar.

Tanpa menunggu penjelasan lagi, Emma mengangkat tangannya. Cahaya hangat yang begitu lembut memancar dari telapak tangannya.

ZUIING— Tubuh bocah itu diselimuti sinar keemasan. Luka-luka di kulitnya perlahan tertutup, darah berhenti mengalir, bahkan napasnya yang semula terputus-putus menjadi lebih teratur.

"Dia bisa menggunakan Heal.?" pikir Rudy, matanya membelalak heran.

"Kenapa kau memukulnya.?" tanya Emma dengan tatapan menusuk.

"Aku tidak memukulnya, justru aku menyelamatkannya." jawab Rudy dengan wajah tegang.

"Benar Emma. Dia disiksa oleh para bangsawan di sana." kata Marco, suaranya berat menahan amarah.

"Hal seperti ini sering terjadi di kota ini. Mereka menganggap para pengemis dan orang miskin tak layak hidup, seakan tidak punya arti." jelas Lilia, wajahnya muram.

"Ah, itu yang terjadi pada kami dulu." saut Marco lirih, matanya menerawang seakan mengingat masa lalunya yang kelam.

"Lalu, di mana para bangsawan itu.?" tanya Emma dengan nada dingin.

"Aku sudah menghajarnya." jawab Marco singkat.

"Huh, sudahlah. Luka fisiknya sudah sembuh, hanya saja luka mentalnya pasti terguncang." kata Emma, menatap lembut bocah itu.

"Terima kasih Emma. Kami panik sekali, dia menolak minum potion ini." kata Rudy sambil menghela napas lega.

"Saraf mulutnya sudah mati rasa. Tapi sekarang sudah tidak apa-apa." saut Emma.

"Lalu, mau kita bawa ke mana anak ini.?" tanya Rudy ragu.

"Kau yang membawanya, maka kau juga yang harus bertanggung jawab." jawab Emma ketus.

"Ha.?" saut Rudy bingung, keningnya berkerut.

"Kita bawa saja Rudy. Kita latih dia menjadi hunter, sama seperti yang kau lakukan pada kami." kata Marco sambil menggendong bocah itu dengan hati-hati.

"Aku juga akan ikut merawatnya, jadi kau tenang saja Rudy." saut Lilia, suaranya penuh kelembutan.

"Baiklah kalau kalian mau merawatnya." kata Rudy akhirnya, meski masih ragu.

"Kita kembali sekarang." kata Emma datar.

Mereka pun berjalan pulang menuju penginapan. Jalan malam begitu sunyi, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar.

"Kapan kita akan berangkat ke Akademi.?" tanya Rudy sambil menoleh.

"Tiga hari lagi kita akan berangkat." jawab Emma.

"Lalu, bagaimana dengan anak ini.?" tanya Marco sambil menatap bocah di pelukannya.

"Kita bawa saja dia ke Akademi." jawab Emma mantap.

"Apa boleh.?" tanya Rudy heran.

"Hihi, sebenarnya aku mendapat lima tiket masuk. Sangat kebetulan sekali." jawab Emma, senyumnya tipis.

"Waah, kau memang tidak bisa di tebak." saut Marco, matanya berbinar lega.

"Jika kalian ingin melatihnya, segera latih anak itu. Waktu dua hari cukup untuk naik level." kata Emma tegas.

"Semoga saja besok dia sudah bangun." kata Marco pelan, menatap wajah bocah itu dengan iba.

"Sifatmu tidak berubah Marco." kata Lilia sambil tersenyum tipis.

"Aku hanya tidak ingin melihat anak ini terlantar seperti aku dulu." saut Marco lirih.

Rudy dan Emma pun terdiam. Hanya suara angin malam yang menemani langkah mereka.

Keesokan paginya, sinar matahari menerobos masuk lewat jendela kamar. Bocah itu perlahan membuka matanya, tubuhnya masih terasa lemah.

"Dimana ini.?" gumamnya.

Saat ia sadar dirinya berada di atas ranjang, bocah itu langsung terlonjak.

"Kamar.? HEEE.?"

Ia berteriak saking kagetnya, Marco sampai terbangun.

"Kau berisik sekali." kata Marco malas, masih setengah tidur di lantai.

"A, aa…" bocah itu menatap Marco dengan mata penuh ketakutan.

Tiba-tiba ia turun dari ranjang, lalu bersujud dalam-dalam di hadapan Marco.

"Ma, maafkan aku Tuan, aku tidak tahu kenapa aku berada di sini." suaranya bergetar.

Marco terdiam sejenak. Ia bangun perlahan, menatap bocah itu lalu tersenyum.

"Syukurlah kau sudah bangun." saut Marco lembut.

"Ampuni saya Tuan." kata bocah itu lagi, tubuhnya gemetar.

"Berhentilah bersikap seperti itu, aku bukan bagian dari orang-orang kemarin." kata Marco.

"Eh.?" bocah itu mendongak, matanya terbelalak.

"Begitu lebih baik. Siapa namamu.?" tanya Marco.

"Nama.? Namaku Rin." jawabnya lirih.

"Rin kah? Nama yang bagus. Salam kenal Rin, namaku Marco. Panggil saja kak Marco." saut Marco dengan senyum tulus.

"Sa, salam kenal kak Marco." kata Rin masih ragu.

"Kau tidak perlu tegang begitu. Status kita sama, hehe." kata Marco sambil menepuk bahunya.

"Baik kak." saut Rin pelan.

"Oke, kita pergi makan sekarang. Biarkan tubuh kurus mu itu sedikit terisi." kata Marco.

"Baik kak, aku akan mencarinya dulu." kata Rin gugup.

"Kenapa harus mencari makanan. Kita bisa membelinya." kata Marco.

"Aku tidak punya uang kak." kata Rin lirih.

Marco menatapnya lama, matanya bergetar. Kata-kata itu menusuk hatinya, membangkitkan memori pahit masa lalunya.

"Huh. Dengarkan aku Rin, mulai sekarang kita adalah keluarga. Apapun kebutuhanmu, serahkan padaku, aku tidak akan menelantarkan mu." kata Marco mantap, suaranya bergetar menahan emosi.

"Tapi sangat sulit mendapatkan uang kak. Aku tidak ingin merepotkan mu." kata Rin lirih.

"Hem, bahkan uangku sekarang tidak akan habis sampai seribu tahun. Kau tenang saja." saut Marco tersenyum hangat.

Rin terdiam. Air matanya hampir jatuh, tapi ia menahannya.

Di sebuah bar makan, aroma roti panggang dan sup hangat memenuhi udara. Emma dan Lilia sudah duduk di meja, memesan sarapan. Tak lama kemudian Marco datang bersama Rin.

"Pagi teman-teman." kata Marco.

"Ah, pagi Marco." saut Emma sambil menatap Rin.

"Hee, jadi dia sudah bangun. Dia terlihat lucu." kata Lilia sambil tersenyum.

"A, maaf Nona." kata Rin gugup, menundukkan kepalanya.

"Mereka adalah temanku, Rin. Sebaiknya kau perkenalkan diri." kata Marco.

"Baik. Salam kenal Nona, namaku Rin." kata Rin.

"Salam kenal Rin, namaku Emma." saut Emma lembut.

Lilia lalu berlutut di hadapan Rin, tersenyum hangat.

"Salam kenal juga Rin. Namaku Lilia. Anggap saja kami adalah kakak mu."

"A, salam kenal kak Emma, kak Lilia." saut Rin gugup tapi tersenyum tipis.

"Hehe, duduklah di sini Rin." kata Lilia sambil menepuk kursi di sampingnya.

"Baik kak." saut Rin.

"Kau boleh memilih makanan sesukamu, pesanlah Rin." kata Emma.

"Heh.? Apa boleh seperti itu kak.?" tanya Rin ragu.

"Pesanlah yang banyak, kau boleh makan sesukamu." jawab Emma.

"Pelayan, bawa menu makanan kemari." kata Marco.

"Silakan Tuan." pelayan menyerahkan buku menu.

"Pilih saja Rin. Makanan mana yang kau sukai." kata Marco.

Rin menatap menu itu dengan mata berbinar, seakan melihat harta karun.

"Ini terlihat sangat enak…" pikirnya.

Tanpa sadar, mulutnya berucap,

"Aku ingin semuanya."

"Hoo, oke." saut Marco tersenyum.

"Ha.?" Rin langsung kaget, tidak menyadari kata yang ia ucapkan barusan, wajahnya memerah.

"Baiklah, pesan semua makanan yang ada di menu ini." kata Marco tegas.

"Baik Tuan, mohon ditunggu." jawab pelayan.

"Maaf kak, aku tidak sengaja mengucapkannya." kata Rin takut.

"Tidak apa-apa Rin. Kalau kau tidak habis, masih ada satu orang lagi yang belum makan." kata Marco sambil tertawa kecil.

Tiba-tiba Rudy datang.

"Apa kau membicarakan ku.?" katanya sambil duduk.

"Kau sudah bangun Rudy, ayo makan bersama kami." saut Emma.

"Hem." saut Rudy singkat.

"Perkenalkan Rin. Dia bernama Rudy, pemimpin kelompok kita." kata Marco.

"Ah, jadi namamu Rin. Salam kenal. Hehe." kata Rudy ramah.

"Sa, salam kenal kak Rudy." saut Rin gugup.

"Bagaimana keadaanmu, apa kau merasa baikan sekarang.?" tanya Rudy.

"Em, aku merasa lebih baik kak. Terima kasih." jawab Rin tulus.

"Hehe, syukurlah kalau begitu." saut Rudy.

Mereka pun makan bersama. Rin makan dengan penuh hati-hati, seakan takut menyentuh makanan mahal. Tapi Lilia selalu menaruh porsi tambahan di piringnya dengan senyum keibuan.

Beberapa saat kemudian, semua hidangan yang dipesan habis tak bersisa.

"Bagaimana rasanya makanan ini.?" tanya Rudy.

"Ini pertama kalinya aku makan sampai puas." jawab Rin dengan mata berbinar, suaranya bergetar menahan tangis.

"Hahaha, aku senang mendengarnya." saut Marco sambil tertawa lepas.

"Baiklah Rin, mulai sekarang kau harus berlatih menggunakan sihir. Marco dan Lilia yang akan melatih mu." kata Rudy serius.

"He.?" saut Rin terkejut.

"Kau harus menjadi lebih kuat mulai sekarang. Bukankah itu tujuan hidup manusia di dunia ini.?" kata Rudy.

"Kau harus berjuang dengan giat Rin." kata Emma.

"Aku akan melatih mu dengan baik." saut Lilia sambil mengangguk.

"Hahaha, kita mulai sekarang saja." saut Marco bersemangat.

"Ini terlalu buru-buru kak. Bahkan aku tidak tau mau bagaimana." kata Rin bingung.

"Apa kau bisa menggunakan sihir.?" tanya Rudy.

"Ehm, Aku bisa merasakannya di dalam diriku, tapi aku tidak bisa mengeluarkannya." jawab Rin jujur.

"Baiklah, setelah berlatih kau pasti bisa melakukannya." saut Rudy tegas.

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!