NovelToon NovelToon
Suamiku Berubah

Suamiku Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / CEO Amnesia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:995
Nilai: 5
Nama Author: nula_w99p

Clarisa Duncan hidup sendirian setelah keluarganya hancur, ayahnya bunuh diri
sementara ibunya tak sadarkan diri.

Setelah empat tahun ia tersiksa, teman lamanya. Benjamin Hilton membantunya namun ia mengajukan sebuah syarat. Clarissa harus menjadi istri, istri kontrak Benjamin.

Waktu berlalu hingga tiba pengakhiran kontrak pernikahan tersebut tetapi suaminya, Benjamin malah kecelakaan yang menyebabkan dirinya kehilangan ingatannya.

Clarissa harus bertahan, ia berpura-pura menjadi istri sungguhan agar kondisi Benjamin tak memburuk.

Tetapi perasaannya malah semakin tumbuh besar, ia harus memilih antara cinta atau menyerah untuk balas budi jasa suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nula_w99p, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Clarissa melangkah mendekati Benjamin yang terbaring, ia menatap seksama suaminya yang ia tunggu kedatangannya namun kejadian tak terduga malah membuatnya seperti ini.

Ia duduk di kursi yang berdekatan dengan ranjang medis itu dan memegangi tangan Benjamin. ''Apa yang harus ku lakukan?''

Clarissa meletakan tangan sekaligus kepalanya pada ranjang tadi dan memiringkan kepalanya, sengaja agar bisa melihat wajah Benjamin.

Perlahan matanya mulai menutup, rasa khawatir dan pikiran negatif membuat Clarissa pusing sekaligus mengantuk. Sudah lama ia mempersiapkan makanan untuk perpisahan ini dan dari pagi sampai malam ia sibuk membuatnya.

''Hey,'' suara berat laki-laki terdengar di telinga Clarissa. Mata Clarissa berkedut, ia mencoba bangun dari tidurnya.

''Hah? S-siapa?''Clarissa terbangun dan menatap sekeliling. Ia kembali tertuju pada Benjamin dan Clarissa di buat terkejut melihat nya membuka mata.

"Kau yang siapa! Kenapa berada di dekatku." Benjamin kembali bersuara, ia mencoba bangun namun naas tak ada gunanya.

Clarissa meletakan kedua tangan di mulutnya dan langsung melangkah keluar dari ruangan, matanya mencari ke segala arah Dokter atau petugas medis. Dan kebetulan Dokter yang tadi memeriksa Benjamin berada tak jauh dari ruangan tempatnya berada. ''Dokter suami saya sudah sadar." Kata Clarissa dengan dengan nafas tak karuan.

"Biar saya periksa," segera Dokter dengan nametag Ricard itu memasuki ruangan dan memeriksa kondisi Benjamin.

"Setelah saya periksa, kondisinya secara fisik stabil dan tidak ada luka serius. Syukurlah, tidak ada cedera yang membahayakan."

"Tapi… sepertinya suami saya tidak mengenali saya." Clarissa berusaha menyampaikan informasi Benjamin yang tadi tak mengenalinya.

"seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya kepada pihak keluarga, sepertinya benar pasien mengalami amnesia sementara. Kemungkinan ini akibat benturan di kepala. Kita perlu waktu dan observasi lebih lanjut untuk melihat apakah ingatannya bisa kembali. Untuk saat ini pasien masih harus di rawat di rumah sakit, kami akan memberitahu detailnya nanti." Dokter Ricard membalas ucapan Clarissa dengan tenang dan senyuman.

"Huuh," Benjamin menghembuskan nafas panjang dan mencoba bangkit dari tidurnya.

Dokter Ricard mendekat dan mencoba menghentikan tindakan Benjamin, "Tuan sebaiknya Anda tetap berada di posisi ini agar tak memperburuk kondisi Anda sendiri."

"Lepaskan," Benjamin menghempaskan tangan Dokter tadi. "Apa maksud perkataanmu tadi? Kenapa aku berada di sini? Dan siapa wanita itu? Akh...." Benjamin memegangi kepalanya yang mulai sakit, ia merintih kesakitan.

"Tenang dulu Ben, berbaring saja." Clarissa mencoba menenangkan suaminya dan membantu Dokter membaringkan tubuh Benjamin.

Dokter Ricard berjalan menjauh dari tempat pasien, Clarissa mengikuti Dokter itu. "Saya permisi dulu, silahkan menikmati waktu bersama pasien dan jangan terlalu terburu-buru memberitahukan informasi berat padanya."

"Baik Dokter, terima kasih." Clarissa menjawab sambil tersenyum ramah. Ia kembali melihat suaminya yang sudah menatap tajam ke arahnya.

"Jadi siapa dirimu? Dan namaku Ben? Karena berada di sini mendampingiku berarti kau orang penting yah?" Benjamin bertanya setelah Dokter itu pergi.

Clarissa membuang nafas pelan setalah mendengar suara laki-laki yang terbaring tak jauh darinya. Ia duduk di kursi yang berada dekat letak Benjamin berada.

"Aku adalah Clarissa, Clarissa Dun- Clarissa Hilton dan Kau adalah Benjamin Hilton, putra pertama dan satu-satunya keluarga pengusaha terkenal, Morgan Hilton. Lalu aku adalah istrimu. Hanya itu informasi yang bisa aku beritahukan padamu sekarang."

"Apa? Istri? Berapa umurku sekarang? Mengapa aku bisa punya istri? Tunggu sudah berapa tahun kita menikah? Atau kita masih pengantin baru? Apa kita sudah punya anak? Bagaimana dengan-" Clarissa menutup mulut Benjamin, ia tak sanggup kalau harus menjawab pertanyaan Benjamin yang mungkin tak bisa terhitung jari.

"Aku akan memberi tahu semuanya, semua yang kamu ingin ketahui tapi sekarang kamu harus istirahat dulu."

"Hmm," Benjamin mendengung pelan. "Jawab satu pertanyaan dulu, baru aku akan tidur."

"Baiklah, hanya satu pertanyaan." Jawab Clarissa.

"Apa kita bahagia dengan pernikahan ini?"

Clarissa meneguk ludah sendiri dan mengalihkan pandangannya, mencoba tenang menjawab pertanyaan yang diajukan suaminya. "Tentu saja, kita bahagia. Bukankah sebagian orang yang menikah bahagia menjalani hidup dengan orang yang dicintainya."

"Hmmm baiklah, aku akan tidur." Benjamin meluruskan pandangan ke atas, lalu menggenggam tangan Clarissa. "Jangan pergi, aku takut."

Clarissa mengangguk sambil mencoba tersenyum, rasanya seperti bukan Benjamin yang ia kenal. Tatapannya, suaranya dan kalimat yang dia keluarkan terdengar seperti jiwa lain yang berada di tubuh suaminya. Kalimat itu tak akan pernah mungkin terucap dari mulut Benjamin Hilton.

***

Satu hari berlalu setelah Benjamin sadar, Clarissa menjadi seperti pengasuh bayi besar. Setiap dirinya ingin keluar dari ruangan tempatnya berada, Benjamin selalu menahannya. Masalahnya Clarissa ini manusia dan ia tentu akan merasa mules, ingin buang air kecil atau besar. Ia tak mungkin dua puluh empat jam berada di samping suaminya.

Clarissa juga sudah memberitahu keluarga Benjamin perihal kecelakaan dan kondisi Benjamin. Mereka mungkin bisa kemari malam nanti karena kesibukannya.

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Clarissa, "masuk."

Sosok suster terlihat di sana. "Permisi Buk, kami ingin membersihkan pasien sebentar agar lebih nyaman. Mungkin butuh waktu sekitar sepuluh menit.

"Tidak, tidak perlu," Benjamin bersuara setelah mendengar ucapan suster tadi. Ia menatap Clarissa yang tampak bingung, "ada dia di sini. Untuk apa menyuruh orang asing membersihkan ku, aku lebih baik dibersihkan oleh istriku saja."

Suster tadi menatap mereka berdua dan tersenyum ramah. "Oh tentu, kalau memang lebih nyaman dibantu istri, tidak apa-apa. Namun bila nanti Ibu butuh bantuan, kami siap membantu. Kami akan menaruh air hangat dan handuk ini di sana. Silahkan menikmati waktu bersama."

"I-ya silahkan," Clarissa menatap Benjamin yang tengah duduk di ranjang tadi. Ia jadi gugup hanya karena masalah sepele seperti ini.

"Bagaimana ini," ucap pelan Clarissa pada dirinya sendiri. Ia membuat suara batuk pelan, mencoba mendekati Benjamin dan membersihkan tubuhnya.

"Kenapa kau terlihat gugup begitu! Apa kita baru menikah? Apa kita sudah melakukan-" Lagi-lagi Clarissa menutup mulut Benjamin dengan tangannya sebelum dia menyelesaikan ucapannya.

"Kita- huh, nanti saja membahasnya, aku akan mengusap handuk ini ke tubuhmu. Kalau terlalu kasar bilang saja." Clarissa memasukan handuk yang masih kasar pada air hangat yang berada di sana.

Ia menatap Benjamin, lalu membuka perlahan baju Benjamin ke atas namun kembali menatap suaminya.

Benjamin menaikan satu alisnya, "Apa perlu ku buka semuanya agar mudah di bilasnya?"

Clarissa terdiam dan berpikir sebentar, saran dari Benjamin boleh juga. Tapi ia gugup, sungguh sangat tidak penting gugup hanya karena melihat bagian tubuh laki-laki.

Clarissa memalingkan wajah dan menarik nafas dalam-dalam, ia mengangguk sebagai jawaban dari ucapan Benjamin.

"Sepertinya kita memang baru menikah ya!" Benjamin bergumam sambil membuka perlahan pakaian atas miliknya.

Clarissa mencoba mengalihkan pandangannya ke sebrang dan membilas pelan punggung suaminya.

Benjamin melirik ke belakang, ia melihat jelas istrinya tak menatap ke depan saat menyeka punggungnya. "Kalau kau menatap ke sana, bagaimana bisa tubuhku bersih."

Clarissa mengerutkan kening dan mulai menatap punggung Benjamin, punggungnya sangat bersih. Clarissa sempat berpikir sedari dulu kalau Benjamin mungkin membuat tato di tubuhnya.

Sejak dulu Benjamin terkenal karena sikap berandalan nya, ia dan Clarissa sering bertengkar terutama ketika di usia remaja.

Clarissa pernah melihat perbuatan negatif yang Benjamin lakukan saat itu, menokok. Di saat dia masih di bawah umur. Jadi mungkin saja kan Benjamin mengotori tubuhnya dengan banyak tato seperti teman-temannya semasa Benjamin remaja dulu.

"Geli," Benjamin tertawa kecil.

"Oh maaf, aku akan lebih kencang lagi."

"Jadi kita masih pengantin baru?" Pertanyaan itu muncul kembali di mulut Benjamin, sepertinya ia masih sangat penasaran dengan hubungan keduanya.

To be continue.....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!