NovelToon NovelToon
Tuan Muda Playboy & Gadis Desa

Tuan Muda Playboy & Gadis Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Playboy / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: Demar

Oliver Alexander, pewaris tunggal keluarga kaya raya, hidupnya penuh dengan pesta, wanita, dan gemerlap dunia malam. Baginya, cinta hanyalah permainan, dan wanita hanyalah koleksi yang berganti setiap saat. Namun, gaya hidupnya yang semakin tak terkendali membuat sang ayah geram.
Sebagai hukuman sekaligus peringatan, Oliver dipaksa turun tangan mengurus salah satu pabrik keluarga di desa terpencil. Awalnya ia menolak, tapi ancaman kehilangan segalanya membuatnya tak punya pilihan.
Di sanalah ia bertemu Laras Maya, gadis desa sederhana yang polos, lugu, bahkan terlihat norak di matanya. Dunia mereka begitu berbeda, bagaikan langit dan bumi. Tapi semakin lama, Oliver justru menemukan sesuatu yang tak pernah ia rasakan dari wanita-wanita cantik di kota, yaitu ketulusan.
Laras yang apa adanya perlahan meruntuhkan tembok arogan Oliver. Dari sekadar kewajiban, hari-harinya di desa berubah menjadi perjalanan menemukan arti cinta dan hidup yang sesungguhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mulai Bekerja di Pabrik

Pagi hari menyapa dengan udara dingin yang menusuk dari sela-sela jendela. Ayam berkokok dari kejauhan menyambut indahnya pagi. Laras bangun tepat pukul lima lewat tiga puluh. Rambutnya ia gulung asal, lalu mencuci muka agar lebih segar.

Sebelum melakukan aktivitas pagi, ia mendekat ke ranjang. Oliver masih tergolek, wajahnya terbenam di bantal dengan napas teratur. Laras menggoyang bahunya pelan.

“Pak, bangun… sudah pagi.”

Oliver hanya menggerakkan alis, menggumam entah apa lalu kembali terlelap. Laras menghela napas, lalu pergi ke dapur. Ia membuka belanjaan semalam ada tiga butir telur, sekilo beras, minyak, gula, garam, dan bumbu seadanya. Perutnya sedikit mules hanya dengan membayangkan apakah Oliver mau makan makanan sederhana begini. Nggak papa, dari pada nggak ada sama sekali, pikirnya. Dengan cekatan ia memasak nasi dan menggoreng telur dadar. Aroma harum bawang merah menyeruak dari penggorengan memenuhi rumah.

Selesai memasak, ia kembali ke kamar. Astaga, Pak Oliver masih tidur juga.

“Pak…” Laras menggoyang bahunya lagi, kali ini lebih kencang.

Oliver membuka mata setengah, menatap sekilas lalu menutup lagi.

Laras berdecak gemas. Akhirnya ia berseru keras, “Pak, Bangun SUDAH PAGI!”

Oliver terlonjak kaget, hampir jatuh dari ranjang.

“Kamu makan toa atau apa sih?! Suaramu kenceng banget!” serunya sambil menutup telinga.

“Habisnya Bapak nggak bangun-bangun,” Laras memelas, bibirnya merengut. “Aku udah bangunin dari tadi.”

Oliver menatap wajah memelas itu, dan entah kenapa… lagi-lagi ia kalah saat melihat mata bulatnya. Kenapa dia bisa imut begitu sih? Ia berdecak jengkel lalu bangun. “Ya udah ya udah, aku mandi.”

Sementara Oliver masuk kamar mandi, Laras merapikan ranjang dan menyiapkan meja makan. Nasi hangat, telur dadar sederhana, segelas air putih hangat tersaji di atas meja makan.

Oliver keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, kemejanya sudah ia kenakan. Sambil mengancing bajunya, ia berkata cepat, “Aku udah nggak sempat sarapan.”

Tapi sebelum ia bisa melangkah, Laras mendekat membawa sendok berisi nasi dan telur. Ia menahan langkah Oliver, menyodorkan sendok ke depan mulutnya. “Ayo Pak, hari pertama nggak boleh nggak sarapan. Nanti Bapak nggak fokus.”

Oliver tertegun, jaraknya begitu dekat dengan wajah Laras. Ia mendelik, mencoba mengalihkan rasa aneh yang tiba-tiba muncul. “Sok tahu kamu.”

Meski begitu, mulutnya otomatis terbuka menerima suapan itu.

Laras tersenyum kecil, matanya menyipit manis. “Nah, gitu dong.”

Sendok berikutnya kembali ia sodorkan. Oliver masih berpura-pura malas, tapi entah bagaimana… ia terus membuka mulut sampai piringnya berangsur kosong.

Di sela-sela suapan, Laras berkata, “Nanti Laras mau izin belanja ke pasar ya, Pak. Stock makanan kita sudah nggak ada.”

Oliver mendengus. “Kenapa harus izin segala?”

Laras masih fokus menyuapinya. “Kan Bapak suaminya Laras. Walaupun Bapak bilang cuma di atas kertas, tapi tetap aja… istri harus izin kalau mau pergi.”

Suapan itu berhenti di mulut Oliver. Kalimat Laras seperti pukulan halus di dada. Ia tidak nayman mendengar kata ‘istri di atas kertas.’

Tak lama piringnya sudah kosong. Oliver baru sadar ia sudah menghabiskan semuanya. Selama ini aku nggak pernah sarapan berat… kok sekarang bisa habis?

Laras hanya tersenyum puas.

Laras  mengantar Oliver sampai ke depan rumah. Dengan khidmat, ia mengambil tangan Oliver dan mencium punggung tangannya. Tubuh Oliver sontak kaku, rasanya aneh dan tidak bisa didefinisikan.

“Kenapa harus cium tangan segala… nggak penting.” Kalimat itu muncul begitu saja dari mulutnya. Dasar Oliver...

Laras menatap polos. “Bapak tidak suka ya? Kalau begitu mulai besok Laras nggak akan cium tangan lagi.”

Oliver terdiam, ingin bilang jangan hentikan tapi gengsinya menahan. Ia hanya bergumam tidak jelas, “Bukan begitu, ah… sudahlah.”

“Hati-hati ya, Pak.” Laras melambai lembut dari depan pintu.

Oliver berjalan tanpa menoleh, dengan langkah cepat ia bernagkat menuju pabrik yang letaknya tak jauh dari rumah.

Udara pagi masih dipenuhi kabut tipis ketika Oliver melangkah memasuki halaman pabrik. Sepatunya menginjak tanah yang bercampur kerikil, berdebu, dan terasa jauh dari lantai marmer yang biasa ia injak di kota. Baru beberapa langkah, seorang pria paruh baya berkulit sawo matang dengan tangan berotot menatapnya dari ujung kepala hingga kaki. Pandangannya terkesan meremehkan.

“Hei, anak muda,” suaranya serak, penuh nada sinis. “Ngapain datang ke pabrik pakai jas dan kemeja rapi begitu? Mau melamar jadi buruh? Kalau iya, kami nggak sedang buka lowongan. Sebaiknya kau pergi.”

Oliver mengangkat dagu dengan rahang mengeras. Ia paling anti direndahkan. Biasanya ia akan langsung membalas dengan kalimat menusuk atau bahkan cemoohan yang lebih kejam. Tapi kali ini, ada sesuatu yang menahannya.

“Di mana ruang direksi?” tanya Oliver dengan suara dingin dan tajam.

Pria paruh baya itu terbahak, menepuk pahanya seakan mendengar lelucon besar.

“Direksi?” ulangnya sambil menyeringai. “Anak muda seperti kamu nyari ruang direksi? Hahaha! Jangan mimpi. Sana pulang, sayang jas hutanganmu kotor kena debu.”

Hampir saja Oliver kehilangan kesabarannya. Beruntung, seorang pria muda berlari tergopoh dari arah gedung utama. Wajahnya terlihat cemas dengan napas yang memburu.

“Pak Oliver!” serunya. “Saya Margo, maaf… maaf sekali, saya terlambat menyambut kedatangan Anda.”

Oliver menoleh sekilas, senyum sinisnya muncul. Terlambat? Cih… Bahkan tadi pagi ia sampai disuapi sarapan oleh istrinya agar tidak telat. Ia berdecak dalam hati, eh apa tadi kataku? Istriku? Sepertinya aku benar-benar sudah nggak waras.

“Aku tidak peduli siapa kau.” ucap Oliver datar. “Kau masih mau terus berdiri di situ dan meminta maaf? Atau kau akan tunjukkan jalan padaku?”

Nada Oliver menusuk seperti belati tajam. Margo terdiam kaku dengan wajah pucat. Dari gosip yang ia dengar dari kantor pusat, katanya Oliver hanya anak manja dan pemain wanita yang tidak bisa apa-apa. Tapi pria yang berdiri di hadapannya ini… jelas berbeda dari yang digosipkan. Auranya dingin dan mendominasi.

Sebelum Margo sempat bergerak, pria paruh baya tadi menyela sambil menunjuk Margo dengan kasar. Sepertinya posisinya cukup disegani di sini.

“Hei, kau! Siapa dia?” tanyanya, matanya menyipit penuh curiga ke arah Oliver.

Margo langsung berkeringat dingin, suasana semakin menegangkan. Buruh lain mulai berhenti bekerja, menonton dari kejauhan.

“Pak Rega,” ucap Margo tegang. “Mari bertemu di ruang direksi sekarang. Anda akan mengetahui siapa beliau.”

Rega mengerutkan dahi, hendak membuka mulut lagi. Tapi kalimatnya terhenti begitu saja ketika Oliver menoleh padanya.

Tatapan Oliver tajam dan menusuk membuat Rega yang sempat terlampau berani menjadi tercekat. Sepertinya Margo sangat menghormati anak muda ini.

Oliver menoleh kembali pada Margo. “Tunjukkan jalan.”

Margo segera menunduk, melangkah cepat menunjukkan arah menuju ruang direksi. Langkah Oliver mengikuti dengan tenang, tapi setiap jejaknya meninggalkan tekanan tersendiri di udara.

1
Ratih Tupperware Denpasar
pak rega siap2 kamu dipecat oliver
Yus Nita
Cemburu... nlgbos..
jasngan gengsi aja di gedein 😀😀😀
Yus Nita
gengsi ajalu bedarin oliver
ntar bucin tingkat Dewa, kluudahcinta 😀😀😀
Ratih Tupperware Denpasar
ayo oliver selidiki knp mereka msh miskin padahal digaji layak, jangan2 dikorupsi manager yg disana
Ratih Tupperware Denpasar
istri sendiri diacuhin dicuekin giliran dpt telpon dari jaLAng malah tersenyum sumringah. situ waras oliver?????? tunggu aja laras bertransformasi menjadi wanita cantik dan elegan kamu akan tetbucin2 padanya
Ratih Tupperware Denpasar
kak demar up dong jangan dihapus ya ceritanya kayak cerita mapia itu ujug2 hilang dari peredaran tanpa ada penjelasan terlebih dahulu
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak, makin suka ceritanya
Ratih Tupperware Denpasar
kak demar, knp novel yg satunya dihapus? padahal saya suka lho
Ratih Tupperware Denpasar
olivee ini manusia apa monster? ga punya empati blas. kukutuk kamu biar terbucin2 sama laras
Ratih Tupperware Denpasar
belum apa2 bu sita sdh berpikir negatif, bukannya laras keluar dng air mata tapi keluar dng digandeng mesra om oliver
Ratih Tupperware Denpasar
oliver ini jen menjengkelkan banget... ngedumel trus gadis kampung ..gadis norak sejatinya kamu tuh daj jatuh cintrong tapi kamu menolak dan menepis perasaan.itu
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak
Ratih Tupperware Denpasar
saya suka cerita2 author satu ini alurnya khas menceritakan wanita betsahaja tapi punya prinsip yg kuat
matchaa_ci
semangat semoga sukses untuk author dan karya² nya💪
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak
Ratih Tupperware Denpasar
gampang banget muyusin cewek/Facepalm//Facepalm/. awa lho om ntar jatuh cintrong sama gadis lugu polos
Ratih Tupperware Denpasar
saya mapir kak, ceitanya memang beda dng cerita2 sebelumnya.. kak thor bener2 hebat bs membuat 4 cerita bersamaan dng gendre berbeda. semangat ya kak smg ceritanya banyak yg suka/Pray/
Demar: Makasih ya kak dukungannya sejak awal🥹❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!