Renata di paksa menikah oleh orang tuanya untuk menggantikan Adik Tirinya. Di mana pria tersebut lumpuh dan hampir seluruh tubuhnya bernanah bersamaan keluar aroma busuk.
Enam bulan kemudian suaminya bisa berjalan, tubuhnya sudah tidak lagi bernanah dan mengeluarkan aroma busuk berkat perawatan Renata.
Keluarga dari pihak suaminya sangat senang akan hal itu namun sebulan kemudian suaminya ingin menikah dengan Adik Tirinya. Renata yang sangat kecewa langsung meminta cerai dan pergi meninggalkan suaminya.
Tanpa sengaja dirinya bertemu dengan seorang pria yang sedang terluka parah. Renata yang memiliki hati baik menolongnya hingga pria tersebut sembuh dan mengajaknya untuk menikah.
Apa yang terjadi selanjutnya? Apakah Renata mau menerima pria tersebut atau kembali ke suaminya di mana suaminya menyesali perbuatannya? Ikuti yuk kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yayuk Triatmaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Restoran Kena Batunya
Sedangkan di tempat yang berbeda di mana Renata berada di tempat kediaman milik William. Di mana seminggu yang lalu William membeli villa baru yang lebih besar.
Villa itu nantinya akan ditempati Renata dan William jika mereka sudah resmi menikah. Selama mereka resmi menjadi pasangan kekasih, William dan Renata hanya berciuman.
William berusaha untuk tidak merusak Renata terlebih Renata bersedia menjadi dirinya sebagai pasangan kekasih. Hal itu membuat William berusaha menahan ha sratnya.
Hal ini membuat Renata bersedia menikah dengan William dikarenakan William pria yang bertanggung jawab dan tidak seperti mantan suaminya yang tega mengkhianati dirinya.
William yang mendengar perkataan Renata tentu saja sangat senang dan mereka berencana dua minggu lagi mereka resmi menikah.
Saat ini Renata sudah selesai memasak bersamaan ponselnya berdering. Renata langsung mengambil ponselnya dari saku celananya kemudian melihat siapa yang menghubungi dirinya di layar ponselnya.
"Kenapa wanita yang tidak punya malu itu telepon Aku? Apa jangan-jangan ingin mengabarkan kalau putranya sedang sekarat dan memintaku untuk mengobatinya?" Tanya Renata pada dirinya sendiri.
"Jika memang benar maka Aku akan menolaknya walau mereka menangis darah." Sambung Renata.
Renata dengan malas menggeser tombol warna hijau kemudian menempelkan ponselnya di telinganya.
("Ada apa menghubungiku?" Tanya Renata dengan jutek dan tanpa basa basi).
("Kami ingin bertemu denganmu." Ucap Ibu Vina sambil menahan amarahnya).
("Tidak bisa, Aku sibuk." Jawab Renata dengan nada ketus).
Renata kemudian menurunkan ponselnya lalu jari ibu jarinya bersiap menekan tombol merah. Namun suara Ibu Vina membuat Renata tidak jadi melakukannya dan dengan serius ingin mendengarkannya.
("Aku ingin memberikanmu satu set perhiasan peninggalan Ibumu. Jika kamu menolaknya maka Aku akan menjualnya untuk biaya pengobatanku." Ucap Ibu Vina).
("Aku tidak percaya dengan apa yang kamu katakan." Ucap Renata).
("Aku akan mengirim fotonya jika kamu tidak percaya dengan apa yang Aku katakan." Ucap Ibu Vina).
("Baik Aku tunggu." Ucap Vina).
(Jadi kamu mau kan bertemu dengan kami?" Tanya Ibu Vina).
("Kalau benar apa yang kamu katakan maka kita jadi bertemu." Jawab Renata yang tidak mempunyai pilihan lain untuk menemui mereka).
("Kalau begitu kita ketemu di Restoran Kena Batunya, jam dua belas siang sekalian kita makan bersama." Jawab Ibu Vina).
("Oh ya, kamu datang sendiri jika tidak maka Aku akan menjual peninggalan Ibumu." Sambung Ibu Vina dengan nada mengancam).
("Baik." Ucap Renata sambil menahan rasa kesal karena mereka berani mengancamnya).
Selesai mengatakan hal itu Renata memutuskan sambungan komunikasi secara sepihak kemudian menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Padahal Aku malas bertemu dengan mereka tapi Aku tidak punya pilihan lain." Ucap Renata.
Sambil berbicara Renata menyimpan kembali ponselnya dari saku celananya. Kemudian kedua tangannya diarahkan ke arah mangkok yang yang ada di meja dapur untuk dipindahkan ke meja makan.
"Kamu tidak punya pilihan lain, apa maksudmu?" tanya William yang tiba-tiba datang sambil memeluk tubuh Renata dari arah belakang.
"Aduh Kak William bikin Aku kaget." Ucap Renata.
Renata terpaksa menurunkan ke dua tangannya yang tadi mau mengangkat mangkok lalu mengusap dadanya saking terkejutnya.
"Hehehehe ..." Tawa William.
"Oh ya pertanyaanku belum di jawab." Ucap William.
"Orang tua Dian ingin bertemu denganku dan Aku terpaksa menemui mereka di Restoran Kena Batunya." Jawab Renata sambil menyandarkan tubuhnya di dada bidang William.
"Kalau kamu terpaksa lebih baik tidak usah menemui mereka." Ucap William.
Renata langsung berdiri dengan tegak lalu melepaskan pelukan William kemudian membalikkan badannya untuk menatap ke arah wajah tampan William.
"Masalahnya mereka mengancamnya akan menjual satu set perhiasan peninggalan Ibuku. Jadi Aku mau tidak mau Aku terpaksa menemui mereka." Jawab Renata.
"Mau Aku temani?" Tanya William yang tidak ingin terjadi sesuatu dengan Renata.
"Mereka memintaku datang sendiri jika tidak maka mereka akan menjual peninggalan Ibuku." Jawab Renata.
"Jam berapa kamu berangkat?" Tanya William setelah mendapatkan jawaban Renata.
"Jam dua belas siang sambil makan bersama." Jawab Renata.
"Kalau begitu tunggu sebentar." Ucap William sambil membalikkan badannya.
Renata hanya menganggukkan kepalanya kemudian William pergi meninggalkan Renata sendirian. Sedangkan Renata kembali mengangkat mangkok tersebut yang berisi sop ayam.
Renata berjalan ke arah meja makan lalu meletakkannya di atas meja makan dengan di bantu dua pelayan yang ditugaskan membantu Renata.
Setelah selesai dua pelayan tersebut pergi meninggalkan Renata sendirian bersamaan ponselnya berdering sekali tanda ada pesan masuk.
Renata kemudian mengambil ponsel di dalam saku celananya lalu melihat isi pesan tersebut. Renata melihat gambar satu set perhiasan peninggalan ibunya membuat Renata terkejut.
"Kenapa satu set perhiasan peninggalan Ibuku ada di wanita itu?" Tanya Renata sambil berpikir.
"Sudahlah nanti Aku tanyakan ke mereka." Ucap Renata.
Kemudian Renata menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya bersamaan kedatangan William.
"Simpan pistol ini untuk berjaga-jaga jika mereka mencoba menyakitimu." Ucap William sambil memberikan pistol mini agar Renata mudah menggunakannya.
"Baik." Jawab Renata sambil menerima pistol mini tersebut lalu melihatnya dengan serius.
"Pistolnya kecil banget dan tidak berat." Sambung Renata.
"Memang benar karena Aku memesan pistol ini khusus untukmu." Jawab William.
"Terima kasih, Sayang." Ucap Renata sambil memeluk tubuh kekar William lalu mencium bibir William dengan singkat.
Ketika Renata ingin melepaskan pelukannya tiba-tiba tangan kiri William memeluk pinggangnya kemudian menarik tengkuk Renata.
Mereka kemudian saling berciuman hingga beberapa saat mereka melepaskan ciumannya ketika Renata kehabisan nafas.
Ketika Renata menghirup udara sebanyak-banyaknya, tiba-tiba William mengarahkan wajahnya ke arah leher Renata lalu mengigitnya hingga menampilkan tanda cinta.
"Aduh." Ucap Renata kesakitan.
"Kenapa di gigit?" Tanya Renata dengan nada protes.
"Biar mereka tahu kalau kamu sudah dimiliki oleh orang lain yaitu Aku, calon suaminya." Jawab William.
Renata hanya tersenyum mendengar perkataan William. Dirinya sangat bahagia karena dirinya bisa merasakan kebahagian di cintai dan dilindungi oleh calon suaminya.
"Maaf, Aku tidak bisa makan di sini karena Aku harus menemui mereka." Ucap Renata.
"Baik. Oh ya, Aku akan menyuruh empat bodyguard untuk melindungimu dari jarak yang tidak terlalu jauh." Ucap William yang tidak ingin terjadi sesuatu dengan Renata.
Tanpa diketahui Renata kalau empat bodyguard tersebut adalah empat anggota mafia yang memiliki ilmu bela diri yang cukup tinggi.
William sengaja memerintahkan 4 anggota mafia karena William merasa kalau mereka pasti memiliki niat jahat untuk menyakiti Renata.
"Oke." Jawab Renata dengan singkat.
Kemudian mereka berdua saling berpelukan lalu Renata pergi meninggalkan tempat tersebut dengan di antar salah satu bodyguard yang merangkap sebagai sopir.
Sedangkan empat anggota mafia yang diperintahkan oleh William mengikuti mobil yang ada di depannya di mana Renata menaiki mobil tersebut.
Restoran Kena Batunya
Sedangkan di Restoran Kena Batunya di mana orang tua Dian sudah berada di restoran tersebut. Sepasang suami istri tersebut berada di ruang vvip dan sudah memesan makanan dan minuman.
Ketika pesanan Ibu Vina datang dan pelayan restoran pergi meninggalkan mereka barulah Ibu Vina mengambil dua bungkus dari dalam tasnya.
"Wanita si alan itu harus makan dan minum yang sudah Aku berikan obat perang sang dosis tinggi. Jika sudah makan dan minum baru kita serahkan ke ranjang Bos Raymon." Ucap Ibu Vina.
Sambil berbicara Ibu Vina menaburkan serbuk tersebut ke makanan dan minuman yang nantinya di makan dan di minum oleh Renata.
"Untung saja Bos Raymon tertarik dengan wanita sialan itu dan bersedia membayar seratus juta jika wanita si alan itu masih pe rawan dan lima puluh juta kalau sudah tidak pe rawan." Ucap Ayah Vino.
"Betul sekali. Semoga saja wanita si alan itu masih pe rawan karena kita dapat uang lumayan besar dan kita bisa pakai untuk membayar biaya pengobatan putra kita." Ucap Ibu Vina.
"Semoga saja." Ucap Ayah Vino sambil menatap ke arah makanan yang tadi di pesan oleh istrinya.
"Sudah lama Aku tidak makan-makanan yang semahal ini." Ucap Ayah Vino.
"Benar sekali. Untung saja Bos Raymon menanggung semua makanan yang kita pesan." Ucap Ibu Vina sambil ikut menatap makanan yang tadi dipesannya.
Mereka sudah lama tidak makan seenak ini sejak Renata keluar dari kediaman Keluarga Besar Alexander. Jika mengingat hal itu membuat sepasang suami istri tersebut semakin membenci Renata.
"Kenapa wanita si alan itu belum datang? Apakah Dia tidak tahu kalau Aku sudah sangat lapar?" Tanya Ayah Vino sambil menahan amarahnya terhadap Renata.
"Ibu juga sama. Ibu akan menghubunginya supaya Dia cepat datang." Ucap Ibu Vina sambil mengambil ponselnya dari dalam tasnya.
Ibu Vina kemudian mencari nomer kontak Renata setelah ketemu, Ibu Vina menekan nama Renata yang di tulis wanita si alan. Ketika sambungan telepon tersambung bersamaan pintu tersebut terbuka dengan lebar membuat sepasang suami istri tersebut menatap ke arah pintu.