AWAS! Cerita ini bikin SENYUM-SENYUM SENDIRI.
Dewa Arga, cowok baru lulus SMA, belum mendapat ijazah sudah disuruh orang tuanya untuk menikah dengan wanita yang lebih tua darinya.
Bagaimana bocah petakilan itu bisa menjadi seorang suami yang baik?
Bara Abraham Wiratmaja, kakak tiri Nona yang baik dan tentunya tampan akan menambah manis cerita ini.
**
IG : marr_mystory
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ria Mariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 : Gugatan
Satu minggu kemudian.
Rembulan entah kenapa bersinar dengan terang. Bintang-bintang ikut bertaburan. Pasutri baru itu memandangi ciptaan sang penguasa itu dibalkon kamar.
Nona termenung memandang langit, setelah kehilangan ayahnya dia menjadi pemurung.
Sedangkan sang suami sedang berkirim pesan kepada Jojo. Mereka saling memberitahukan informasi tentang pengambilan ijazah yang sudah siap untuk diambil.
Dewa
Bisa diwakilkan gak sih ambil ijazahnya?
Jojo
Kenapa?
Dewa
Besok kan aku kerja ditempat bapakmu
Jojo
Santai saja kali. Kita berangkat bareng ya
Dewa
Aku gak di tempat ibuku
Jojo
Dimana?
Dewa
Ada deh. Kita ketemu di sekolahan saja
Jojo
Sip
Setelah selesai mengirim pesan, Dewa lalu melirik Nona yang melamun. Dia langsung mengecup pipi Nona dengan mesra membuat Nona tersadar dari lamunannya.
"Sudah selesai main ponselnya?" tanya Nona.
"Sudah sayang. Besok aku mengambil ijazah di sekolah."
Nona tersenyum. "Mau aku antar?"
"Tidak usah. Kau dirumah saja."
Nona cemberut, Dewa melihatnya dengan gemas. Wajah Nona ditekuk kesal. Padahal dia ingin mengantar Dewa ke sekolahan.
"Oke, oke... Kau boleh ikut denganku ke sekolahan," ucap Dewa.
Nona langsung tersenyum girang, dia memeluk Dewa dari samping. Dewa memang tidak sanggup jika melihat Nona sedih. Hanya Nona alasannya untuk bahagia.
"Sudah ada tanda-tanda hamil?" tanya Dewa.
"Belum."
Dewa mengelus perut Nona, entah mengapa dia ingin segera mempunyai bayi yang lucu dari Nona. Jika laki-laki pasti sangat tampan dan kebulean dan jika perempuan pasti sangat cantik seperti Nona.
Tok... tok... tok...
Pintu kamar mereka di ketuk, Dewa langsung membukanya. Dia melihat Arsel yang sudah berdiri di depan kamar mereka.
"Aku ingin berbicara dengan Nona," ucap Arsel.
"Malam-malam begini?" tanya Dewa.
Nona menghampiri mereka lalu melihat Arsel. Nona tahu yang akan dibahas oleh asisten pribadinya itu. Nona meminta izin kepada Dewa untuk berbicara dengan Arsel di ruang kerjanya. Dewa mengizinkannya.
Nona berjalan menuju ruang kerjanya yang berada di lantai bawah. Arsel mengikutinya dari belakang. Setelah itu mereka masuk dan melihat sang ibu, Bayu dan Bagas sudah duduk di sofa. Nona melirik dokumen tergeletak diatas meja.
"Maaf menganggumu, Nona. Kau terlihat bahagia sekali," ucap Bayu.
"Jangan basa-basi! Apa mau kalian?" tanya Nona sambil duduk diseberang mereka.
Ibu melempar dokumen kearah Nona, Arsel dengan sigap menangkapnya supaya tidak mengenai wajah Nona. Bayu dan Bagas hanya tertawa melihat wajah dingin dari Arsel.
"Perusahaan Alona, tanah di kota sebelah dan rumah ini. Kami ingin menggugatnya ke pengadilan karena ini adalah peninggalan almarhum suamiku," ucap Ibu.
Nona masih menunjukkan wajah santai. Dia lalu mengambil dokumen yang ada ditangan Arsel. Dia membacanya satu persatu dengan teliti lalu melemparnya ke meja.
"Semua itu milikku. Kalian tidak berhak mengganggu apa yang menjadi milikku," ucap Nona.
"Itu milik ayahku," ucap Bagas.
Nona tersenyum tipis, ternyata memang benar jika mereka gila harta. Bahkan sang ayah baru meninggal seminggu yang lalu sudah berebut harta warisan.
"Dengar! Ayah memberikan semua aset yang kupunya sekarang melalui ibu kandungku. Ibu ku memberikannya untukku sebelum dia meninggal. Ayah menyetujuinya. Jika itu bukan punyaku maka aku tidak akan menyentuhnya dan mengembangkan sampai sebesar ini," ucap Nona.
"Ibumu hanya seorang perusak hubungan rumah tangga orang jadi tidak berhak mendapat apapun dari ayah kami. Tinggalkan semua harta ayah kami sekarang juga!" ucap Bayu.
"Aku juga anak kandung ayah. Semua ini milikku, kalian tidak boleh menyentuhnya," jawab Nona dengan ekspresi datar.
Mereka bertiga begitu geram, atmosfir ruangan itu begitu panas apalagi ekspresi Nona yang datar membuat mereka sangat geram. Ibu langsung berdiri dan menuding Nona, anak dari istri kedua suaminya membuatnya selalu geram tetapi saat suaminya masih hidup ia berpura-pura baik kepada Nona.
"Tunjukkan bukti-bukti akurat jika itu milikmu di pengadilan nanti! Kita lihat siapa pemenangnya?" ucap Ibu menantang Nona.
Ibu berjalan keluar diikuti dengan kedua putranya yang tidak tahu diri itu. Mereka seolah diremehkan oleh Nona. Nona hanya tersenyum tipis. Sifat asli seseorang akan keluar ketika berurusan dengan uang dan harta.
"Siapkan pengacara hebat untukku!" ucap Nona.
"Baik," jawab Arsel.
Saat ketiga orang itu keluar. Mereka bertemu dengan Dewa, Dewa ingin mencium tangan ibu mertuanya tetapi ibu mertuanya tidak menghiraukannya dan berjalan melewatinya begitu saja. Melihat wajah mereka yang begitu kesal membuat Dewa berpikir jika mereka pasti bertengkar dengan Nona.
Dewa segera menghampiri Nona di ruang kerjanya. Saat membuka pintu dia terkejut saat Arsel memeluk Nona dengan erat.
"Aku akan membantumu sebisaku," ucap Arsel.
Nona langsung melepas pelukan Arsel. Dia memandang asisten pribadinya itu dengan kesal.
"Sudahlah, kau pulang saja! Ini sudah malam," ucap Nona.
Arsel terdiam memandangi wajah Nona yang datar kearahnya. "Aku menyukaimu, Nona."
Kata-kata Arsel membuat Dewa tersentak. Sedangkan Nona hanya biasa saja. Dewa langsung masuk dan menarik tangan Nona. Dia begitu kesal dengan Arsel yang seolah menyatakan cinta kepada istrinya.
"Dewa?" ucap Nona terkejut melihat kedatangan Dewa. "Dewa, ini bukan sesuatu seperti yang kau pikirkan."
"Sayang, aku tidak akan marah kepadamu. Aku sangat marah dengan asisten tidak tahu diri ini," ucap Dewa.
Arsel berdecih. "Aku lebih mengenal Nona dulu ketimbang kau."
"Tapi faktanya aku yang menikahinya."
Ucapan Dewa membuat Arsel kesal. Dia langsung bersujud dibawah kaki Nona. "Maafkan atas kelancangan saya, Nona. Tolong jangan pecat saya!"
Nona tersenyum kecil, dia menyuruh Arsel untuk berdiri. "Aku tidak akan memecatmu. Sekarang pulanglah! Sepertinya kau sedang lelah jadi cara bicaramu ngelantur."
Arsel berdiri. Dia berpamitan untuk pulang. Dewa menatap kepergiannya dengan kesal. Dia memasang wajah cemberut membuat Nona begitu gemas dengannya.
"Kenapa sayang?" tanya Nona.
"Asisten seperti dia takutnya akan menusukmu dari belakang."
"Aku sudah mengenalnya dari kecil. Aku sudah sangat tahu persis sifatnya jadi jangan khawatir. Hmmm... Kau cemburu?" tanya Nona.
Dewa menganggukkan kepala. Nona mencubit pipinya. Bocah itu sangat lucu. Dewa lalu menggendong Nona untuk kembali ke kamar. Pengantin baru itu selalu menempel setiap malam seperti perangko. Apalagi perlakuan bocah seperti Dewa sangat manis membuat Nona langsung luluh.
"2 ronde?" tanya Dewa.
Nona menjawab dengan malu-malu. "Terserah kau sayang. Semua ini milikmu."
****
Bara melihat putrinya belum terlelap di kamar. Dia menghampirinya. Elara sedang belajar dengan keras untuk masuk ke perguruan tinggi favoritnya.
"Ela, ini sudah jam 11 malam. Kau harus tidur," ucap Bara.
"Tidak, pah. Aku harus belajar, aku tidak mau kalah dengan Hilda. Papa tahu jika Hilda akan masuk ke perguruan tinggi yang sama denganku?" jawab Elara.
"Untuk apa belajar dengan keras? Jangan memaksakan dirimu!"
Elara mendorong tubuh Bara. Mata elang Elara menandakan jika dia tidak ingin di ganggu. Bara sangat cemas dengan keadaan putrinya yang semakin hari semakin aneh.
Bara lalu mengusap rambut Elara.
"Jika Papa sayang denganku maka Papa akan membawakan Dewa kepadaku dari Tante Nuna. Papa tidak mau melakukan itu untukku. Aku benci papa," ucap Elara.
"Dewa sudah menikah. Papa tidak bisa melakukan itu."
"Bahkan yang sudah menikah bisa berpisah. Aku ingin Dewa berpisah dengan Tante Nuna," teriak Elara membuat suaranya menggema dikamarnya.