Lin Zhiyuan, adalah pemuda lemah yang tertindas. Ia menyelam ke kedalaman Abyss, jurang raksasa yang tercipta dari tabrakan dunia manusia dan Dewa, hanya untuk mendapatkan kekuatan yang melampaui takdir. Setelah berjuang selama 100.000 tahun lamanya di dalam Abyss, ia akhirnya keluar. Namun, ternyata hanya 10 tahun terlalui di dunia manusia. Dan saat ia kembali, ia menemukan keluarganya telah dihancurkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16 Pedang Darah, Chi-Yin
ZRAAASSS!!
Zhiyuan menghindar, melompat mundur, dan memutar badannya di udara. Namun setiap sergapan pedang itu semakin dekat.
Setiap langkah Patriark Wang membuat tanah amblas. Setiap ayunan pedangnya menghasilkan badai merah yang menelan puing dan bebatuan.
Zhiyuan akhirnya terkena oleh dalam gelombang kekuatan yang sangat dahsyat—
BOOOOOOM!!!
Tubuhnya terlontar ke langit, menembus tiga pilar batu sebelum jatuh menghantam tanah dengan keras. Debu mengepul, serpihan batu berhamburan.
Zhiyuan bangkit lagi—tanpa goyah. Ia akhirnya menyadari pedang yang digunakan oleh Patriark Wang barusan.
“Chi-Yin…” gumamnya lirih. “Pedang ayah.”
Wajahnya tidak menunjukkan keterkejutan—hanya kesadaran pahit.
Pedang itu merupakan salah satu senjata ayahnya yang tidak pernah digunakan karena bahayanya. Pedang itu memiliki kesadaran sendiri yang haus darah dan dendam, ia dapat mempengaruhi penggunanya untuk membunuh tanpa pandang bulu.
Seorang pendekar harus bisa mengendalikan senjatanya dengan baik, bukan senjata yang mengendalikan penggunanya.
Oleh karena itu ayahnya menyegel pedang itu di ruang bawah tanah Keluarga Lin yang tertutup rapat. Dan Patriark Wang… Telah membebaskannya....
Patriark Wang melompat lagi, auranya semakin liar. Qi-nya melonjak gila—seperti gelombang badai yang memusnahkan langit.
Kekuatannya meningkat drastis dari ranah Kaisar Alam menembus ranah Pendekar Langit tingkat 2 dan terus meningkat seiring waktu.
“Dia memaksa dirinya naik ranah…” Zhiyuan membatin. “Tubuhnya akan hancur.”
Tapi Patriark Wang tidak lagi peduli dengan tubuhnya. Yang tersisa hanyalah balas dendam dan cinta terakhir.
“ZHIIIIYUUUUAAANNN!!!”
Ayunan pedang terakhir turun seperti meteorit merah yang membelah dunia.
Zhiyuan tidak menghindar kali ini. Ia menatap tegas.
Pada detik terakhir, sesuatu seperti aura abu-abu kelam, bercampur cahaya putih samar, bangkit dari tubuhnya.
Kelopak mata Zhiyuan turun sedikit.
Ia berbisik pelan: “Kalau itu tekadmu… maka aku akan menerimanya sepenuhnya.”
Tangan Zhiyuan naik, satu gerakan sederhana, namun memetahkan napas dunia.
DUM.
DUM.
DUM—
Benturan terjadi.
BOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOM!!!
Seluruh lanskap meledak. Halaman Keluarga Wang yang indah berubah menjadi lautan kehancuran. Bangunan tersapu energi, awan terbelah seperti langit tersayat.
Dan di pusat ledakan itu…
dua sosok bertahan—kedua tekad tak tergoyahkan saling mencengkeram.
Langit Kota Wangzen seolah ditarik paksa oleh tangan iblis—mendung menggulung, menghitam pekat sampai matahari terasa seperti terkubur.
Angin mengerang, membawa rasa dingin yang merayap ke tulang. Burung-burung terbang panik, anjing-anjing melolong tanpa sebab, dan penduduk kota mulai berbisik ketakutan.
Mereka tidak tahu apa yang terjadi.
Tapi mereka merasakan bencana yang mulai mendekat.
KRAAAAAAAAAAASH!!!!
Ledakan mengguncang dari arah kediaman Keluarga Wang diikuti gemuruh yang membuat kaca pecah dan genting berjatuhan.
Jeritan pertama pecah dari mulut para penjaga, lalu menyebar seperti api.
“Ledakan! Di kediaman keluarga Wang!”
“Ada yang menyerang!”
“Lari! LARI!!”
Dinding megah kediaman bangsawan itu runtuh, pilar-pilarnya pecah seperti ranting, api dan debu menjulang menelan langit.
Dan dari awan hitam di langit, sesosok pria jatuh. Tubuhnya turun memotong udara, lalu—
BOOOOOOOOM!!
Kakinya menghantam tanah pusat kota hingga retak menjadi jaring raksasa yang merambat puluhan meter. Trotoar terangkat, batu beterbangan, rumah bergoyang. Para warga terpelanting, jatuh panik menjauh.
Mata mereka melebar ketika melihat sosok itu berdiri tegak di tengah kawah.
Zhiyuan.
Jubahnya dikoyak pertempuran, debu menutupi bahunya, namun sorot matanya tetap gelap—tenang seperti kedalaman Abyss yang tak tersentuh waktu.
Bisik-bisik ketakutan menyebar.
“Itu… dia…”
“Dia yang membantai keluarga Wang…”
“Apa… apa dia iblis…?”
Zhiyuan mengangkat wajahnya ke langit. Sebuah cahaya merah menembus awan seperti meteor berdarah—menghancurkan udara, menggetarkan bumi.
Patriark Wang.
Atau lebih tepatnya—makhluk murka yang diisi dendam dan Pedang Chi-Yin.
Zhiyuan mengangkat tangan, jari-jari hitam berkabut meluas, menebarkan tirai kelam.
WOOOOOM.
Patriark Wang mendarat sambil mengayunkan Pedang Chi-Yin—
BOOOOOOOOOOM!!!
Tubrukan itu mencabik pusat kota. Gelombang kejut menghantam bangunan, menghempaskan orang-orang dari tempat mereka berdiri.
Darah menyembur. Tubuh-tubuh berjatuhan seperti boneka tanpa nyawa. Dinding rumah runtuh, tiang patah, jalan retak seolah ada naga menggulung di bawah bumi.
Teriakan, darah, tulang retak, debu… Kota berubah menjadi kuburan hidup dalam sekejap.
Zhiyuan hampir tidak bergerak. Ia hanya melirik sekeliling sekilas.
Mayat berserakan. Tangisan pecah tak berdaya bersamaan dengan potongan tubuh manusia yang berserakan.
“Dia benar-benar telah dilahap pedang itu,” gumam Zhiyuan.
Patriark Wang menggeram, mata merah membara kehilangan akal. Aura darah menyembur liar. Dalam sekejap ia menghilang dari tempatnya—
BRAAAAK!!
Tendangannya menghantam dada Zhiyuan. Tubuh Zhiyuan terpental hingga menembus dinding restoran jauh di sudut jalan sana. Meja, kursi, dan orang-orang terlempar bersama serpihan kayu.
Beberapa warga yang ada di dalam restoran menjadi potongan tubuh berlumuran darah.
Zhiyuan bangkit pelan, menepuk debu dari bahunya.
Di dekatnya, seorang pria tua merangkak, tubuh bergetar, mata melebar tak percaya jika dia satu-satunya yang masih hidup di dalam sana.
“Ka-kau… apa yang terjadi? Bagaimana…?”
Itu pemilik restoran.
Orang yang pernah memberinya makanan gratis, atau lebih tepatnya Zhiyuan makan tanpa membayar.
Zhiyuan tidak melihatnya. Hanya berdiri lurus, wajahnya datar.
“Aku sudah memberi peringatan untuk meninggalkan kota jika kau tidak ingin menderita. Apa kau meragukan ucapanku?”
Tatapan pemilik restoran membeku. Ia teringat. Zhiyuan pernah berkata itu dengan tenang—seolah ia bisa melihat masa depan.
Pemilik restoran gemetar. Tidak bisa menjawab.
Zhiyuan mengalihkan mata kembali jauh ke depan sana, ke tempat Patriark Wang yang hendak bergerak untuk kembali menyerangnya.
“Janji tetaplah janji,” gumam Zhiyuan, lalu salam satu kedipan mata, ia sudah berada di depan Patriark Wang.
DUUUUGHH!!
Tinju menghantam wajah pria tua yang kehilangan akal itu. Rahangnya bergeser, darah dan gigi beterbangan. Tubuhnya terpental jauh menembus udara—
CRAAAAAASH!
Menara jam kota—bangunan yang berdiri selama tiga generasi—runtuh diterjang tubuhnya.
Puing-puing jatuh berhamburan. Debu menghitamkan udara. Getaran merambat keseluruhan distrik, membuat kepanikan semakin merajalela.
Awan hitam di atas kota Wangzen bukan lagi sekadar langit mendung. Mereka berputar, seperti pusaran neraka yang siap menelan dunia.
Petir merah membelah udara; tanah retak, bangunan menyerupai bangkai tulang yang patah.
Namun ironi yang paling kelam hari itu adalah: Bukan iblis pendendam Keluarga Wang yang menghancurkan kota ini, melainkan pemimpin Wangzen itu sendiri. Patriark Wang, simbol kejayaan dan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya.
Kini, pria tua itu hampir sepenuhnya dikendalikan oleh pedang yang haus dendam dan darah.
mlh kalo baru awal2..kek semua tokoh tu mukanya smaaaaaaa..🤣🤣