NovelToon NovelToon
Istri Kontrak Sang Anak Haram

Istri Kontrak Sang Anak Haram

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Percintaan Konglomerat
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: NABABY

Kiara terpaksa menikahi Orion karena satu tujuan yaitu untuk balas dendam. Dirinya merasa dipermainkan oleh Leonard Arven Hadinata, anak sulung sebuah keluarga konglomerat Hadinata. Kiara dan Leo sudah menjalin hubungan cukup lama dan dijanjikan akan dinikahi suatu hari nanti. Namun sang pria justru menghilang tanpa satu alasan. Kiara hingga merasa sedih dan kecewa.

Kiara melakukan sebuah pernikahan kontrak dengan Orion Alaric Hadinata, sang putra tidak sah alias anak haram Hadinata. Dari Aditya Pramana Hadinata, sang kepala keluarga dengan seorang wanita yang tak diketahui siapapun. Sekaligus adik tiri dari sang putra sah yaitu Leonard.

Orion menyetujui pernikahan itu karena ia juga ingin menghancurkan keluarga yang selama ini merawatnya dari kecil. Juga untuk mencari tau dimana keberadaan ibu kandungnya sekarang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NABABY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Insiden Pendakian

Orion keluar dari kamar dengan lesu. Sebenarnya dia marah mendengar Kiara berkata seperti itu. Dia tau yang dikatakan Kiara benar, namun entah mengapa hatinya sangat sakit.

"Pak Orion, maaf... Gara-gara saya anda dan istri anda..." Sarah sengaja tidak meneruskan kalimatnya.

"Tidak apa. Semua ini hanya salah paham. Kiara bilang memakluminya." Orion melangkah pergi.

Sarah tersenyum sinis. Dirinya langsung mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Leo, bahwa rencananya berhasil.

Leo yang menerima pesan dari Sarah tersenyum puas di meja kerjanya. Tak sia-sia mempekerjakan wanita licik itu. Dia segera menyiapkan keberangkatannya menuju Dieng malam ini juga.

Pukul sepuluh lebih malam Leo bergegas pulang setelah menyelesaikan meeting dengan client. Sesampainya di kediaman Hadinata, Leo segera menghadap ayahnya. Perlahan Leo mengetuk pintu.

"Masuk." Aditya masih terlihat menandatangani beberapa berkas diatas meja.

Leo perlahan berjalan lalu berdiri dihadapan Aditya. Beberapa detik tak ada percakapan, hingga Aditya yang memulainya.

"Ada apa?" Aditya meletakkan kaca matanya mendongak melihat putranya.

"Saya harus pergi ke Dieng malam ini juga. Karena terjadi beberapa masalah yang disebabkan Orion." Kilah Leo santai.

Aditya langsung mengerutkan keningnya dan menatap curiga pada Leo.

"Masalah apa?"

"Saya kurang tau ayah. Asisten yang pergi bersama Orion mengatakan jika Orion mengalami kesulitan. Jadi aku harus kesana karena jika tidak kerjasama ini akan gagal." Jawab Leo.

Aditya menghela nafas. Tentu dirinya tak mudah dibohongi. Namun dia mengikuti permainan dari Leo.

"Baiklah, kau boleh pergi."

Leo tersenyum senang. Akhirnya dia bisa pergi menemui Kiara. Leo langsung undur diri begitu mendapatkan ijin dari Aditya. Saat Leo sudah berada diluar, Aditya langsung menelfon bawahannya.

"Ikuti Leo ke Dieng dengan diam-diam. Awasi gerak-geriknya selama disana." Nada bicara Aditya datar, namun terasa penuh penekanan.

......................

Orion dan Kiara masih terlihat canggung saat malam hari tiba. Setelah makan malam, tak ada satu patah katapun yang keluar dari mulut mereka.

"Besok aku mau mendaki." Kiara tiba-tiba membuka obrolan.

Orion yang sedari tadi terdiam di sofa, terkesiap mendengar ucapan Kiara. Alisnya naik, dia tidak lupa jika Kiara mempunyai rencana mendaki Prau. Tapi hatinya merasa tak suka dengan rencana tersebut, apalagi ditengah peristiwa yang terjadi barusan.

"Kamu nggak apa-apa pergi sendirian?" Orion bertanya dengan nada lemah.

"Aku nggak bakal sendirian. Pasti banyak pendaki yang naik. Jadi aku pasti akan ada teman." Jawab Kiara acuh.

Orion tak bisa membantah lagi. Dia ingat betul jika dirinya mengijinkan Kiara untuk naik gunung Prau jika dia berminat ikut dengannya ke Dieng. Dan sekarang dia harus merelakan Kiara untuk naik gunung sendirian meski ada rasa khawatir yang menyelinap.

Malam berlalu cukup cepat. Orion terbangun karena suara dari resleting tas Kiara. Dia melihat wanita itu sedang kembali memeriksa perlengkapan mendakinya. Orion melihat kearah jendela. Langit masih kelabu. Mendung.

"Kamu beneran bakal naik gunung hari ini? Cuacanya mendung loh. Nanti kalau hujan gimana?"

"Aku nggak apa-apa kok. Lagipula kamu semalam bilang kan kalau hari ini akan diadakan rapat disini. Daripada aku mengganggu kalian, lebih baik aku mendaki saja." Kiara masih fokus pada alat-alat yang dia bawa.

Orion hanya bisa menghela nafas. Meski dirinya khawatir, namun dia tak mampu untuk menahan Kiara.

"Kau berangkat sekarang?"Orion beranjak dari sofa yang ia tiduri semalam menuju kearah Kiara.

Kiara sudah terlihat menggendong daypacknya. Bahkan sepatu gunungnya sudah dia pakai.

"Aku antar kedepan. Pak Darma sudah aku suruh mengantarmu." Ucap Orion.

Kiara masih menjadi pendiam. Setelah kejadian Orion dan Sarah, Kiara selalu menjaga jarak dengannya. Didepan pak Darma sudah menyiapkan mobil untuk mengantarnya. Tanpa pamit atau apapun, Kiara langsung masuk dalam mobil meninggalkan Orion sendirian.

Udara dingin Dieng menusuk kulit ketika Kiara baru saja sampai di basecamp Patak Banteng. Jam menunjukkan pukul setengah sembilan pagi saat ia mulai melakukan pendakian hari ini. Setelah dia menunggu cukup lama karena dia datang sangat pagi sekali. Setelah beres mengurus simaksi, akhirnya Kiara berangkat. Kiara sengaja memilih jalur via Patak Banteng karena dia pernah naik dengan teman-temannya tiga tahun lalu.

“Baiklah, dimulai sekarang,” gumamnya sambil menarik napas panjang.

Langkah pertamanya terasa ringan, namun tanjakan demi tanjakan membuat keringat cepat bercucuran. Jalur Patak Banteng memang terkenal curam sejak awal, apalagi saat melewati seribu tangga. Pohon-pohon pinus menjulang, memberikan sedikit teduh di antara medan tanah yang licin sisa hujan semalam.

Perjalanan menuju pos pertama ia tempuh sekitar setengah jam. Nafasnya sudah tersengal, tapi semangatnya belum surut. Perjalanan dilanjutkan. Kali ini dia memilih jalur baru setelah melewati pos dua karena lebih banyak pendaki yang melewati jalur tersebut.

Hampir dua jam kemudian, Kiara sudah melewati pos-pos berikutnya. Pukul sebelas lewat, ia mulai memasuki kawasan padang rumput yang terbuka. Angin berhembus lebih kencang, namun langkahnya tetap terjaga.

Dan tepat menjelang pukul setengah satu siang, Kiara sampai di puncak Gunung Prau. Senyum merekah di wajahnya. Gunung Sindoro dan Sumbing tampak jelas dikejauhan sana. Sindoro yang begitu gagah ditemani Sumbing disampingnya.

“ Waw... Indah sekali…” bisiknya, duduk santai di rerumputan sunrise camp Prau. Ia mulai membuka tas dan mengeluarkan perbekalannya. Dia memakan dengan lahap. Maklum, setelah mendaki, perutnya terasa keroncongan.

Waktu berjalan tanpa ia sadari. Angin yang sejuk membuatnya terlena, menikmati tiap detik di ketinggian itu. Hingga saat menoleh ke arah matahari, ia terperanjat. Jam di tangannya sudah menunjukkan pukul tiga sore. Langit pun mulai menghitam, awan mendung menggantung berat.

“Waduh… aku harus segera turun.” Kiara cepat-cepat berkemas lalu segera turun.

Kali ini, ia memilih jalur lama karena menurut pendaki yang berkemah jalur lama lebih pendek meski terjal. Jadi Kiara memutuskan untuk melewati jalur lama agar cepat sampai basecamp atau setidaknya warung yang berada di pos dua. Namun baru setengah perjalanan, hujan deras tiba-tiba mengguyur. Jalan setapak yang tadinya padat berubah licin. Kiara panik, mempercepat langkahnya dengan harapan segera sampai ke bawah.

Tapi nasib berkata lain. Di sebuah turunan tajam, kakinya terpeleset. Tubuhnya terhuyung, lalu jatuh keras menghantam tanah becek.

“Akh…!” Kiara meringis menahan sakit. Ia mencoba bangkit, tapi pergelangan kakinya terasa nyeri luar biasa. Kakinya terkilir. Di tengah hujan deras, sendirian, dan tak ada siapa-siapa.

Kiara menggigit bibirnya, menahan air mata bercampur dengan air hujan yang menetes dari rambutnya. Dia segera mengambil jas hujan plastik yang dibelinya sebelum pendakian tadi.

Kiara mencoba bangkit. Kakinya bergetar akibat nyeri yang menjalar hingga area betis, tapi ia tahu tak boleh berhenti terlalu lama agar tak terkena hipotermia. Dengan menahan nyeri, ia menyeret langkah perlahan menyusuri jalur licin yang menurun.

Hujan semakin deras, membuat pandangan kabur akibat kabut yang mulai turun. Nafasnya memburu, bercampur dengan isakan yang tak bisa ia tahan.

Satu-satunya harapannya adalah sampai ke Plawangan, tempat di mana biasanya sinyal ponsel mulai muncul.

Setelah berjalan terseok-seok, akhirnya dia sampai di pos Plawangan dimana ponsel bisa mendapatkan sinyal. Dengan tangan gemetar, ia segera mengambil ponsel dari tasnya. Mencoba menelfon Orion. Satu-satunya kontak orang yang ia kenal disini.

“Orion…,” suaranya bergetar saat panggilan tersambung. Begitu mendengar suara Orion di seberang, air mata Kiara langsung pecah.

“Orion… tolong aku… kakiku sakit, aku jatuh… hujan deras… aku… aku nggak kuat lagi…” Kiara mencoba berbicara sejelas mungkin ditengah isakan tangisnya.

Di seberang sana, Orion terdengar kaget, suaranya meninggi namun penuh panik.

“Kiara! Kamu di mana sekarang? Jangan tutup teleponnya! Bertahan sebentar, aku akan segera kesana. Tolong tahan, jangan berhenti bicara denganku! Okay?”

Kiara menggigil makin hebat. Ia duduk bersandar pada salah satu pohon. Air mata bercampur hujan yang menetes deras.

“Aku takut, Orion… aku benar-benar takut…” Tangisnya makin pecah, suara serak itu membuat Orion di seberang semakin cemas.

Kiara menggenggam ponselnya erat-erat, suaranya bergetar. Di ujung sambungan, Orion terus berusaha menenangkan, meski jelas terdengar panik.

“Tolong bertahan, Kiara! Jangan pingsan, jangan lepas telepon ini! Aku akan segera sampai!”

Namun tubuh Kiara semakin lemah akibat ketakutan dan kedinginan. Kiara menggigil, bibirnya membiru. Ia menatap jalur setapak yang makin gelap diselimuti kabut dan hujan.

Dan sialnya, baterai ponsel Kiara habis mengakibatkan ponselnya mati seketika.

“Orion…” bisiknya parau.

Di tengah hujan yang tak kunjung reda, Kiara sendirian. Dan malam mulai turun di lereng Gunung Prau. Kiara hanya bisa memeluk tubuhnya sendiri berharap bantuan segera datang.

1
Eka Rahma
nungguin aku thorr
NABABY: iya...
total 1 replies
Eka Rahma
semangat
Eka Rahma
lanjut thor
Eka Rahma
lanjut thor💪
NABABY: siap kakak
total 1 replies
Hoa thiên lý
Nggak sabar lanjutinya.
Celty Sturluson
Aku sangat penasaran! Kapan Thor akan update lagi?
NABABY: Bentar kak ya, hari ini aku usahain.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!