Aruna Elise Claire, aktris muda yang tengah naik daun, tiba-tiba dihantam skandal sebagai selingkuhan aktor lawan mainnya. Kariernya hancur, kontrak diputus, dan publik membencinya.
Putus asa, Aruna memanfaatkan situasi dan mengancam Ervan Zefrano—pria yang ia kira bisa dikendalikan. Ia menawarinya pernikahan kontrak dengan iming-iming uang dan janji merahasiakan sebuah video. Tanpa ia tahu, jika Ervan adalah seorang penerus keluarga Zefrano.
“Kamu mau uang, kan? Menikah saja denganku dan aku akan memberimu uang setiap bulannya. Juga, foto ini akan menjadi rahasia kita. Tugasmu, cukup menjadi suami rahasiaku.”
“Dia pikir aku butuh uang? Aku bahkan bisa membeli harga dirinya.”
Pernikahan mereka dimulai dengan ancaman, di tambah hadir seorang bocah menggemaskan yang menyatukan keduanya.
“Liaaan dititip cebental di cini. Om dititip juga?"
Akankah pernikahan penuh kepura-puraan ini berakhir dengan luka atau justru membawa keduanya menemukan makna cinta yang sesungguhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Sepi
"Alian,"
Alian yang tengah melahap sarapannya menoleh, matanya membulat sempurna saat melihat dua sosok yang baru saja datang menjemputnya. Padahal, seharusnya bukan hari ini. Jika ia tak salah menghitung, kedua orang tuanya baru akan menjemputnya tiga hari lagi. Lalu kenapa sekarang mereka sudah datang?
"Kok jemput cekalaaang? Katanya dua minguuu, kok belum dua minggu cudah datang? Kolupciii itu ndaaa boleeeeeh," pekik Alian dengan mata membulat sempurna, ekspresinya bingung dan kecewa.
"Alian nggak kangen Mama? Mama kangen loh sama Alian," ucap wanita itu sambil tersenyum hangat, namun tanggapan Alian hanya mengerucutkan bibir dengan kesal.
"Ayo Mba, Mas, duduk dulu. Aku buatkan teh, ya?" Aruna menawarkan dengan sopan, berusaha mencairkan suasana yang agak tegang.
"Jangan repot-repot, Na. Kita ke sini sebentar saja karena Mas Kyle akan bertemu rekan bisnisnya. Bagaimana, masalahmu sudah selesai?" tanya wanita itu penasaran.
Gladis, nama wanita itu yang merupakan ibu dari Alian. Bersama sang suami, Kyle Robert, mereka datang untuk menjemput putra mereka yang dititipkan beberapa waktu di rumah Aruna. Namun, tampaknya kedatangan mereka tak disambut hangat oleh Alian yang masih ingin tinggal lebih lama.
"Sudah, Mba. Sudah selesai," balas Aruna dengan senyum lebar yang berusaha menenangkan.
Gladis dan suaminya saling bertukar pandang. Ada terbesit kecemasan di mata Gladis sebelum akhirnya ia kembali menatap Aruna dengan ekspresi yang agak berbeda.
"Aruna, maaf ... yang diberitakan benar? Kamu sudah menikah?" tanya Gladis hati-hati, jelas penuh rasa ingin tahu namun tetap menjaga etika.
Aruna tersenyum lembut dan mengangguk, "Iya, Mba. Maaf baru memberi tahu."
Gladis tersenyum lebar dan mengusap lengan Aruna dengan lembut, "Mba justru senang mendengarnya. Bahagia selalu, ya."
"Terima kasih. Mau aku kenalkan dengan suamiku? Sebentar, aku panggil dulu," ucap Aruna yang kemudian bergegas memanggil Ervan. Tak lama, ia kembali bersama pria itu.
Gladis dan Kyle berdiri dan menyambut Ervan dengan hangat. Mereka berjabat tangan dengan sopan, dan Aruna memperkenalkan dengan senyum tulus.
"Mereka orang tua Alian," terang Aruna.
Ervan mengangguk sopan, "Alian pulang hari ini ya? Padahal, tadinya saya mau ajak dia ke taman kota. Tapi sepertinya harus ditunda dulu."
Kyle tersenyum, "Alian sering minta menginap di sini. Sepertinya kalian akan sering bertemu. Apalagi setiap malam Sabtu sampai malam Senin, dia pasti di sini."
"Oh ya? Sesering itu ya ternyata. Maaf, saya nggak tahu karena istri saya ini nggak menjelaskan," ucap Ervan sambil menampakkan senyum tipis dan memeluk pinggang Aruna lembut. Gerakan itu membuat Gladis dan Kyle saling melirik dan tersenyum kecil.
"Oh ya, kami tak bisa lama. Ayo Alian, kita pulang," ajak Gladis sambil mengulurkan tangan pada putranya.
Aruna bergegas pergi dan kembali dengan tas Alian di tangannya. Ia menyerahkan tas itu kepada Kyle, lalu berlutut di hadapan Alian yang jelas menunjukkan wajah kecewa. Matanya memerah, bibirnya mengerucut. Melihatnya begitu, Aruna menahan air mata yang nyaris tumpah.
"Sekarang hari Selasa, kan? Malam Sabtu, Alian akan kembali menginap di sini. Jangan sedih, oke?" ucap Aruna lembut, tatapannya berkaca-kaca seolah enggan berpisah.
Alian mengangguk pelan, namun ekspresinya menunjukkan sebaliknya. Hidungnya terlihat kemerahan, air matanya sudah menggenang.
"Benel yah, jemput Lian nanti. Kalau Nda, Lian pecan ojoool cendili nanti," ucapnya dengan suara bergetar yang membuat Aruna terkekeh, meski matanya tetap sembab.
"Iya, nanti Aunty jemput," balas Aruna sambil mengusap pipi Alian dan meng3cup hangat kening serta pipi gembulnya. Setelah itu, ia berdiri dan menyerahkan tangan Alian pada Gladis.
"Mba, terima kasih," ucap Aruna tulus.
"Kami pergi dulu," jawab Gladis sambil menggandeng Alian keluar bersama Kyle. Namun sepanjang jalan menuju pintu, Alian terus menoleh ke arah Aruna, menatapnya lama seolah berharap waktu berhenti. Aruna melambaikan tangan, menahan air mata yang akhirnya jatuh juga.
Begitu mobil yang membawa Alian berlalu, Aruna menepis air matanya. Ia pun berbalik, tapi langkahnya terhenti. Ervan sudah berdiri di belakangnya, menatapnya dengan ekspresi sulit ditebak.
"Kayak pisah sama anak sendiri aja," celetuk Ervan.
Aruna langsung menatap wajahnya, penuh perasaan. "Alian dari kecil sama aku. Wajar kalau aku sedih," ucapnya lirih. Ia lalu melangkah pergi, meninggalkan Ervan yang mengangkat bahunya acuh, meski pikirannya tak sejalan.
"Kedua adikku sejak kecil bersamaku. Tapi ketika keduanya pergi, tak ada rasa sedih sama sekali. Justru ... hatiku malah bahagia. Apa aku ini nggak waras?" batin Ervan.
.
.
.
.
"Byee Beeeb! Jangan lupa berc0c0k tanam yah mumpung mau hujan ini!" seru Neo sambil melambaikan tangan dari atas motor yang dikendarai Reva. Seharusnya Neo yang menyetir, tapi dia sama sekali tidak bisa menyetir motor.
Aruna menatap langit mendung, heran. "Berc0c0k tanam? Bukannya kalau hujan malah gagal, ya?"
Neo berdecak kesal, memutar bola mata lalu memalingkan pandangannya ke Ervan yang berdiri di belakang Aruna.
"Heh Jantan! Sebagai Jantan yah, ny0soor duluan! Masa nunggu dis0s0r dulu! Mana Jantannya? Atau mau ikut ala-ala Jantan cantik kayak aku?" teriak Neo dengan suara cempreng dan blak-blakan.
Barulah Aruna mengerti maksud Neo. Wajahnya langsung memerah dan ia cepat-cepat mendorong Ervan masuk ke dalam rumah.
"Nggak usah didengar," katanya sebelum membanting pintu dengan suara keras.
Neo dan Reva tertawa keras dari atas motor mereka, yang lalu melaju meninggalkan halaman rumah Aruna. Di dalam rumah, suasana berubah hening dan canggung. Keduanya, Aruna dan Ervan saling diam, seolah masih meresapi kata-kata yang terlontar tadi.
Akhirnya, Ervan memecah keheningan, "Mama memintaku pulang. Kamu sendirian di rumah ... nggak apa-apa kan?"
Aruna menoleh, gugup. "Eh? Hah? Pulang?"
Ervan mengangguk tenang. "Iya. Lagian tugasku di sini sudah selesai, bukan?"
"Ma-masih! Kita kan harus bikin k0nten bareng. Biar kelihatan kalau nikahnya beneran," seru Aruna, berusaha mencari alasan. Suaranya sedikit memohon, dan sedikit tidak yakin.
Ervan terdiam sejenak, matanya menatap Aruna dalam-dalam. "Tapi enggak hari ini, kan?"
Aruna menggeleng cepat, lalu bertanya pelan, "Kamu ... kamu mau pulang banget, ya?" Ada harapan yang mengendap di balik pertanyaannya, seolah tak ingin ia pergi.
Ervan mengangguk, "Ya. Jaga dirimu baik-baik."
Tanpa berkata lebih lanjut, Ervan melangkah pergi, meninggalkan Aruna yang terpaku. Rumah yang sebelumnya riuh kini kembali sepi. Ia berjalan lunglai menuju sofa, lalu menjatuhkan dirinya ke sana dengan lelah.
"Apa hidupku akan selalu ... kesepian?" bisiknya lirih, nyaris tak terdengar, namun perihnya menggema di seluruh ruang hatinya.
____________________
Lunaaaaas😍
masih curiga pokoknya aku klo blm kebuka ini misteri bpknya alian,,tersangka ku ttep benihnya ervan yg ditanam dirahim aruna 😂😂