"Nak!" panggil Pak Basuki. "Masih belum rela, ya. Calon suami kamu diambil kakak kamu sendiri?"
Sebuah senyum tersungging di bibir Sashi, saat ini mereka sudah ada di sebuah restoran untuk menunggu seseorang.
"Ya sudah, mending sama anak saya daripada sama cucu saya," kata sang kakek.
"Hah?" kaget Sashi. "Cucu? Maksudnya, Azka cucu eyang, jadi, anaknya eyang pamannya Mas Azka?"
"Hei! Jangan panggil Eyang, panggil ayah saja. Kamu kan mau jadi menantu saya."
Mat!lah Sashi, rasanya dia benar-benar tercekik dalam situasi ini. Bagaimana mungkin? Jadi maksudnya? Dia harus menjadi adik ipar Jendral yang sudah membuangnya? Juga, menjadi Bibi dari mantan calon suaminya?
Untuk info dan visual, follow Instagram: @anita_hisyam TT: ame_id FB: Anita Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selingkuhan?
Pagi itu, di meja makan, duduklah seorang pria dengan postur tegap, mengenakan kemeja putih berkerah tinggi yang dilipat lengan hingga siku. Rambutnya tersisir klimis, wajahnya segar meski di bawah mata tampak ada bayangan gelap samar, mata panda yang tidak bisa berbohong.
Sashi duduk di seberang, mengenakan tunik panjang warna sage yang lembut dan rok putih bersih. Rambutnya digulung tapi di dalam kerudung instan yang belum sempat ia rapikan sempurna. Ia terus mencuri pandang ke arah Dirga, mencoba membaca gurat ekspresi di wajah suaminya itu yang terlihat... agak lelah?
Ia berdehem pelan, lalu membuka suara, "Mas... itu, bawah matanya kayak... Item. Kurang tidur?"
Dirga yang tengah menuangkan teh langsung berhenti sejenak. Ia menoleh dengan gerakan kaku, sedikit kikuk.
"Hmm?" gumamnya, seolah tak mengerti.
"Itu, matanya. Ada kantong hitamnya. Mas sakit?"
Dirga buru-buru membuang pandangan, menyesap tehnya. Ia tidak mungkin mengatakan kalau semalaman dia tidak bisa tidur, sebab istrinya yang malah tidak bisa berhenti bermain di atas anak buahnya yang menegang kaku.
"Enggak. Aku sehat. Kamu selesaikan sarapanmu, kita harus berangkat sebelum jam delapan. Aku sudah janji sama bagian registrasi."
Perempuan itu mengangguk kecil, mengambil sesendok nasi uduk dan menyuapkannya perlahan. Tapi tatapannya masih jatuh ke wajah suaminya itu. Pria yang menurut Bibi, sangat rapi, sangat disiplin, sangat... semuanya harus tepat waktu. Bahkan makan pun tak boleh lebih dari pukul tujuh pagi. Dan kini, pria se-disiplin itu, duduk bersamanya, menatapnya, dan menungguinya makan.
"Tuan Muda, ini ikannya," ucap Mbak Ika lembut sambil menyodorkan sepiring ikan panggang madu yang tampak menggiurkan.
"Terima kasih." Tapi tanpa menoleh ke arah Mbak Ika, Dirga mengambil sepotong dan, alih-alih menyuapinya ke mulut sendiri ia malah menyodorkannya ke piring Sashi.
Mata Sashi sempat menatap heran, tapi dengan cepat ia menangkap ekspresi Mbak Ika yang menegang, alisnya mengerut samar.
Sashi pun tersenyum kecil. Ia menatap Dirga dengan senyum tak biasa. "Aku nggak bisa makan ikan, Mas. Takut ketelan durinya."
Entah kenapa, kalimat itu mengandung isyarat. Dan entah kenapa juga, Dirga langsung tanggap.
Ia memindahkan piring ikan ke hadapannya, lalu dengan tenang menggunakan sendok dan garpu untuk memisahkan daging dari duri. Gerakannya teliti, seperti seorang ahli bedah yang membedah luka, sabar dan fokus.
Ah, Sashi hampir lupa kalau suaminya memang dokter bedah yang begitu dipuja-puja.
Kemudian, ia mendorong kembali potongan daging bersih ke piring Sashi. "Udah nggak ada durinya. Makanlah."
Sashi terkesiap. Tidak hanya karena perlakuan lembut itu, tapi karena... ia tahu seseorang sedang menatapnya dengan penuh murka dari seberang dapur.
"Makasih, Mas," gumamnya pelan.
Dirga hanya mengangguk, melanjutkan makan tanpa menanggapi sorot mata Mbak Ika yang kini penuh api yang tak bisa disembunyikan.
** **
Setelah bergabti pakaian dan berpamitan pada Bibi dan Mbak Ika, Sashi berjalan pelan ke halaman depan, mengikuti Dirga yang sudah lebih dulu menuju mobil G-Class hitam miliknya. Mobil gagah itu terparkir rapi di depan teras, mengilap seperti baru keluar dari showroom. Sashi menatapnya dengan ekspresi setengah kagum, setengah bingung.
"Masya Allah..." gumamnya lirih. "Mobil atau kapal induk?"
Dengan langkah ragu, ia berdiri di sisi penumpang, mencoba membuka pintu. Tapi handle-nya tidak langsung bisa ditarik seperti mobil biasa. Ia mencoba menekan, menarik, memutar—semuanya gagal. Bahkan sempat terdengar klik kecil seperti alarm aktif.
Sashi mengerutkan dahi, lalu berdiri tegak sambil berpura-pura melihat ke arah langit seolah-olah sedang menikmati cuaca pagi. Setelah itu, ia mencoba lagi membuka pintu, kali ini dengan tenaga lebih besar. Tapi tetap tidak berhasil.
"Kenapa susah banget sih..." bisiknya sebal, lalu mencoba mengetuk pelan jendela.
Dari sisi kemudi, Dirga sudah memperhatikan sejak tadi. Ia kembali keluar dari mobilnya, untuk membuka pintu.
"Silakan!"
"Makasih, Mas." Sashi mencoba untuk naik tapi malah hampir jatuh, untung Dirga menahannya dari belakang.
"Pelan-pelan, Nyonya Muda."
Sashi merengut, masuk ke mobil dengan gerakan pelan, dan begitu duduk, dia membenarkan kerudungnya sambil berdehem kecil.
Pria itu menggeleng kemudian berjalan mengitari mobil, setelah di dalam Sashi belum sempat memasang seat belt, Dirga sudah memutar ke sisinya, membungkuk, dan membantu memasangkan sabuk pengaman dengan cekatan.
Gerakan itu begitu dekat, hidung mereka hanya terpisah beberapa senti saja.
"Makasih, Mas," gumam Sashi dengan suara pelan dan pipi memerah.
Dirga menatapnya sejenak, lalu duduk kembali di kursi pengemudi. "Baru seperempat hari, udah kayak aplikasi yang sering ngucapin 'terima kasih' tiap klik tombol."
Sashi hanya menunduk, mencoba menyembunyikan senyum kecil yang tumbuh di sudut bibirnya. Lalu dia harus bagaimana, suaminya ini terlalu baik dan dia tidak biasa tidak mengucapkan terima kasih.
KOMANDO KESEHATAN ANGKATAN DARAT – Pendaftaran Istri Personil
"Kita... daftar ke sini?"
Pria itu menoleh sambil mengunci mobil, "Iya. Kamu harus punya identitas sebagai istri anggota aktif. Nanti ada pemeriksaan dasar juga. Tes kesehatan ringan. Standar."
"Aku harus periksa juga?" tanya Sashi.
"Tenang. Gak bakal disuntik," jawab Dirga santai, membuat Sashi mengernyit pelan, antara lega dan kesal.
"Siapa juga yang takut disuntik." Ia menggerutu.
Sashi berjalan di belakang Dirga, mengikuti langkah kaki panjang suaminya itu. Namun, belum seberapa jauh, mereka malah dihadang seorang perempuan dengan pakaian serupa seperti Sashi saat ini. Apa mungkin dia juga ingin mendaftar untuk pernikahan?
"Komandan!" panggil perempuan itu sambil tersenyum. Ia memberikan hormat kecil. Kemudian melirik ke belakang Dirga. "Siapa?" tanyanya penasaran. "Selingkuhan komandan?"
eng ing eng.... kagak sabar terbongkar nya semua orang rumah
bisa jadi penugasan dirga ada campur tgn ayah Azka.
bagaimana pun Bunda Far ..
istri kedua pak basuki...
jadi pasti mereka tidak suka pada Dirga..
❤❤❤❤
dan dikirim ke sashi oleh ika..
biar gak ketahuan dari Azka..
kan bisa pakai nomor lain..
bisa jadi emang kerja sama ika ama Azka..
❤❤❤❤❤
❤❤❤❤❤