NovelToon NovelToon
Kurebut Suamiku

Kurebut Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: megatron

Sagara mengalami hilang ingatan setelah kecelakaan tragis, tidak ada kenangan Lania dalam pikirannya.

Lania merasa sedih, terlebih-lebih Sagara hanya mengingat sekertaris-nya yang tak lain adalah Adisty.

Peristiwa ini dimanfaatkan Adisty untuk menghasut Sagara agar menceraikan Lania.

Lantas, dapat kah Liana mempertahankan rumah tangganya?
Apakah ingatan Sagara akan kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megatron, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nomor tak Dikenal

Ponsel Lania bergetar di atas meja. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar, tanpa nama, tanpa lokasi. Raut wajahnya mengeras sejenak, dia melihat ke arah Pandu sembari menunjukkan layar ponsel.

“Angkat aja, pakai pengeras suara,” perintah Pandu.

Jemari gemetar Lania menggeser logo berwarna hijau di monitor ponsel. “Hallo?” suaranya terdengar tenang.

Dari seberang sana, suara perempuan terdengar—dingin, datar, dan penuh tekanan yang nyaris tak terdengar emosi.

“Lania. Kamu seharusnya lebih berhati-hati dalam bertindak.”

Lania spontan berdiri dari tempat duduknya. Napasnya tercekat, sorot mata waspada menyapu sekitar ruangan mencari arah suara itu berasal. Dia menghentikan tatapan liar ke tempat Pandu berada—mencari pegangan agar tak goyah.

Perasaan takut menyelimuti saat ini, Lania memang memiliki tekad sekuat baja, tetapi sisi lain dirinya merasa gentar.

“Siapa ini?”

Terdengar tawa pelan—sinis. “Itu tidak penting. Yang penting adalah… aku tahu ke mana kamu pergi, dengan siapa kamu bicara, dan apa yang sedang kamu coba bongkar.”

Jantung Lania berdegup makin kencang. Dia mencoba tetap tenang. Kemudian menggertak balik perempuan di seberang sana.

“Kalau kamu pikir bisa menakuti aku dengan cara ini, kamu berhadapan dengan orang yang salah!”

"Oh, benarkah aku belum membuatmu takut?” ucapannya syarat akan ejekan, lalu mengimbuhi, “... suara tarikan napasmu sekarang ... sudah cukup menyenangkan untuk didengar.”

Kedua kaki nyaris kehilangan tenaga, Lania jatuh terduduk di sofa. Suara itu terdengar samar dimodifikasi, seperti melalui perangkat pengubah suara atau rekaman suara dengan filter digital. Tak ada tanda-tanda aksen, tak ada petunjuk.

Cekatan Pandu berpindah tempat, telapak tangan menepuk lembut pundak Lania, bermaksud menyalurkan energi supaya lebih kuat. Begitulah fungsi seorang teman, dia akan selalu berdiri di sampingnya.

“Jangan coba-coba mendekati orang-orang yang tak seharusnya kamu dekati. Atau akan ada yang terluka. Termasuk... orang yang kamu cintai!” tegas orang tidak dikenal itu.

Telepon langsung terputus. Tidak ada waktu bagi Lania untuk membalas, hanya barisan nomor yang entah apa bisa ditelusuri. Layar kembali gelap.

Sesaat dia hanya membeku, lalu dengan cepat meletakkan ponsel ke atas meja dan duduk. Nafasnya kini memburu, bukan karena kalut—tetapi karena kemarahan dan kewaspadaan yang meningkat.

Dia tahu… ini bukan ancaman biasa. Dan orang di seberang itu, siapa pun dia, benar-benar mengincarnya.

“Ada apa ini? Kamu pucat sekali, Lan.” Mama Yuris bergabung ke ruang tamu, dia meletakkan es teh dan stoples biskuit. “Pandu?”

Sebelum memberi penjelasan keduanya saling tatap, Lania menelan ludah di tenggorokan yang kering. Dia tidak berniat mengatakan yang sejujurnya. “Lania masih memikirkan kejadian semalam, Ma.” Tidak sepenuhnya bohong, penyusup itu menghantui pikiran.

“Oh, Lania, Mama harus apa?” Tatapan lembut wanita paruh baya itu mengurangi ketegangan di paras cantik Lania, Mama Yuris mengusap jemari dingin sang menantu. “Mama tidak mau kamu lelah, istirahatlah Sagara janji akan pulang secepatnya.”

Karena tahu batasan, Pandu hanya menatap sembari pindah tempat—tidak menyela. Duduk tenang di seberang Lania, memberi ruang bagi pikiran sendiri untuk menyerap apa yang baru terjadi.

“Mama buatkan teh hangat dulu,” pungkas Mama Yuris, tetapi dicegah oleh Lania.

“Lania buat sendiri aja, Ma, sekalian mau cuci muka.” Beranjak dari Sofa dan berjalan perlahan menuju dapur. Dia tidak menoleh sama sekali, hatinya berkecamuk saat ini. Mama mertua maupun Pandu sengaja tidak mengikutinya, mereka tetap di ruang keluarga.

Begitu sampai dapur Lania bersandar ke lemari pendingin, berusaha menahan segala gempuran pikiran yang menakutkan.

Tangan Lania masih sedikit gemetar ketika mengambil air dari dispenser. Dia membuat teh favoritnya, menghirup aroma menenangkan ketika menyeruput perlahan. Lalu, melangkah ke teras belakang—membasuh muka di wastafel dan mencari udara segar.

“Lan,” seru Mama Yuris setelah sekian menit, “ini Pandu mau pamit.”

“Ya, Ma.” Lania bergegas masuk ke ruang tamu, temannya sudah berdiri dan berjalan menuju pintu. “Buru-buru sekali, maaf aku tidak memperlakukan mu dengan baik.”

“Tidak apa, Lan. Kamu baik-baik ya, telepon kalau butuh apa-apa.” Senyum tulus tersungging lebar di bibir Pandu.

Lania mengangguk pelan, mengantar sampai bibir pintu dan masuk setelah Pandu hilang dari jangkauan mata. Dia mendapatkan pelukan hangat dari Mama Yuris.

“Dia pria yang baik,” bisik Mama Yuris.

Senyum merekah, Lania membalas, “Tidak cukup baik menurut Sagara.”

“Karena Sagara mencintaimu, Lan.” Sembari melepaskan pelukan, Mama Yuris memandang Lania dengan sayang. “Kamu harus istirahat, jangan tanggung beban ini sendirian.”

Lania mengangguk gamang, mana mungkin dia bisa istirahat saat masalah yang dihadapi kian pelik. Mama mertua masuk ke ruangan lain di rumah megah itu, sedangkan dia mengambil ponsel di atas meja.

Bersama tarikan napas panjang, Lania menekan tombol cepat ‘hubby’ di ponselnya. Dua kali nada sambung… tiga… baru tersambung. Suara keramaian rapat terdengar sayup di latar, kemudian pintu tertutup dan suasana hening di ujung sana.

“Sayang? Ada apa? Aku masih rapat, tapi—kenapa … kamu baik-baik saja?” nada bicara Sagara mengisyaratkan kekhawatiran.

Suara suaminya yang akrab membuat dada Lania lebih plong, meski lidahnya masih terasa kaku.

“Aku… baru dapat telepon. Nomor tak dikenal. Suaranya perempuan—sengaja dimodifikasi. Dia mengawasi gerak-gerik ku, Ga.”

“Dia mengancam?” tanya Sagara, panik.

“Iya. Dia bilang orang yang kucintai bisa terluka kalau aku terus ‘menggali’ sesuatu.”

Hening sejenak di seberang. Lania seakan-akan membayangkan ekspresi Sagara—alis mengernyit, rahang mengeras, jemari menekan gagang pintu rapat agar tak ada yang mendengar.

“Dengar aku. Jangan pergi ke mana pun sendirian. Nomor tak dikenal itu kirim ke aku sekarang, biar IT tracking.”

“Belum aku simpan, nanti kirim. Aku takut kamu … atau ...” Tidak sanggup melanjutkan, Lania mengkhawatirkan semua orang di sekelilingnya.

“Andai aku ada di sampingmu,” bisik lembut Sagara membelai Lania dari jarak jauh. Samar ketukan pintu menyusup Indra pendengaran. Mengingatkan dia bahwa kuasa hukum sudah, menunggu. “Aku akan kembali rapat sebentar, Sayang, tidak akan kubiarkan mereka menyentuhmu. Jangan khawatir, tunggu aku.”

Meski jarak memisahkan, Lania merasakan janji itu melintas jaringan, memasuki hatinya. Dia menutup mata, meresapinya.

“Aku tunggu,” ucap Lania mantap.

Telepon terputus. Lania menyalin dan mengirim nomor asing ke Sagara, lalu masuk ke dapur untuk mengambil teh.

Lania bernapas panjang—membiarkan ketenangan yang baru saja disuntikkan Sagara meresap. Di balik ketenangan itu, tekadnya makin mengeras: siapa pun perempuan di balik suara ponsel itu, akan dia bongkar sampai akar.

Dia harus bertanya kepada orang kepercayaannya, “Halo, Naya, gimana—Adisty ... dia terlihat baik-baik aja, maksudku apa sempat meninggalkan ruang meeting?”

1
[AIANA]
wah dia bukan mak lampir, ternyata dia iblis,
[AIANA]
mak lampir plis hus hus hus.
[AIANA]
tantang aja. kalau kamu (Sagara) masih memperlakukan lania dg buruk dan memilih mak lampir, aku dg tangan terbuka akan menampungnya. hahahaha
Mega: Hahaha, siap jadiin ayam geprek ya.
total 1 replies
Queenci Kim
💃🏻💃🏻
Iza
😭😭😭
[AIANA]
nah, jadi orang bodoh lagi kan. sebel aku lama2
Mega: Sabar-sabar, masih awal.
total 1 replies
[AIANA]
ini si Sagara, sekalipun ilang ingatan. sekalipun yg dia ingat adalah perdebatan tentang perceraian. kok dia lupa sama hatinya ya? ada hal lain kah yg belum dibahas?

jujur selain hasutan nenek lampir, atau ingatan ttg Lania, smp saat ini keinginan sagara sendiri ga jelas
Mega: Sagara jadi korban penulis plin-plan. kikikikik
total 1 replies
[AIANA]
waktu istri
Mega: Banyak banget typo ternyata ya. kikikikik. nulisnya sambil-sambil. Nanti, deh, revisi lagi. makasih
total 1 replies
[AIANA]
bentar, aku ga salah kan? skg ini si Lania kondisi hamil kan ya?
Mega: Iya, kikikikikikik.
total 1 replies
Mega
MasyaAllah dapat kejutan aku. Makasih sudah sempatkan mampir. kikikikikikik
[AIANA]
lihai bener sih ini nenek lampir
kamu dapat inspirasi dari mana jal
[AIANA]
meninggal kamar. sereeem.
hai sayang. aku datang karena penasaran
Mega: Ayo mulai nulis lagi
[AIANA]: semangat!!! aku bangga padamu. kamu aja kyk gt apalagi aku. malu udah hiatus 1th
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!