Dalam satu hari hidup Almira berubah drastis setelah menggantikan kakaknya menikah dengan King Alfindra. CEO yang kejam dan dingin.
Apakah Almira sanggup menghadapi Alfin, suami yang ternyata terobsesi pada kakaknya? Belum lagi mantan kekasih sang suami yang menjadi pengganggu diantara mereka.
Atau Almira akan menyerah setelah Salma kembali dan berusaha mengusik pernikahannya?
Yuk simak ceritanya, semoga suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Kisah yang belum usai
Tangan Alfindra mengudara, akan tetapi bukan wajah tampan kekasihnya yang jadi fokus langsung Salma. Melainkan cincin yang ada di jari manis Alfindra.
Beberapa bulan lalu, Alfindra memang mendesak dirinya dan mengajaknya untuk menikah. Namun, bagi Salma yang karirnya sebagai dokter obgyn tengah naik, gadis itu tak menggubris permintaan Alfindra. Ia bahkan abai saat ponsel sang kekasih dipenuhi sosok Hana Arraya.
Salma bukan tidak tahu siapa gadis itu, ia pernah beberapa kali berpapasan dengan Hana saat jalan bersama Alfindra. Namun, ia tak menyangka wanita itu benar-benar diincar kekasihnya.
"Masuk!" Alfindra duduk di kursi kemudi. Hanya menurunkan kaca sedikit tanpa berniat membukakan pintu untuk Salma.
Salma mematung di tempat, dari segi perlakuan saja Alfindra sudah benar-benar berubah.
Jika benar Alfindra bersikap seperti ini karena mendapatkan Hana, ia adalah orang pertama yang merasa tersakiti. Memikirkan kemungkinan itu tentu hati Salma jadi memanas. Selama ini, ia terlalu percaya diri jikalau Alfindra akan selalu disisinya apapun yang terjadi, rela menunggu sampai benar-benar siap, bahkan selalu mencintainya meski Salma sendiri terus menerus mencari alasan.
Dengan gerakan lambat, Salma meraih handle pintu setelah membuka sneli putihnya dan menyampirkan di tangan. Blouse warna hitam seolah mewakili hatinya yang mendung saat ini.
"Fin!" lirihnya pelan.
Alfindra tak menjawab, ia melajukan mobilnya ke caffe terdekat. Sialnya, Alfindra langsung membawa Salma duduk tanpa ingat siapa pemilik caffe-caffe yang terkenal di sekitar kantornya.
Arrayan memang bukan CEO, tapi dia juga pembisnis muda. Merintis kariernya dengan meneruskan caffe milik keluarga yang cabangnya ada dimana-mana. Seperti biasa, Rayyan membantu para pegawainya untuk melayani para pembeli. Termasuk pria-pria berjass yang sering melakukan meeting atau bahasan kerja sama di caffe-nya.
"Permisi Tuan, mau pesan apa?" tanya Rayyan ramah.
"Capucinno latte dua." bukan Alfindra yang menjawab melainkan Salma. Mereka memang memiliki selera yang hampir sama. Hal itulah yang membuat keduanya dulu merasa sangat cocok. Namun, akhir-akhir ini memang Alfindra merasa bosan dan ingin sesuatu yang lain.
"Oke siap, tunggu sepuluh menit. Ada tambahan lagi?"
Alfindra menggeleng sementara Salma langsung diam. Bahkan untuk sekedar makan bersama saja, sang kekasih sudah tak berminat.
"Al, sorry aku selalu sibuk. Aku udah coba hubungi kamu, tapi nomor lama kamu kenapa gak aktif?" tanya Salma memulai pembicaraan.
"Hm, terus? Memang kalau nomorku gak aktif, kamu ada inisiatif ke kantor?" sinis Alfindra.
"Bukan gitu, aku sibuk." Salma menunduk.
"Kamu tahu kan kalau pasien obgyn makin banyak, dan rumah sakit cuma ada,--"
"Terserah," potong Alfindra.
Membuat da da Salma semakin sesak dan menyesal, prianya berubah menjadi dingin.
"Al kita masih pacaran kan?" tanya Salma bersamaan dengan Rayyan mengantarkan minum disana.
"Alfindra, kamu tau kan aku sayang kamu. Kita masih pacaran kan," seru Salma mulai terisak.
Deg.
Rayyan mengerutkan dahi dan memasang kuping, "Alfindra? Apa itu orang yang sama dengan suami Almira-nya?" batin Rayyan bertanya-tanya.
"Kamu lihat ini, aku sudah menikah sekarang!" Alfindra mengangkat jari manisnya, melirik sinis juga ke arah Rayyan seolah ingin memberitahu kalau dia adalah suami Almira. Namun, Alfindra masih cukup waras untuk menghindarkan Almira dari amukan Salma. Ia membiarkan gadis di depannya ini menerka-nerka dulu dengan siapa Alfin menikah.
"Nggak! Nggak mungkin. Kamu gak akan segampang itu menikah dengan Hana kan?" cerca Salma.
"Gadis itu, gadis yang foto-fotonya ada di ponselmu?" ulangnya dengan mata berkaca.
"Iya."
Rayyan memilih pergi, ia tak mendengar apapun lagi setelah pengakuan pemebeli tadi.
Yang Rayyan tahu hanya, pembeli itu bernama Alfindra dan dia sudah menikah.
Namun, untuk jaga-jaga Rayyan pun memotretnya dari kejauhan dan memilih menanyakannya pada Almira.
"Alfindra kamu jahat ya," seru Salma terisak. Sampai memancing pembeli lain menoleh ke arahnya.
"Kamu sendiri yang memulainya. Aku sudah bilang bukan dari awal, aku tidak suka ditolak apalagi dibantah? Apa kamu mengerti artinya itu. Jadi, jika di dunia ini ada wanita yang mau menikah denganku dan mengandung anakku segera. Untuk apa aku repot-repot menunggumu yang sok sibuk?"
"Al, kamu keterlaluan. Setidaknya kamu bisa datangi aku dan bilang baik-baik bukan?" Salma masih sesegukan tak terima. Ia menggenggam tangan Alfindra akan tetapi segera ditepis oleh lelaki itu.
"Sudah kan?" tanya Alfindra dengan wajah datar.
"Sejak kamu nolak menikah denganku, sejak itu juga aku menganggap hubungan kita berakhir. Toh selama ini kita sudah los kontak."
"Tapi, Al?"
"Aku sudah menikah, dan kamu harus tahu itu. Jangan ganggu lagi," seru Alfindra.
"Aku balik, dan sudah pesan taksi online buat kamu!" pamit Alfindra.
Salma mengepalkan tangan tak terima, kalau sampai ia bertemu dengan wanita bernama Hana itu. Salma tak akan segan membuat perhitungan. Sekarang mungkin Alfindra sedang marah dengannya, akan tetapi ia adalah gadis pintar yang bisa melakukan banyak cara untuk mendapatkan kembali miliknya.
"Tenang Sal, kamu bisa buat dia kembali," gumamnya berusaha menenangkan diri.
Alfindra berjalan ke arah kasir untuk membayar bill tagihan. Kebetulan Rayyan berada disana, tentu hal itu dimanfaatkan Alfindra untuk memperingati Rayyan.
Setelah selesai melakukan pembayaran, ia mendekat ke arah Rayyan.
"Kamu yang namanya Rayyan?"
Rayyan menoleh, "ya?"
"Saya peringatkan kamu untuk menjauh dari Almira, dia istri saya. Dan kamu harus sadar diri," seru Alfindra melirik remeh ke arah Rayyan.
"Dibanding saya, kamu gak ada apa-apanya."
"Oh ya? Kalau begitu, bersikaplah layaknya pria sejati yang melindungi perempuannya. Bukan apa-apa pengawal, apa-apa nyuruh orang. Almira bukan tahanan, dia bebas melakukan apapun tanpa harus mendapat teguran dari pengawalmu. Saya kasih tahu kamu satu hal, perempuan suka sesuatu yang membuatnya nyaman!" tegas Rayyan sebelum pergi.
Alfindra mengepalkan tangannya tersinggung, ia marah dengan perkataan Rayyan meski hal itu benar adanya.
"Awas kamu, saya akan buktikan kalau saya lebih dari layak dibanding kamu," sinis Alfindra menatap punggung Rayyan yang mulai menghilang. Hari ini sudah cukup banyak hal membuatnya emosi termasuk kedatangan Salma ke kantor tadi.
"Ah Almira, sedang apa dia sekarang?" gumam Alfin pelan menatap langit cerah membuatnya tak sabar untuk segera pulang.
Sementara Salma, matanya memerah menangisi sikap Alfindra yang benar-benar sudah meninggalkannya seorang diri. Mau tak mau ia pun pulang bersama taksi yang sudah Alfindra pesan untuknya tadi. Dan yang ada di otak buntu Salma adalah, bagaimana caranya bertemu Hana dan memaki-makinya. Atau pilihan lain adalah menbujuk orang tua Alfindra. Mengingat Salma pernah beberapa kali berkunjung ke rumah orang tua Alfindra.