Mati-matian berusaha dan berakhir gagal membuat Deeva enggan membuka hati, tapi sang ibu malah menjodohkannya tepat dimana perasaannya sedang hancur. Diantara kemalangannya Deeva merasa sedikit beruntung karena ternyata calon suaminya menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
"Anggap gue kakak dan lo bebas ngelakuin apa pun, sekalipun punya pacar, asal nggak ketahuan keluarga aja. Sebaliknya hal itu juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?" Arshaka Rahardian.
"Adil, Kak. Aku setuju, setuju, setuju banget." Deeva Thalita Nabilah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanggung jawab
Dewa melepas jaketnya dan memberikannya pada Deeva, "pake! ntar lo kedinginan."
Karena Deeva hanya diam, Dewa berinisiatif memakaikannya.
"Kayaknya gue pulang bareng Kak Shaka aja deh, Wa." Ucap Deeva.
"Udah sama gue aja. Abang lo masih ada kerjaan. Lagian barusan juga kan gue udah izin." Dewa menarik resleting jaket Deeva hingga atas.
"Tapi kan Kak Shaka belum ngasih izin."
"Dia bilang terserah, jadi nggak masalah. Buruan naik keburu ujan!" Dewa yang sudah berada di atas menurunkan step belakang.
"Cepetan udah mendung ini, takut ujan kalo lo kelamaan."
"Ntar kita mampir dulu ke toko helm depan. Bahaya kalo lo nggak pake helm." Jelas Dewa.
"Tapi jangan ngebut." Jawab Deeva.
"Tenang, bareng gue dijamin aman." Jawab Dewa seraya mengacungkan jempolnya.
Dewa menarik tangan Deeva hingga melingkar diperutnya, "pegangan!"
Sedikit kaget Deeva akhirnya hanya menempelkan tangannya saja.
"Pegangan yang bener kalo nggak mau jatuh!" Deeva tersentak saat Dewa menarik gas sekaligus, membuatnya reflek memeluk lelaki dengan seragam putih abu itu.
Rasanya dejavu. Seolah kembali ke masa ia mendekati Dirga dan berusaha mencari kesempatan bisa memeluk ketua OSIS itu. Dewa adalah orang ketiga yang pernah ia sentuh hingga sedekat ini. Pertama ada Dirga yang sengaja ia peluk tapi selalu berakhir dengan penolakan. Kedua ada Shaka yang pelukannya lumayan nyaman bagi Deeva dan terakhir Dewa, tukang maksa.
Ada senyum yang terukir di bibir Dewa kala Deeva berpegangan dengan memeluknya erat, hingga ia mulai melambatkan laju motor yang ia kendarai. Namun seiring dengan turunnya kecepatan motor berimbang dengan pelukan Deeva yang mulai lepas satu.
"Sakit woy!" Teriak Dewa saat Deeva menabok punggungnya.
"Sekali lagi lo cari-cari kesempatan gue bakal loncat!" Ancam Deeva.
Dewa hanya tersenyum, ia makin melambatkan laju motornya.
"Kalo pelan gini kapan sampenya, Wa!"
"Kan lo yang bilang jangan ngebut."
"Tapi nggak sepelan ini juga dong!" Protes Deeva.
"Ntar kalo gue ngebut lo protes lagi, ngatain gue cari kesempatan biar lo meluk gue."
"Emang nyatanya gitu kan!" ketus Deeva, pada akhirnya ia hanya berpegangan pada seragam Dewa.
Dewa menambah sedikit kecepatan motornya, hanya empat puluh kilometer perjam demi keamaan gadis di jok belakang yang enggan berpegangan. Dewa sesekali menguap karena merasa laju motornya sangat pelan hingga terpaan angin yang langsung mengenai wajahnya terasa sejuk dan cocok untuk tidur. Namun cubitan diperutnya membuatnya seketika membuka mata dengan lebar.
"Kalo ngantuk berhenti dulu. Nggak aman!" lagi-lagi Deeva protes setelah mendaratkan cubitan di perut Dewa.
"Aman aja. Tenang." Jawab Dewa, "bisa nggak lo jangan nabok apa nyubit gue, panas banget tangan lo dah. Pedes kena badan gue." Imbuhnya.
"Ya lo bawa motornya yang bener!"
"Ini udah bener, Deev. Kita beli helm dulu yah di depan." Ucap Dewa yang tak lama kemudian berhenti di depan toko helm.
Deeva mengikuti Dewa yang masuk ke dalam toko helm. Aneka tipe, merek dan ukuran helm berjajar rapi di etalase.
"Lo pilih mau yang mana?" Tanya Dewa.
"Terserah."
Dewa menanyakan rekomendasi helm untuk perempuan yang lucu pada penjual, pada akhirnya ia memilih helm clasic berwarna pink. Warna kesukaan seseorang yang sangat mirip dengan Deeva.
"Yang ini gimana?"
Deeva menggelangkan kepala, "gue mau yang warna mocca aja." Jawabnya seraya menunjuk helm dengan model yang sama namun berbeda warna.
Dewa mengembalikan helm yang ia pegang dan mengambil helm warna mocca pilihan Deeva, "katanya tadi terserah, tapi nggak mau sama pilihan gue." Ejek Dewa.
"Kan gue bilang terserah. Lo nggak peka jadi cowok, terserahnya cewek tuh berati bisa ya atau tidak."
"Dasar!" Dewa hanya tersenyum samar, lantas membayar helm Deeva yang sudah lebih dulu keluar dari toko. Gadis itu terlihat bercermin dengan helm barunya di spion motor.
"Bahkan ribetnya sama kayak dia. Apa emang semua cewek tuh seribet itu dengan kata terserah?" Batin Dewa.
"Besok uangnya gue ganti. Lo kirim no rekening aja, tapi besok yah soalnya gue nggak pake mobile banking." Ucap Deeva saat Dewa menghampirinya. Ia baru ingat jika belum mengurum M Banking kartu ATM pemberian Shaka tempo hari.
Dewa memakai helm dan menaiki motornya, "nggak usah diganti. Gue ikhlas."
"Gue nggak mau utang budi." Jawab Deeva yang kini sudah duduk di jok belakang dengan helm barunya.
"Sayangnya lo udah punya utang tanggung jawab, bukan utang budi lagi." Ucap Dewa.
"Utang apaan? tanggung jawab? jangan ngarang deh!"
Dewa tak menjawab, lagi ia hanya melingkarkan tangan Deeva ke perutnya."Bukan nyari kesempatan tapi emang harus kayak gini. Maaf ngebut dikit biar nggak keujanan."
Niat hati berharap bisa mengantar Deeva tanpa kehujaan nyatanya baru satu tarikan gas hujan sudah turun dengan begitu deras. Dewa memutuskan berteduh di depan mini market yang sudah lumayan penuh oleh pengendara lain yang juga berteduh.
Dewa menyentuh jaketnya yang dikenakan Deeva, menepis butiran-butiran air di atasnya, "coba lo cek tembus sampe dalem nggak?"
"Gue nggak mau lo sakit." Lanjutnya dengan raut khawatir, "gue ambil jas hujan dulu."
Deeva hanya terheran melihat sikap Dewa yang menurutnya berlebihan. Mereka baru kenal, belum ada seminggu. Tapi kenapa lelaki yang seragamnya sudah basah kuyup itu malah mengkhawatirkan dirinya yang hanya basah sedikit. Jaket Dewa yang kebesaran untuk Deeva benar-benar melindungi tubuhnya, air tak masuk sama sekali. Bahkan rok nya hanya basah sedikit karena sebagian besar tertutup jaket.
"Buka jaketnya, pake jas hujan gue!" Ucap Dewa sambil menyerahkan jas hujan berwarna hitam.
Deeva menolaknya, "lo pake aja, gue aman. Nggak basah, lo malah udah kuyup kayak gitu."
"Gue nggak apa-apa." Dewa melepas jaketnya yang dikenakan Deeva dan memaksa gadis itu memakai jas hujan meski dengan perdebatan yang cukup lama karena dia terus menolak.
"Nah gitu kan aman." Setelah memastikan Deeva memakai jas hujan dengan benar, Dewa mengenakan jaketnya yang sudah basah.
"Tenang aja, gue nggak apa-apa selama kepala nggak kehujanan. Lagian udah biasa." Sela Dewa sebelum Deeva ngoceh panjang lebar.
"Terserah lo dah!" Ucap Deeva.
Setelah dua jam akhirnya keduanya tiba di rumah Shaka. Sebetulnya jarak tempuh dari cafe ke rumah tak terlalu jauh namun karena hujan yang begitu deras dan Deeva yang merasa tak aman naik motor dibawah guyuran hujan yang begitu deras membuat mereka beberap kali menepi untuk berteduh. Keduanya tiba di rumah saat hujan deras hanya tinggal rintik-rintik gerimis kecil saja.
Baru melepas helm, Deeva sudah meneguk ludahnya sendiri karena melihat Shaka yang bersandar di pada tiang teras sambil melipat kedua tanganya di dada, sorot matanya nampak tak suka akan keadaan saat ini.
"Makasih, Wa. Lo langsung pulang aja yah. Kayaknya Kakak gue mau marah itu." Ucap Deeva sambil melirik ke arah Shaka.
"Gue nggak takut. Gue bukan pengecut. Tadi gue udah minta izin buat nganterin lo berati gue harus bener-bener nganterin lo dengan selamat. Karena Abang lo ada di rumah jadi gue harus nganterin lo ke dia secara langsung." Jawab Dewa.
Deeva hanya pasrah saat Dewa menggandeng tangannya, "Ayo! Lo ngapa kayak orang takut ke abang sendiri. Aneh."
"Malem Bang!" Sapa Dewa.
"Maaf nyampe rumahnya malah Abang duluan. Hujan, terus Deeva agak rewel jadi nggak bisa cepet." Lanjutnya dengan santai.
"Iya, nggak apa-apa. Makasih udah nganterin adek gue." Jawab Shaka datar.
"Sama-sama, Bang. Aku pamit langsung pulang." Pamit Dewa.
"Iya." Jawab Shaka singkat.
"Hati-hati di jalan, Wa. Jangan lupa langsung minum paracetamol jaga-jaga takut demam." sambung Deeva.
"Aman aja." Jawab Dewa kemudian berlalu pergi.
Setelah memastikan motor Dewa berlalu dari halaman buru-buru Deeva masuk ke dalam rumah, namun sayang langkah Shaka yang lebih panjang berhasil menghadangnya.
"Gimana hujan-hujanannya? seru?" tanya Shaka. Suaranya terdengar mencekam bagi Deeva.
.
.
.
.
Ya jelas seru banget dong hujan-hujanan bareng ayang Dewa wkwkwk
Guys vote nya dong buat Dewa yang begitu gentle
Like komennya juga jangan sampai ketinggalan
luv luv 🥰🥰
Sawannya pindah ke Shaka kek, makanya suka ngocel sama ngomel terus bawaannya sama Deeva...🤣
turut berduka cita ka...
Dewa mah is the best , bisa aja akalnya buat main bareng sama Deeva . gak boleh main ya alesan belajar ya wa....
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍