Seorang mafia ayam 🐓
Renardo adalah seorang pria yang baru saja bekerja di perusahaan mafia yang aneh. sistemnya menggunakan ayam, jadi setiap pekerja punya rekan kerja ayam masing-masing untuk menjalankan tugas.
ayam-ayam bisa dilatih dan dilengkapi senjata. Para ayam juga bisa memakan obat tertentu untuk mendapat kekuatan.
Renardo yang saat itu hanya disuruh membawa ayam tanpa informasi tambahan membawa ayam jagonya yang berasal dari perternakan biasa bernama Kibo.
Akankah Renardo dan Kibo melakukan pekerjaan mereka dengan baik?
🥚 Peringatan Organisasi Ayam: Segala perdagangan obat-obatan ayam, undian ayam, atau pemerasan peternak dalam cerita ini hanya terjadi di dunia fiksi. Jika Anda mencoba di dunia nyata, Anda bukan mafia ayam… Anda hanya mencari masalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radit Radit fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhasil Kabur
BOOM!
Suara itu mengagetkanku, itu terdengar dari lantai bawah. Aku dan Kibo keluar dari gudang ini.
Aku tidak tau ini pertanda buruk atau baik. Jelas para tawanan yang mendengarnya terbangun, dan aku juga tidak tau itu suara ledakan apa.
"ayo Kibo, kita harus cepat." kali ini aku langsung berlari.
Aku harus secepatnya mencari tangga ke lantai bawah.
Dalam perjalanan, terdengar samar-samar suara petugas kali ini baik dari lantai bawah maupun atas. Mereka panik mendengar suara tadi.
"awas!"
"lari!"
"Cepat! Suruh para petugas di lantai atas untuk keluar dari bangunan ini! Mereka datang..."
Begitulah suara dari lantai satu.
"apa itu tadi?"
"sebaiknya kita periksa secepatnya."
Begitulah suara dari lantai atas.
"bagaimana dengan para tahanan pak!?"
"bawa sebanyak mungkin yang kita bisa keluar dari bangunan ini! Aku harus menelpon pusat untuk menyelesaikan ini."
Suara dari lantai satu terdengar lagi.
Ada apa sebenarnya ini? Aku juga tidak bisa menyimpulkan pasti, kalau sampai tawanan saja harus dibawa berarti masalah yang datang disini besar.
BOOM!
Ledakan terjadi lagi, kali ini malahan dari lantai di atasku, membuatku langsung mundur sambil mengangkat Kibo.
Langit-langit atau permukaan lantai tiga yang ada di depanku runtuh membuat lubang berukuran sedang.
Jalan di depanku jadi tertutup. Aku dan Kibo lari memutar, mencari jalan lain.
Para tawanan juga panik. Aku bertemu seorang petugas yang membukakan pintu-pintu para tawanan.
"semuanya ikuti aku!" kata petugas itu.
Jelas aku tidak mau, begitu aku melihatnya aku langsung lari ke jalan lain lagi. Sambil mengangkat Kibo.
"Hei! Jangan lari!" sialnya petugas itu melihatku, dia langsung mengejarku.
Di situasi panikku begini. Larianku juga jadi cukup kencang untuk menyamakan kecepatannya.
"berhenti!" ada petugas lain yang lari ke arahku dari depan.
Aku dan Kibo terpojok. Tapi aku tidak akan membiarkan kami tertangkap disini separah apapun situasi gedung. Alih-alih berhenti aku tetap lari ke arah petugas itu.
Lalu aku melemparkan Kibo, setelah itu aku mendorong kaki petugas di depanku. Sementara Kibo mengepakkan sayapnya mematuk rambut petugas itu.
Buk!
Petugas itu jadi jatuh. Aku mengambil Kibo lagi agar bisa kembali lari.
Aku akhirnya menemukan tangga, tapi jalur ke lantai bawah tertutup. Saat hendak putar balik,
BOOM!
Langit-langit dibelakangku runtuh. Puing-puing bangunannya menutupi jalanan. Membuatku dan Kibo terpaksa ke lantai tiga.
Aku dan Kibo naik tangga ke lantai tiga. Kami berlarian lagi di lantai kali ini, mencari tangga lain yang bisa dilewati.
Atau bila perlu, kalau aku ketemu jendela kaca bisa kuterobos. Mungkin aku bisa mencoba turun perlahan dari sana dan Kibo bisa melompat sembari mengepakkan sayapnya.
Tapi itu hampir tidak mungkin. Sejauh ini aku tidak pernah melihat jendela bangunan ini yang kaca.
Semuanya jeruji besi. Yang jelas tidak bisa diterobos sama sekali.
Suara kebakaran juga terdengar dari kejauhan. Tapi masih berada di lantai ini. Entah apa yang terjadi sebenarnya.
Lalu di depanku aku sedikit kaget, ada bekas kayu yang sudah hangus di depanku. Aku bisa melewatinya, tidak terlalu panas.
Entah sudah berapa lama kayu ini padam. Sel-sel penjara disini kosong. Sepertinya para tawanan sudah dibawa keluar bangunan.
"dimana Renardo!?" aku mendengar suara itu dari bagian lorong lain.
Itu bukan suara asing, bukan suara petugas, itu suara yang amat kukenali. Vin!
"jawab atau aku akan paksa kamu minum air putih dari selang ini." suara Vin terdengar lagi.
Aku langsung mencari jalan tercepat ke bagian itu dan melepas pakaian tawananku. Sampai akhirnya aku menemukan dia di depan seorang petugas.
Di samping kanan Vin, sudah ada tumpukan kayu yang terbakar, tangan kanannya memegang selang dan di belakangnya ada tangki air. Dahi Vin mengerut sata bertanya ke petugas itu.
Lalu saat mendengar larianku, Vin melirik ke arah suara yang dia dengar. Ekspresi marah Vin langsung berubah ke ekspresi bahagia.
"Renardo!" dia langsung berkata, lalu kali ini kembali menoleh ke petugas tadi.
"kau boleh pergi." kata Vin.
Petugas itu langsung mengangguk dengan cepat, lalu lari menjauh.
BOOM!
Langit-langit di atas api tumpukan kayu tadi runtuh. Menimbun apinya sampai padam. Lalu dari lantai empat, terjun seorang pria bertubuh besar, itu Bruno.
"kau temukan Renardo Vin?" tanya Bruno.
"ya, itu dia." jawab Vin sambil menunjuk ke arahku.
Demi melihat mereka berdua bersama ayam mereka, aku langsung ikut tersenyum.
"bagus, ayo kita keluar dari sini. Vin, kabari ini kepada Van dan Lola." kata Bruno.
Vin mengangguk, menekan jam tangannya. Bruno mendekat ke arahku, tangan kanannya memegang bahuku.
"ayo kita keluar dari bangunan ini." kata Bruno.
"kamu tau lokasi tangganya?" tanyaku, Bruno tertawa mendengar pertanyaanku.
"tidak." jawabnya.
Dahiku mengerut bingung. Lalu kami pakai apa?
"Vin, lubangi dinding itu." Bruno menunjuk salah satu dinding lapisan terluar bangunan.
Vin mengangguk. Mengeluarkan sebuah bola dari sakunya, itu jelas bukan bola biasa. Karena saat ditekan lalu dilemparkan ke sisi dinding yang disuruh Bruno.
BOOM!
Dindingnya runtuh seketika, meninggalkan lubang berbentuk lingkaran. Itu bom, tapi yang tidak menimbulkan kebakaran.
Vin mengambil sebuah tali yang ujungnya pengait dari ranselnya. Lalu pengait besi itu dikaitkan ke ujung lantai yang bagian dindingnya tadi bolong, membuat ujung talinya jatuh ke dasar tanah.
Vin yang duluan turun dengan memegangi tali itu. Dia sudah terlatih, jadi lancar melakukan ini. Sementara ayamnya tadi ditinggalkan, ayamnya bisa lompat dan turun sendiri.
"kamu duluan Renardo." kata Bruno.
Aku mengangguk, meletakkan Kibo ke lantai. Lalu aku mencoba turun dengan tali itu.
Pelan tapi pasti, pelan tapi pasti apanya kalau begini? Makin pelan malah telapak tanganku terasa makin lincin karena keringat.
Saat sudah posisi kakiku setara dengan permukaan lantai dua.
Buk!
Karena tanganku yang makin licin aku jadinya tergelincir. Sampai jatuh ke permukaan tanah dengan posisi terbaring.
"ugh..." aku memegangi punggungku. Tidak terlalu sakit, tapi cukup ngilu.
"kenapa kamu ngak nolongin kek?" protesku ke Vin.
Vin hanya tertawa lalu berkata.
"kamu itu udah gede Ren, lagian itu juga ngak terlalu tinggi."
Aku kembali bangkit. Aku mendongak ke atas, Kibo belum turun, jelas dia tidak berani.
Tapi rupanya Kibo malahan di dorong oleh ayam Bruno, sampai Kibo akhirnya mau tidak mau terbang.
Buk!
Kepakan sayap Kibo belum terlalu kuat. Sehingga dia malah menabrak pohon.
Creek! Creek!
Kaki Kibo mencakar pohonnya berusaha tetap seimbang, tapi tidak bisa.
Buk!
Kibo jatuh ke tanah sebelum aku sempat menangkapnya.
Bruno langsung turun dengan tali tadi. Ayamnya langsung turun.
"maaf Kibo, Gruss memang dari dulu suka jahil." kata Bruno sambil mendekati Kibo.
Gruss, demikianlah nama ayam Bruno turun juga dengan mengepakkan sayapnya.