Ratna yang tidak bisa hamil menjebak suaminya sendiri untuk tidur dengan seorang wanita yang tak lain adalah adik tirinya.
ia ingin balas dendam dengan adik tirinya yang telah merenggut kebahagiaannya.
akankah Ratna berhasil? atau malah dia yang semakin terpuruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadelisa dedeh setyowati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air Mata Istri Yang Diabaikan 28
Hari itu Bagas kembali menjemputnya dan di perjalanan pulang keduanya tidak ada yang buka mulut. Andini terlalu lelah untuk berdebat kusir dengan Bagas. Karena ia tahu hasilnya akan percuma. Sesampai di rumah mereka di sambut kedua orangtua Andini.
“Sudah pulang, eh ada nak Bagas. Ayo masuk,” Ibu Andini mempersilahkan keduanya masuk dan menyajikan teh jahe hangat.
“Minum dulu nak Bagas, teh jahe bagus buat menghangatkan tubuh dan menghilangkan capek,” kata Ibu Andini sambil mendorong secangkir teh jahe.
“Terimakasih bu,” ujar Bagas sambil menyeruput teh-nya, meski Bagas sebenarnya kurang suka dengan yang berbau jahe tapi Bagas berupaya menghormati upaya ibu mertuanya itu.
Di luar dugaan teh jahe-nya enak dan manisnya pas. Bagas pun menyukainya.
Setelah membasahi tenggorokannya Bagas mulai angkat suara.
“Jadi begini Bapak, Ibu saya bermaksud memboyong Andini ke rumah saya,” ujar Bagas hati-hati.
“Ke rumah mu? Maksudnya juga bersama istri pertamamu?” tanya Ayah Andini dengan heran.
“Betul pak,”
“Nak Bagas ... tidak bisa seperti itu. Kalian bertiga tidak bisa tinggal bersama” ibu Andini menasehati.
“Saya akan berlaku adil Pak Bu,” ujar Bagas meyakinkan kedua orang tua Andini.
“Bagaimana dengan Andini?” ibu bertanya pada putri semata wayangnya itu.
Andini yang sedari tadi diam membuka mulutnya, “Dini ikut apa kata suami, Ibu Ayah, bukankah kalian yang menasehati Dini untuk taat dan tunduk pada suami?”
Apa yang dikatakan Andini benar. Suami istri harus jadi satu. Tapi masalahnya Andini adalah istri kedua.
Ayah dan Ibu Andini menghela napas. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain memberi restu pada keduanya dan berharap semoga Bagas bisa bersikap adil.
“Kapan kamu akan membawa Andini, Le?” tanya Ayah Andini
“Malam ini pak,” jawab Bagas singkat.
“Malam ini?! apa ndak kecepetan?”
“Gapapa Yah, Andini juga udah setuju,” tukas Andini mendukung Bagas.
Lagi-lagi Ayah dan Ibu Andini hanya bisa pasrah pada keputusan keduanya.
“Dini siap-siap dulu ya,” ucap Dini sembari beranjak ke kamarnya untuk mengemas barang-barangnya. Di belakangnya Ibu Andini mengekori.
Ibu Andini bersandar pada pintu saat melihat Andini yang tengah sibuk mengemas baju-bajunya ke koper yang besar. Seakan mau pindah rumah saja. Bahkan boneka kesayangannya pun ikut dibawa. Setelah selesai ibu Andini mengajak putrinya itu untuk duduk di pinggiran ranjang. Tangannya yang sedikit kisut meraih tangan halus Andini dan menepuknya perlahan.
“Kamu sudah siap nduk satu rumah dengan istri pertama Bagas?”
Andini tertunduk, ia bingung harus menjawab apa karena hatinya juga ragu. Yang ia tahu Ratna menyukainya tapi entah kenapa hati kecilnya berontak tak ingin.
“Entahlah Bu, Dini ga tau, di sisi lain Dini hanya ingin taat sama suami tapi di sisi lain Dini juga ragu.”
“Masih ada waktu untuk berpikir nduk,”
Andini menggeleng. “Enggak bu, ga bisa. Dini udah sepakat sama Mas Bagas,”
“Lalu bagaimana dengan istri pertamanya?”
“Mba Ratna orang yang baik bu, dia peduli dan selalu mendukung Andini,”
“Oh jadi namanya Ratna.”
“Iya Bu ... bu tolong restui kami. Doakan kami.”
“Selalu nduk, selalu doa-doa kami menyertaimu,”
Setelahnya keduanya berpelukan dengan isak tangis perpisahan.
Andini dan ibunya keluar dengan membawa koper yang cukup besar. Di ruang tamu Bagas dan Ayah Andini tengah menunggu.
“Makan malam dulu yaa nak, biar Andini bisa merasakan makan malam terakhir disini,” pinta Ibu Andini.
“Ibu ... kan Dini masih bisa kesini lagi sewaktu-waktu.” Ucap Andini agak manja ke ibunya.
Bagas tidak menolak lagipula ia juga lapar.
Tak lama suara sendok berdenting dengan suara piring. Suasana di meja makan malam itu dipenuhi tawa dan suka ria. Hal yang diinginkan oleh Andini apabila ia menikah.
Tak lama acara makan malam selesai, Andini dan Bagas pamit kepada kedua orang tua Andini. Mobil yang di setir Bagas mulai menjauh diikuti lambaian tangan Ayah dan Ibu Andini.
“Semoga mereka bisa rukun ya bu,”
“Iya Yah, semoga ....”
“Ayah hanya khawatir dengan istri pertamanya Bagas, apakah bisa menerima kehadiran Andini,”
“Kata Andini, Ratna adalah wanita yang baik Yah,”
“Ratna? Siapa dia?”
“Istri pertama Bagas,”
Seketika Ayah Andini terbelalak.
Ratna!
“Ibu masuk dulu ya Yah, dingin ... mau cuci piring juga,”
Ayah Andini hanya diam.
Ratna ...
“Ahh pasti Cuma kebetulan namanya sama,” ucap Ayah Andini lirih.
Sesampainya di rumah Bagas, Andini disambut oleh Ratna dengan pelukan. Perlakuan Ratna membuat Andini merasa nyaman.
“Biar mba tunjukkan kamarmu ya Din, udah mba siapin buat kamu.” Ucap Ratna hangat pada Andini. Ia menuntun Andini sepanjang perjalanan anak tangga sampai ke kamarnya yang pas berada di samping kamar utama milik Ratna dan Bagas, Andini agak heran tapi ia pendam sendiri pertanyaannya.
Ratna membuka pintu kamar untuk Andini dan aroma yang wangi memenuhi indra penciuman Andini. Kamarnya bersih tertata rapi catnya berwarna biru – warna kesukaan Andini.
“Ini kamar kamu Din, semoga suka ya ....”
Andini mengangguk, ia menyukainya, ”Aku suka banget mba. Makasih ya,”
Lagi-lagi Ratna memeluk Andini, “Pada dasarnya sekarang kita adalah keluarga,”
Perkataan Ratna membuat Andini semakin nyaman dan berpikir tidaklah buruk tinggal satu atap dengan Ratna.
Mereka bisa menjadi saudari yang baik yang saling menolong dan menguatkan.
Memikirkannya saja membuat hati Andini menghangat.
“Udah malam kamu tidur dulu aja, ada hal yang mau mba bicarain sama Mas Bagas,” ujar Ratna
“Tapi mba ....” Andini mau membantah tapi Ratna menatapnya tajam membuatnya terdiam.
“Mba turun dulu ya, kamu istirahat aja,”
Andini mengangguk pelan, ia tak yakin akan penglihatannya tadi. Apakah ia salah lihat bahwa Ratna menatapnya tajam atau ... ahh Andini tak mau ambil pusing, ia menghibur diri bahwa ia hanya salah lihat.
Ratna menyambutnya dengan hangat dan menerimanya jadi mungkin tadi ia hanya salah lihat saja. Ia mulai merebahkan diri dan Ratna menutup pintunya dengan senyuman.
Tanpa ia sadari di balik pintu senyum Ratna sirna dan matanya menggelap.