Jennaira adalah putri kandung dari keluarga bangsawan Bakari. Ia terlahir dari rahim istri kedua Aston Bakari yang bernama Jenny. Ibu kandung Jennaira tersebut adalah cinta pertama Aston. Jenny terlahir dari trah rakyat jelata, bukan berdarah bangsawan.
Kebahagiaan Aston hancur setelah kematian Jenny secara mendadak.
Suatu malam, Jennaira (21 tahun) sedang berjalan kaki menuju ke sebuah klub malam terbaru di kotanya. Ia punya pekerjaan gelap yakni mencuri dompet-dompet orang kaya.
Jennaira terkejut melihat sebuah sedan mewah mengalami kecelakaan tunggal di depan kedua matanya. Ia berlari ke TKP untuk menolong.
Akan tetapi, Jennaira begitu terkejut melihat wajah seorang wanita muda yang ditolongnya itu ternyata mirip sekali dengan wajahnya.
"Kenapa wajahnya mirip sekali dengan wajahku? Apa aku punya saudara kembar?" batin Jenna.
Bagaimana bisa Jennaira, putri kandung dari putra mahkota Keluarga Bakari bisa tinggal berjauhan dari keluarga aslinya yang kaya raya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 - Seperti Amoeba
Ares tak mampu menjawab pertanyaan Jenna karena pada dasarnya apa yang dikatakan sang adik juga benar.
Tidak semua orang yang terlihat baik di luar, attitudenya juga baik. Begitu pun sebaliknya pada golongan orang-orang yang dianggap sebagai kaum pinggiran yang sering diremehkan karena stigma negatif yang sudah melekat, padahal sejatinya belum tentu mereka tak bermoral.
Jenna pun tak memperpanjang urusan itu dengan Ares. Diamnya sang kakak sudah merupakan jawaban di hati Jenna.
"Nah, sudah selesai."
Acara mandi tema gotong-royong ala Jenna pun akhirnya selesai. Ares sudah mereka dudukkan di kursi roda kembali dalam balutan handuk berukuran besar dan lebar di tubuhnya.
"Biar aku dorong Kak Ares, kamu siapkan saja pakaiannya." Titah Jenna pada Lusi.
"Siap Nona," jawab Lusi.
Sambil menunggu Lusi menyiapkan pakaian, Jenna mengeringkan rambut sang kakak dengan handuk kecil. Keduanya masih berada di dalam kamar mandi tepatnya di depan cermin besar area wastafel.
"Kamu gak salah minum obat kan hari ini?" kelakar Ares tiba-tiba.
"Memangnya kenapa?"
"Kamu tampak aneh,"
"Aneh bagaimana?"
"Seperti bukan Sovia," jawab Ares.
Deg...
Gerakan tangan Jenna yang sedang menggosok area kepala Ares sempat terhenti sejenak. Namun tak berselang lama Jenna kembali mengeringkan rambut sang kakak. Kini Jenna mengambil alat pengering rambut atau hair dryer yang berada tak jauh dari jangkauannya saat ini.
"Kenapa kau meragukanku?" tanya Jenna berusaha membuang rasa gugupnya.
Ares pun tampak terdiam. Ia sendiri juga bingung mulai menjawabnya dari mana. Terlebih wajah dan bentuk fisik sang adik perempuan tak ada perbedaan yang menc0lok antara yang dulu dengan sekarang. Semuanya sama persis.
Hanya saja dari segi tutur kata dan sikap, Ares merasakan perbedaan itu.
Melihat Ares yang terdiam, Jenna pun segera mengambil alih dengan mematikan tombol hair dryer agar bunyi bising yang keluar dari alat itu tak mengganggu pembicaraan antara dirinya dengan Ares.
Jenna yang berada di belakang tubuh Ares, perlahan mensejajarkan kepalanya dengan kepala sang kakak. Sama-sama menghadap ke arah cermin.
"Kak Ares bisa lihat di cermin itu," titah Jenna. "Ada perpaduan garis dan lekuk mirip wajah daddy yang tergambar jelas pada wajah kita berdua. Sisanya adalah milik ibu kandung kita masing-masing," sambungnya.
Jenna perlahan berusaha menanamkan doktrin secara tersirat agar Ares percaya bahwa dirinya yang saat ini adalah saudara kandungnya yang asli, bukan Sovia palsu dengan karakter sebelumnya.
Jenna belum mengatakan secara gamblang dan lugas perihal Sovia palsu karena masih mencari tau banyak hal di masa lalu yang terjadi pada keluarganya serta mengungkap dan membalas para musuh dalam selimut.
Mereka semua harus membayarnya atas kebahagiaan orang tuanya yang terenggut secara paksa hingga dirinya berakhir hidup seperti pelarian yang berpindah-pindah bersama Bik Ema demi mempertahankan nyawa yang ada. Tekad Jenna.
Dengan gerakan cepat namun lembut, kedua telapak tangan Jenna kini menyentuh wajah Ares dan mengarahkan agar menghadap dirinya. Keduanya telah saling berhadapan dalam pandangan garis lurus yang sama.
"Kak Ares tatap wajahku ini. Lihat mataku," pinta Jenna. "Apa aku menyimpan kebohongan seperti yang kamu ragukan tadi?"
Ares pun seakan terhipnotis melakukan hal yang diperintahkan Jenna tersebut. Ia terus memandangi wajah Jenna dengan seksama terutama tepat di bagian mata berbulu lentik itu.
Ares berusaha mencari kebohongan dalam mata Jenna. Namun sayang, hanya ada kejujuran di sana. Hanya saja hatinya memang masih bingung dan bimbang atas perubahan sikap adiknya itu yang serba mendadak. Seratus delapan puluh derajat.
"Tak perlu Kak Ares jawab. Aku hanya ingin kamu percaya padaku bahwa seorang adik tak akan menyakiti kakaknya. Aku sayang dan menghormatimu," ucap Jenna dengan penuh ketulusan.
"Apa kamu sedang tidak membual?" tanya Ares seraya memutar bola matanya jengah karena masih tak percaya pada ucapan Jenna.
"Aku berkata apa adanya. Tentu saja kamu harus percaya," tegas Jenna. "Kak Ares harus mulai bebenah diri. Jangan hanya duduk di kursi roda sialan ini. Jangan pernah merasa hidupmu sudah mati. Semangat lah berobat kembali dan ikut terapi. Demi perusahaan dan satu lagi demi..." ucapan Jenna terdengar menggantung.
"Demi apa?" tanya Ares.
Jenna tampak berpikir sejenak. Tak berselang lama dia pun tersenyum menatap Ares yang seakan sedang tak sabar menunggu jawabannya.
"Tentu saja demi terong masa depanmu itu. Hehe..." jawab Jenna tanpa tedheng aling-aling seraya terkekeh sendiri. "Masa kamu mau biarkan dia mati suri tak berkembang biak seumur hidupnya. Oh, terong yang nelangsa," cibirnya sengaja.
"SOVIA !!" sungut Ares menggerutu sebal.
"Ingatlah keluarga Bakari butuh penerus. Kamu tidak berniat melakukan perkembangbiakan seperti amoeba kan dengan cara membelah diri?"
"Kamu samakan aku seperti amoeba?!" desis Ares.
"Makanya buruan nikah terus kawin, biar aku gak mengira kamu seperti amoeba nantinya. Apa enaknya coba kawin sendirian?" goda Jenna sengaja memasang wajah polosnya di depan Ares. Sungguh menggemaskan sekaligus menjengkelkan, pikir Ares.
"Kamu kebelet kawin?" balas Ares.
"Untuk saat ini, kakak duluan saja yang kawin. Setelah itu, baru aku."
"Ya sudah sana saja kamu kawin duluan. Gak perlu nunggu aku!" ketus Ares seraya memasang wajah juteknya.
"Nanti aku bantu carikan jodoh buatmu deh. Dijamin calon jodohmu dariku pasti orangnya cantik luar dalam,"
"Mana ada gadis yang mau sama pria cacat sepertiku kecuali mata dia buta atau gila harta!" seru Ares menjawabnya.
"Jangan menjudge semua wanita seperti itu. Otakmu sungguh dangkal sekali," tutur Jenna. "Pasti ada satu yang setia dan menerimamu apa adanya di antara wanita-wanita gila harta yang kau maksud tadi," imbuhnya.
"Lupakan soal aku. Jika kamu memang mau menikah dulu, aku tak masalah."
"Kalau kamu gak kawin-kawin, nanti aku yang kawin duluan. Biar aku ambil saja semua harta keluarga Bakari. Apa kamu ikhlas?"
Bersambung...
🍁🍁🍁
akhirnya kebenaran akan terungkap segala misteri akan aston dapatkan semangat......